Korona dan Hari Guru Sedunia

Sejak muncul akhir 2019, hingga kini serangan virus korona belum bisa diatasi. Eskalasi penyebarannya bahkan semakin meluas. Jumlah korban pun terus meningkat. Dari hari ke hari, angka yang terinfeksi dan kematian akibat virus korona terus bertambah.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, kasus positif Covid-19 di tanah air adalah 320.564 kasus. Dimana sebanyak 244.060 dinyatakan sembuh dan 11.580 meninggal dunia (https://www.kemkes.go.id/ diakses 08/10/20).
Dalam skala propinsi, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami peningkatan kasus yang cukup tajam. Laporan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Nusa Tenggara Timur, Kamis (08/10/20) total kasus menembus angka 551 kasus. Dari jumlah tersebut 349 orang dinyatakan sembuh, dan 7 orang meninggal dunia (https://www.kompas.tv diakses 08/10/20).
Kabupaten Flores Timur yang sebelumnya telah masuk zona hijau kini kembali lagi ke zona merah Covid-19. Berdasarkan informasi dari Wakil Bupati Agus Payong Boli, pada Sabtu (03/10/20) ada penambahan 11 kasus sehingga total adalah 21 kasus (https://regional.kompas.com diakses 08/10/201).
Serangan korona benar-benar melumpuhkan semua sektor kehidupan, tidak terkecuali pendidikan. Pendidikan tidak bisa dijalankan sebagaimana biasa. Pembelajaran tatap muka di sekolah terpaksa dihentikan guna mencegah penularan virus korona. Sebagai gantinya pembelajaran dijalankan dalam jarak jauh (PJJ).
Sejak awal munculnya korona, pemerintah memang berkomitment untuk menghindarkan warga dalam dunia pendidikan, baik pendidik, peserta didik mapun tenaga pendidik yang lainnya dari infeksi virus ini dan mencegah adanya kluster pendidikan dalam penyebarannya. Kesehatan dan keselamatan warga sekolah adalah prioritas utama.
Untuk mendukung pembelajaran jarak jauh di masa pandemik Covid-19, berbagai regulasi dikeluarkan pemerintah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beberapa kali merevisi aturan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) agar pemanfaatannya bisa lebih fleksibel guna mengakomodir kebutuhan sekolah di tengah pandemik Covid-19.
Bantuan pun tidak kurang digelontorkan. Paket data untuk pembelajaran jarak jauh misalnya, diberikan secara gratis kepada siswa, guru, mahasiswa dan dosen dengan besaran kuota yang bervariasi.
Upaya pemerintah tersebut, sejauh ini memang mampu menekan angka penularan Covid-19 di lingkungan sekolah dan mencegah terjadinya penyebaran korona dari kluster pendidikan. Namun hal tersebut tidak banyak membantu dan menyelesaikan soal dalam pembelajaran jarak jauh.
Berbagai tantangan dan kendala masih dialami dalam praktek pembelajaran di lapangan. Wilayah Nusantara yang sangat luas dengan kondisi geografis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda turut mempengaruhi efektivitas pembelajaran jarak jauh di masa pandemik Covid-19 ini.
Kenyataan ini merefleksikan bahwa kita memang tidak siap menjalankan pendidikan dalam jarak jauh. Ketidaksiapan ini tidak hanya terkait infrastruktur pendukung tetapi juga berkaitan dengan mental kita. Persoalan mental yang dimaksud berhubungan dengan tanggung jawab dalam proses pendidikan anak.
Refleksi akan tanggung jawab pendidikan didasarkan pada konspe trisentra pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara. Menurut Bapak Pendidikan Nasional ini, pendidikan merupakan tanggungjawab tiga komponen yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam dunia pendidikan.
Alih-alih harmonisasi ketiga komponen utama pendidikan ini, yang terjadi adalah pelepasan tanggung jawab. Di satu sisi, pendidikan (anak) telah lama diserahkan ke sekolah. Orang tua dan masyarakat (mem)percaya(kan) sepenuhnya pendidikan anak pada sekolah. Ketika anak sudah sekolah, urusan pendidikan menjadi tugas guru. Sekolah di sisi lain juga begitu percaya diri dan merasa “di atas angin” dalam proses pendidikan anak.
Ketika pembelajaran di sekolah dihentikan secara mendadak dan anak harus belajar dari rumah, semua kita menjadi gagap dan gugup. Tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Orang tua bingung bagaimana mendidik anak. Guru begitu cemas memikirkan siswa yang tidak bisa berbuat apa-apa karena terlalu lama dikekang. Masyakat malah bersikap apatis. Secara kultural, kita tidak siap untuk belajar secara mandiri di rumah.
Dalam kondisi seperti ini, pendidikan harus terus berjalan. Pendidikan jarak jauh sebagai alternatif pembelajaran di masa pandemik Covid-19. Walau demikian, kita tidak bisa menihilkan urgensitas peran guru. Karena pendidikan tidak bisa berjalan tanpa seorang guru. Untuk itulah guru tetap berkarya meski dalam situasi sulit sekarang ini. Banyak kisah perjuangan guru mengunjungi siswa dari desa ke desa, rumah ke rumah sekedar menyapa, memotivasi, dan atau memberi materi atau tugas bagi anak-anak.
