Manusia Indonesia Dalam Bingkai Kemerdekaan Bangsa

Manusia Indonesia Dalam Bingkai Kemerdekaan Bangsa 19/08/2024 228 view Lainnya ulm.ac.id

Euforia kemerdekaan 17 Agustus sudah terlihat di seluruh nusantara. Itu dibuktikan dengan mengibarkan bendera merah putih di jalan-jalan, lagu-lagu tentang kemerdekaan mulai dibunyikan, pemerintah dan sekolah-sekolah mulai mempersiapkan upacara bendera di tempat masing-masing dan sosmed serta media massa mulai memberitakan informasi yang berbau kemerdekaan.

Berbagai acara dan kegiatan tersebut menjadi sebuah momen emas yang harus terus ada, karena hanya dengan memperingati hari merdeka, persatuan dan kesatuan kita semakin dikuatkan. Kita yang berbeda agama, suku, bahasa ini disatukan dalam kemerdekaan yang sama dan satu. Indonesia dijajah secara bersama, merdeka secara bersama, maka merayakan kemerdekaan pun harus bersama.

Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari perjuangan para pahlawan yang siap mati demi merebut tanah air dari para penjajah. Tanpa darah dan kematian mereka, Indonesia sepertinya tidak akan pernah menjadi negara merdeka. Kemerdekaan Indonesia tidak dihiasi dengan anak muda yang duduk serta bersantai sambi memegang gadget, tapi anak muda yang memegang senjata, bambu runcing dan bertumpah darah. Kisah tentang mereka yang mati demi negeri, sungguh kisah yang harus terus digaungkan dalam setiap perjalanan sejarah Indonesia.

Terutama di zaman ini, manusia Indonesia sudah tidak lagi mempunyai jiwa perjuangan. Jiwa itu hilang seiring dengan hilangnya rasa cinta pada tanah air. Jiwa itu hilang karena banyak orang terutama anak muda lebih menyukai budaya dan ajaran dari luar Indonesia. Karena mereka menganggap dan berpikir bahwa orang yang senang dengan budaya lokal Indonesia, terlihat sangat kuno dan primitif, dibandingan dengan budaya luar Indonesia yang lebih modern dan maju. Seperti contoh anak muda lebih senang mendengarkan musik aliran jazz atau rock dari negara asing, dibandingkan dengan musik tradisional Indonesia yang sangat tidak sesuai dengan zaman sekarang. Kita tidak lagi dijajah secara fisik seperti kerja rodi atau kerja paksa, tapi seperti yang kita lihat sekarang kita dijajah oleh bangsa lain secara pikiran dan perasaan yang tidak lagi mengarah pada cinta tanah air, tapi cinta pada tanah asing.

Kemerdekaan Indonesia memang selalu kita peringati dan rayakan setiap tahunnya untuk selalu mengingatkan kita akan nilai-nilai perjuangan yang telah bangsa ini capai dengan susah payah. Tapi, di sisi lain bangsa Indonesia ini mulai digiring bahkan telah dibawa ke arah yang melawan arus dari nilai-nilai perjuangan itu. Arus yang melawan itu ialah mereka yang tidak lagi menghargai sesama suku, bangsa, agama di negeri ini. Mereka lebih suka agama merekalah yang harus menjadi nilai-nilai dari bangsa ini. Nilai ini berbeda sekali dengan semangat yang disampaikan oleh Bung Karno dalam Pidatonya 1 Juni 1945 yaitu negeri ini didirikan tidak hanya oleh satu agama, rasa atau suku. Tapi didirikan atas kerja sama kita bersama, bersama berjuang dan membela tanah air, tanpa melihat perbedaan yang ada. Dalam Pidatonya dia juga menyampaikan bahwa jika kamu orang Islam jangan jadi orang Arab atau jika kamu orang Kristen jangan jadi orang Yahudi. Tapi jadilah orang Islam yang mencintai nusantara dan orang Kristen yang mencintai tanah air.

Namun manusia Indonesia belum memahami secara mendalam apa yang disampaikan oleh Bung karno di atas. Itu semua disebabkan karena Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang masih rendah. Menurut Mocthar Lubis dalam bukunya yang berjudul membaca buku lama tentang manusia Indonesia, di sana dikatakan bahwa ada beberapa ciri manusia Indonesia itu menurut dia: pertama, munafik (mempunyai sifat yang berbeda di depan dan belakang). Kedua, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya dan sebagainya. Ketiga, mempunyai jiwa feodalistik. Keempat, percaya takhyul. Kelima, watak yang lemah. Masih banyak lagi watak yang lain yang menjadi kebiasaan hidup manusia Indonesia. Pengalaman dijajah oleh negara asing merupakan faktor utama yang membawa kita pada watak-watak di atas. Tapi apakah manusia Indonesia yang sudah merdeka ini akan terus seperti itu dan tidak akan pernah maju-maju?. Saya kira perlu adanya perubahan sikap dan pola pikir yang harus diubah oleh masyarakat kita agar manusianya bersaing dengan bangsa lain.

Tidak dapat dipungkiri SDM kita masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Karena salah satu faktor yang dapat meningkatkan negara kita menjadi negara maju adalah SDM-nya yang unggul dan berpendidikan. Banyak sekali faktor yang harus dibenahi untuk dapat mewujudkan SDM yang unggul. Jika kemerdekaan hanya sampai pada perayaan 17 Agustus saja yang menari dan berjoget layaknya konser di jalanan, maka tidak ada gunanya. Seharusnya setiap perayaan kemerdekaan ada inovasi atau program yang terus dikembangkan untuk memajukan Indonesia yang terus maju. Sehingga ada kemajuan negara di setiap tahunnya dan tiba saatnya nanti kita layak disebut negara Indonesia maju.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya