Krisis Migrasi Spanyol: Tantangan dan Peluang

Mahasiswa Hubungan Internasional
Krisis Migrasi Spanyol: Tantangan dan Peluang 04/07/2025 119 view Politik Pixabay

Sudah lebih dari satu dekade migrasi massal ke benua Eropa masih terjadi setiap tahunnya, baik secara resmi maupun ilegal. Kebanyakan dari para migran ini berasal dari Afrika dan Asia Selatan yang negaranya mengalami krisis ekonomi atau dilanda konflik berkepanjangan. Sebagai negara yang berada di perbatasan benua Afrika dan benua Eropa, Spanyol tentunya tak luput menjadi target empuk migran Afrika dalam mencari perlindungan baru. Migran dari Afrika biasanya akan menyeberangi Mediterania menuju negara yang lokasinya berada di perbatasan seperti Italia, Prancis, atau Spanyol.

Awalnya, para migran menargetkan Ceuta dan Melilla, daerah kantong Spanyol yang berada di Benua Afrika dan berbatasan langsung dengan Maroko. Namun, baru-baru ini para migran mulai menargetkan lokasi baru untuk didatangi. Lokasi itu adalah Kepulauan Canary, kepulauan kecil penghasil pisang terbesar di Spanyol yang berada di lepas pantai barat laut Afrika. Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri Spanyol, sepanjang tahun 2024, lebih dari 46.000 migran tiba di Kepulauan Canary. Sebagian besar berasal dari Senegal, Guinea, Pantai Gading, dan tentu saja Maroko sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Spanyol.

Mengapa Mereka Pergi?

Ada banyak faktor yang mendasari keputusan para migran menyeberangi benua dan tinggal di dunia baru. Faktor ekonomi menjadi alasan terbesarnya. Negara asal tidak memiliki lapangan pekerjaan yang cukup, krisis pangan semakin menjadi-jadi, dan kemiskinan struktural tak berkesudahan menjadi poin inti dari alasan para migran angkat kaki dari negara asal. Mereka disebut migran ekonomi, istilah untuk orang yang meninggalkan negaranya untuk keuntungan ekonomi.

Selain faktor ekonomi, keadaan politik yang tidak stabil dan pelanggaran HAM juga menjadi pemicu utama para migran rela melakukn berbagai upaya agar bisa sampai di Eropa. Negara-negara yang dilanda konflik seperti Suriah dan Afghanistan menyumbang migran dalam jumlah yang cukup banyak setiap tahunnya.

IOM menyebut Eropa sebagai tujuan paling berbahaya untuk migrasi tidak teratur di dunia dan Mediterania sebagai perbatasan paling berbahaya di dunia, dengan sekitar 10.000 orang migran yang meninggal atau hilang dalam perjalanan melewati Mediterania menuju Kepulauan Canary di Spanyol di tahun 2024.

Tantangan dan Peluang

Penulis melihat bahwa masalah migrasi di Kepulauan Canary ini bukan hanya soal kemanusiaan, tetapi juga soal logistik dan politik. Keterbatasan kapasitas infrastruktur dan tempat penampungan memberikan tekanan yang berat bagi pemerintah dan warga setempat. Layanan sosial dan fasilitas medis dapat dipastikan sangat kewalahan dalam menangani migran dari Afrika yang terus berdatangan.

Selain itu, pemerintah Spanyol juga masih harus berhadapan dengan penduduk yang anti-migran, di mana para penentang migrasi menganggap migran berpotensi mencuri pekerjaan dan menekan upah, mengingat Spanyol merupakan negara dengan tingkat pengangguran terbesar di Eropa per Maret 2025.

Tidak cukup sampai di situ, Peraturan Dublin juga membuat Spanyol berada di dalam posisi yang sulit. Peraturan Dublin yang menyatakan bahwa negara yang pertama kali dimasuki oleh migran bertanggung jawab penuh atas migran dapat menjadi alasan negara lain untuk menolak distribusi migran dari Spanyol.

Tantangan terbesarnya adalah ketidakseimbangan antara kebijakan pencegahan dan perlindungan. Meningkatnya patroli maritim dan angka deportasi tidak dibarengi dengan penanganan akar masalah seperti kemiskinan dan konflik di Afrika, wilayah asal mayoritas migran
Namun, di balik semua tantangan itu, penulis melihat bahwa situasi ini memiliki peluang strategis. Kedatangan migran dapat menjadi kekuatan demografis dan ekonomi bagi Spanyol. Kehadiran migran dapat menggantikan posisi pekerja yang sudah memasuki tahap lanjut usia. Migran juga akan memberikan kontribusi besar dalam perekonomian, baik sebagai produsen maupun konsumen, mengingat rentang usia rata-rata migran di Spanyol berada di usia yang produktif untuk bekerja.

Spanyol juga dapat memperkuat diplomasi migrasi dengan negara-negara Afrika, terutama negara-negara asal para migran di Spanyol seperti Senegal dan Maroko, dengan menciptakan jalur migrasi legal dan melakukan pendekatan jangka panjang lewat kerja sama pembangunan yang disponsori oleh Uni Eropa agar masalah migrasi dapat benar-benar dituntaskan dengan adanya perbaikan dan pertumbuhan berkelanjutan di negara asal migran, bukan hanya sekadar melakukan patroli untuk mencegah masuknya migran.

Krisis ini juga diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi Uni Eropa untuk segera merampungkan revisi Peraturan Dublin agar lebih adil bagi negara-negara perbatasan seperti Spanyol dan Italia.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya