Keterikatan Indonesia dalam Belt Road Initiative (BRI): Manfaat atau Malapetaka?

Keterikatan Indonesia dalam Belt Road Initiative (BRI): Manfaat atau Malapetaka? 01/01/2024 538 view Ekonomi portal-islam.id

Tahun 2016 menjadi tahun yang sangat berarti bagi Indonesia dan juga China. Tahun ini menjadi awal dimulainya kesepakatan Indonesia dan China dalam kerjasama perdagangan yang dikenal dengan nama Belt Road Initiative.

Belt Road Initiative (BRI) merupakan sebuah inisiasi proyek pengembangan ekonomi yang dulunya dikenal dengan istilah One Belt One Road dan telah mengalami transformasi nama menjadi Belt Road Initiative. Perubahan nama ini dikarenakan kekhawatiran akan kesalahpahaman global yang menyusung pada kata “One” yang memaknai “One China Policy”. Proyek ini kemudian dikenal sebagai sebuah proyek besar yang bertujuan dalam membentuk jaringan kerja di wilayah Eurasia (Eropa-Asia) dan Afrika melalui perjanjian perdagangan dan juga Investasi.

Di sisi lain Belt Road Initiative dianggap sebagai sebuah ambisi dari China agar terus dapat menjadi sorotan dunia demi mendukung fenomena The Rise Of China. Dalam pengimplementasianya Belt Road Initiative menyangkut beberapa hal seperti bentuk kombinasi antara perdagangan dan juga investasi di kawasan Asia, Eropa dan Afrika.

Belt Road Initiative yang digaung-gaungkan menjadi proyek perdagangan terbesar di abad 21 ini banyak menyita perhatian dari para pemangku kepentingan. Bagaimana tidak proyek ini menjadi bentuk penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya pada tahun 2013 atau lebih dikenal dengan nama One Belt One Road.

Selain itu, proyek ini menjadi salah satu wacana China dalam mengembalikan masa kejayaan di masa lampau melalui perdagangan jalur sutranya. Dalam pengimplementasian Belt Road Initiative sendiri China telah mengupayakan pembentukan jalur sutra yang melintasi negara-negara yang berada di kawasan Asia, Eropa, dan juga Afrika. Kebijakan ini bahkan telah berhasil mendaftarkan 155 negara sebagai anggota yang tergabung dalam proyek ini. Sungguh proyek yang sangat luar biasa.

Di lain sisi Indonesia dianggap sebagai salah satu negara yang memiliki pengaruh yang signifikan di kawasan pasifik. Pengaruh signifikan yang diberikan Indonesia pada akhirnya menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang dianggap sebagai middle power. Munculnya anggapan akan keberadaan Indonesia sebagai salah satu negara middle power pada akhirnya memunculkan ambisi yang kuat bagi Indonesia untuk dapat memenuhi kepentingan dan kebutuhannya secara spesifik dan berkelanjutan serta melakukan penguatan secara politik dan ekonomi.

Dalam menciptakan negara middle power dengan mengupayakan penguatan pada sektor ekonomi dan politik tentu saja akan memakan biaya yang sangat tinggi. Kebutuhan akan modal yang tinggi pada akhirnya mendorong Indonesia untuk menciptakan hubungan yang baik dengan China melalui program Belt Road Initiative.

Melihat besarnya peluang yang diberikan dalam pembangunan proyek ini, Indonesia tidak akan tinggal diam dan turut berkontribusi di dalamnya. Terhitung sudah sepuluh tahun lamanya sejak Presiden Joko Widodo menghadiri Belt Road Forum (BRF) pada 2013 lalu yang diikuti dengan berbagai penawaran yang diberikan China kepada Indonesia.

Pembangunan infrastruktur, peluang peningkatan investasi asing, konektivitas dan pengembangan ekonomi menjadi sebagian dari banyak penawaran yang menggiurkan Indonesia dalam proyek ini, lantas kemunculan proyek ini akan menjadi hal yang sangat disayangkan apabila Indonesia tidak dapat memanfaatkan peluang ini dengan baik dan bijaksana terlebih dalam penguatan ekonomi dan politik dalam menyongsong terciptanya negara middle power.

Bergabungnya Indonesia dalam proyek besar ini kemudian menghadirkan sebuah tanda tanya yang besar di mata masyarakat Indonesia. Apa benar dengan bergabungnya Indonesia dalam proyek besar ini akan menghadirkan keuntungan bagi Indonesia? Atau hanya menjadi jalan tikus bagi China dalam menguasai dunia melalui taktik jalur sutranya, serta kemunculan berbagai penawaran yang menggiurkan dan menjadi malapetaka bagi Indonesia, terlebih dalam konteks proyeksi kerjasama dengan China yang selalu menghadirkan pandangan negatif di mata masyarakat Indonesia.

Penandatangan kerjasama Indonesia dan China pada kebijakan Belt Road Initiative pada tahun 2016 lalu menjadi sebuah kontroversi yang pada akhirnya menciptakan dua kubu pemihakan di kalangan masyarakat Indonesia. Mereka yang setuju dengan perjanjian yang dilangsungkan Indonesia dan menganggap bahwa perjanjian ini menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk dapat menjadi negara middle power.