Refleksi World Teacher’s Day
Tanggal 05 Oktober lalu, dunia memperingati Hari Guru Sedunia (World Teacher’s Day). Dilansir dari instagram @kemdikbud.ri, Hari Guru Sedunia dideklarasikan UNESCO pada tanggal 05 Oktober 1994. WTD bertujuan memperingati diadopsinya rekomendasi Rekomendasi ILO/ UNESCO pada 1966 mengenai Status Guru. Rekomendasi ini menetapkan hak dan tanggung jawab guru serta standar international untuk persiapan awal pendidikan, rekrutmen, pekerjaan dan kondisi belajar-mengajar.
Memaknai Hari Guru Sedunia (World Teacher’s Day) ini, izinkan saya mensharingkan pengalaman pendidikan jarak jauh yang dijalankan di sekolah kami, SMPN 3 Wulanggitang, Hewa, Flores Timur, NTT di masa pandemik Covid-19.
Pada awal tahun pelajaran 2020/2021, sekolah di wilayah Flores Timur sudah diizinkan melakukan pembelajaran tatap muka dengan sistem shif. Di SMPN 3 Wulanggitang, pembelajaran tatap muka dilakukan dua kali dalam seminggu untuk masing-masing tingkat. Pembagiannya adalah kelas 7 hari Senin-Kamis, kelas 8 hari Selasa-Jumat, dan kelas 9 hari Rabu-Sabtu.
Namun pada pertengahan September status kabupaten Flores Timur berubah dari zona hijau ke zona merah Covid-19. Melalui Surat Nomor: PKO.420/520/PSD-SMP.1/20202 pemda kembali melarang pembelajaran di sekolah terhitung sejak tanggal 17 September sampai dengan adanya pemberitahuan resmi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Flores Timur.
Menindaklanjuti surat edaran tersebut, SMPN 3 Wulanggitang kembali menjalankan pembelajaran jarak jauh. Sebagai sekolah yang berada di desa dengan berbagai kendala seperti jaringan internet dan ketersediaan fasilitas seperti HP atau laptop, pembelajaran offline menjadi pilihan. Dalam prosesnya, kami (baca guru) harus mendatangi siswa di setiap desa; melakukan door to door.
Dalam pembelajaran jarak jauh ini, siswa diberi bahan ajar oleh setiap guru mata pelajaran beserta latihan soal dan tugas untuk dikerjakan di rumah. Selain tugas per mata pelajaran, siswa juga diberi tugas secara umum yaitu setiap siswa wajib menanam tanaman umur panjang, membuat daftar kosa kata sulit dan atau kosa kata baru, dan menulis aktivitas harian mereka pada jurnal praktek baik sebagaimana format yang diberikan oleh sekolah selama masa belajar dari rumah.
Sabtu, (05/10/2020) saat peringatan Hari Guru Sedunia, guru-guru SMPN 3 Wulanggitang mengunjungi siswa di setiap desa. Para guru dibagi per wilayah berdasarkan jumlah siswa masing-masing desa. Saya bersama dua rekan guru mendapat tugas mengunjungi siswa di Pantai Oa. Di wilayah ini terdapat 40 siswa dimana kelas IX sebanyak 10 orang, kelas VIII sebanyak 17 dan kelas VII sebanyak 13 orang.
Dalam kunjungan ini kami mendatangi siswa dari rumah ke rumah untuk melihat kondisi siswa di rumah. Apakah lingkungannya mendukung siswa dalam belajar atau tidak. Hal sederhana misalnya adalah ketersediaana meja dan kursi belajar bagi siswa. Juga mengecek tugas lain seperti tanaman umur panjang, dan daftar kosa kata asing atau sulit yang ditemukan siswa. Banyak yang sudah melaksanakan tugas tersebut, tetapi ada sebagian siswa yang belum menjalankannya.
Saya mengunjungi siswa kelas VIII. Di beberapa rumah, saya berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan orang tua siswa. Beberapa masukan atau lebih tepatnya keluhan tentang kondisi keluarga dan sikap anak menjadi catatan sebagai “oleh-oleh” yang saya bawa pulang untuk bahan refleksi dalam menjalankan tugas sebagai guru di masa pandemik Covid-19.
Muara refleksi ini menghantar saya pada dua point berikut; Pertama, kehadiran guru dalam proses pendidikan adalah suatu keniscayaan. Dalam pembelajaran jarak jauh, figure guru tidak bisa digantikan oleh kehadiran teknologi pembelajaran tetapi malah mengokohkan peran guru. Teknologi hanya sebatas alat bila tidak dipandu atau dibantu oleh guru.
Kedua, pembelajaran jarak jauh adalah momen untuk merajut kembali hubungan sekolah dan keluarga. Rumah dan sekolah yang “berjarak” selama ini mesti didekatkan dengan komunikasi yang lebih intens baik itu lewat media komunikasi maupun kunjungan rumah. Semoga.
Artikel Lainnya
-
98429/03/2021
-
48930/12/2022
-
491028/12/2022
-
Usulan Penghapusan Larangan TNI Berbisnis, Masa Orde Baru Kembali
18225/07/2024 -
Hasto Tersangka KPK: Dimulai Dengan Hukum Atau Kepentingan Politik?
30701/01/2025 -
Matinya Gerakan Online Mahasiswa
113405/01/2023