Melalui peminjaman modal dengan China Indonesia dapat mendorong percepatan terjadinya pembangunan infrastruktur, penguatan secara ekonomi dan politik.

Di lain sisi mereka yang berada pada kubu kontra dan beranggapan bahwa hal ini menjadi sebuah jalan bagi China untuk dapat menguasai Indonesia, dengan motif peminjaman modal yang menciptakan keterikatan dan ketergantungan bagi Indonesia yang berujung menjadi boomerang bagi Indonesia itu sendiri akibat gagal bayar (pengembalian modal).

Kekhawatiran besar yang hadir di kalangan masyarakat Indonesia dalam melihat perjanjian kerjasama dengan China terkhususnya dalam proyeksi kebijakan Belt Road Initiative berawal dari trauma akan berita yang menimpa negara Sri Lanka.

Siapa yang tak tahu dengan nasib yang terpaksa ditanggung oleh negara ini akibat kegagalan dalam mengembalikan modal kepada China dalam pembangunan pelabuhan Hambantota. Nasib yang sama pun menghantui masyarakat Indonesia terlebih dalam proyeksi kerjasama dengan China yang mengharuskan negara mitranya untuk menggunakan 70% bahan baku dan pekerja yang berasal dari China.

Di lain sisi pemerintah China juga mendorong terciptanya transaksi dengan menggunakan mata uang China dan Indonesia dalam konteks perdagangan (transaksi).

Kekhawatiran tersebut kemudian semakin menjadi-jadi saat China mengeluarkan kebijakan untuk mendevaluasi mata uangnya. kebijakan ini tentu akan berdampak negatif bagi Indonesia, hal ini dikarenakan devaluasi mata uang yang dilakukan China akan menyebabkan penurunan harga barang dari China dan berujung pada tersingkirnya barang lokal di pasar lokal maupun global karena memiliki harga lebih tinggi.

China yang menjadi mitra dagang terbesar Indonesia dalam tujuh tahun terakhir menjadi bukti kecil akan keberadaan kerjasama Belt Road Initiative yang tidak hanya menghadirkan dampak negatif tapi memberikan manfaat dan juga peluang besar bagi Indonesia.

Di lain sisi Luhut Binsar Panjaitan selaku menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyampaikan pendapatnya, jika selama ini Indonesia selalu mengalami kesulitan dalam mencari investor yang tepat untuk penanaman modal namun, kehadiran China menjadi jawaban dengan berbagai kriteria yang ditawarkanya. Dikatakan, sebelum penandatanganan perjanjian proyek Belt Road Initiative oleh Indonesia, total Investasi asing dari China tidak pernah melebihi batas 300 juta dollar per-tahunnya namun pasca penandatangan proyek Belt Road Initiative total investasi asing yang kemudian masuk di setiap tahunnya selalu mencapai angka 1 Miliar dollar Amerika.

Hal tersebut kemudian menjadi kabar baik bagi Indonesia, terlebih jika kita melihat gambaran yang akan didapatkan dalam 10 hingga 20 tahun ke depan yang tentunya akan memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi Indonesia itu sendiri.

Di lain sisi China menyandang status sebagai negara dengan jumlah wisatawan mancanegara terbanyak yang datang ke Indonesia, hal ini juga menjadi sebuah peluang bagi Indonesia dalam meningkatkan sektor pariwisatanya. Melalui kerjasama Belt Road Initiative ini juga, Indonesia dapat melangsungkan berbagai proyek pembangunan infrastruktur, penguatan secara ekonomi melalui perdagangan dan Investasi serta penguatan secara politik demi terciptanya negara middle power.

Pembukaan jalur perdagangan sutra Belt Road Initiative berarti membuka peluang yang besar untuk Indonesia. Lantas bagaimana kemudian negara kita dapat memanfaatkan peluang ini dengan sebaik mungkin? Pembukaan jalur perdagangan Belt Road Initiative bagi Indonesia kemudian tidak terlepas dari berbagai efek samping yang diberikan terlebih dalam konteks utang-piutang yang nyatanya menjadi suatu kekhawatiran yang perlu diperhatikan secara intens oleh pemerintah Indonesia.

Di samping berbagai kekhawatiran akan kerugian yang akan dialami kita juga perlu menelaah secara seksama akan berbagai keuntungan dan peluang yang kemudian hadir melalui kerjasama ini.

Segala kekhawatiran yang pada akhirnya muncul terlebih dalam konteks negara the middle power dalam menghadapi Belt Road Initiative ini nyatanya dapat diatasi melalui berbagai kebijakan dan perhatian yang diberikan oleh pemerintah Indonesia.

Berbagai manfaat yang diberikan menjadi hal yang perlu diperhatikan dan dimanfaatkan secara intens, jangan sampai peluang yang telah terbuka dengan sangat lebar hanya disia-siakan begitu saja.

Satu yang perlu diingat secara bersama, jangan sampai peluang yang sangat besar ini menjadi sebuah malapetaka bagi Indonesia dan segala hal yang baik tentu memiliki sisi buruknya dan begitupun sebaliknya.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya