Hakikat Mahasiswa Indonesia

Akhirnya, saya menuliskan soal ini. Soal perdebatan yang tidak pernah selesai di tahun 1960 - 1966. Bahkan, mungkin belum juga terjawab hingga saat ini.Para aktivis mahasiswa di kala itu di bingungkan oleh satu pertanyaan apakah gerakan mahasiswa itu adalah gerakan moral atau politik ?
Pertanyaan ini muncul bukan tanpa sebab. Sebab, munculnya pertanyaan ini karena kegelisahan dari para aktivis mahasiswa pada saat itu terhadap apa yang dimaksud dengan hakikat mahasiswa Indonesia. Upaya untuk menuntaskan kegelisahan itu dibuktikan dengan dinamisnya polemik yang tumbuh pada masa itu.
Sampai - sampai polemik itu tak berkesudahan dan membagi para aktivis mahasiswa menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok yang mengatakan bahwa gerakan mahasiswa merupakan kelompok yang bergerak berdasarkan moral yang tidak berhitung soal kuat atau lemah- tetapi hanya soal salah satu benar. Sementara, kelompok yang lain mengatakan bahwa gerakan mahasiswa adalah kelompok yang bergerak berdasarkan pertimbangan politik dengan memperhitungkan kuat atau lemah.
Pergulatan inilah yang saya maksud sebagai upaya para aktivis mahasiswa untuk mencari apa sebenarnya hakikat dari mahasiswa Indonesia. Apakah mahasiswa Indonesia itu adalah kekuatan moral atau politik? Oleh sebab itu, dalam tulisan ini kita perlu menjawab dua pertanyaan penting tersebut: Pertama, apakah hakikat mahasiswa Indonesia? Kedua, apakah dasar dari gerakan mahasiswa; moral atau politik ?
Hakikat Mahasiswa Indonesia
Sebelum kita membahas tentang apa hakikat mahasiswa Indonesia? Ada baiknya, kita mulai dengan menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan hakikat. Hakikat bisa dikatakan sebagai sebab terdalam dari “adanya” sesuatu.
Jika merujuk kepada pendapat Aristoteles (350 SM), hakikat adalah eksistensi dari segala sesuatu yang di dalamnya terdapat substansi dan aksidensi. Substansi adalah sebab terdalam dari “adanya” objek. Sedangkan, aksidensi adalah atribut yang menempel kepada sebuah objek tetapi sifatnya tidak “inheren.” Singkatnya, aksidensi adalah sesuatu yang dapat berubah atau hilang tanpa mengubah substansi dari objek tersebut.
Mahasiswa sering disebut sebagai kaum intelektual. Kemudian, ditambahkan atribut lain seperti aktivis untuk menegaskan bahwa pengetahuan yang mereka miliki semata - mata digunakan untuk membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Secara tidak langsung mereka adalah orang yang tidak hanya memikirkan diri sendiri. Mungkin, bisa dikatakan bahwa setengah dari kehidupan mereka dihibahkan untuk membantu orang lain.
Ada juga yang menyebut mahasiswa sebagai kaum muda yang menggerakkan roda sejarah. Mereka adalah orang - orang yang menciptakan berbagai macam momentum yang pada akhirnya menjadi peristiwa sejarah yang besar. Di Indonesia mahasiswa selalu memegang peranan penting.
Bisa dikatakan mereka adalah tonggak dari setiap perubahan besar yang terjadi di Indonesia. Sebut saja seperti yang terjadi pada tahun 1928 ,1945 ,1996, 1998. Melalui deretan tahun ini kita bisa melihat bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah tentang kaum muda yang sadar tentang tanggungjawab mereka terhadap masa depan bangsa.
Tetapi benarkah hakikat mahasiswa Indonesia persis seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Mereka diberi label sebagai intelektual, aktivis , kaum muda, atau label - label lainnya dengan segudang definisi. Lantas, apakah jika semua hal tadi ditinjau melalui definisi hakikat bisa dikatakan sebagai substansi atau aksidensi?
Menurut saya semua penjelasan tentang hakikat mahasiswa Indonesia sebelumnya masuk ke dalam aksidensi. Sedangkan, substansi sebenarnya adalah kumpulan manusia politik yang sedang menjalankan perannya sebagai warga untuk mencapai telos-nya di dalam kehidupan publik. Jadi, bisa kita dikatakan bahwa hakikat mahasiswa Indonesia adalah kumpulan manusia politik yang menjelaskan peran sebagai warga.
Gerakan Mahasiswa: Moral atau Politik
Jika hakikat mahasiswa adalah manusia politik yang menjalankan peran sebagai warga. Maka, gerakan mahasiswa adalah sebuah bentuk dari upaya politik dari setiap manusia politik untuk mencapai telos-nya di dalam kehidupan publik. Atau secara gamblang bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan politik.
Tentu, bagi kawan - kawan yang menganggap bahwa gerakan mahasiswa itu adalah gerakan moral akan marah karena jawaban saya ini. Tetapi, sebelum kawan - kawan marah. Biarkan saya menjelaskan apakah maksud dari jawaban saya.
Pertama - tama, saya mengerti bahwa sebagian dari kita memang jengah melihat para politisi menampilkan wajah politik yang penuh dengan kerakusan ,ketamakan, kecurangan dan akrobat politik lainnya yang membuat kita semakin pesimis.Kejengahan kita itu yang kemudian membuat pemaknaan kita terhadap politik itu buruk. Lalu, keburukan itu pula yang membuat kita mengambil kesimpulan bahwa politik tidak memiliki nilai - nilai moral di dalam dirinya.
Di sisi lain tidak bisa dipungkiri bahwa politik telah dirusak maknanya oleh para pelakunya.Bahkan, akibat rusaknya makna politik, membuat politik seolah terpisah atau dipisahkan dari manusia yang sejatinya adalah makhluk politik. Lepas atau dilepaskannya manusia dari politik sama dengan membiarkan manusia kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan telos-nya di dalam kehidupan publik.
Aristoteles (350SM) pernah berpendapat bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk politik. Ia menyebutnya sebagai zoon politikon. Secara etimologis “zoon” berarti binatang dan “politikon” berarti politik. Konsep ini menjelaskan bahwa pada dasarnya “genus” manusia dan binatang itu sama. Sedangkan, yang membedakan keduanya adalah kemampuan berpolitik.
Kemampuan berpolitik yang dimaksud di sini adalah kemampuan untuk membentuk sebuah komunitas dengan memaksimalkan kemampuan berkomunikasi,berpikir dan membuat keputusan. Melalui kemapuan itu pula manusia bisa untuk memenuhi telos-nya untuk menghasilkan berbagai nilai keutamaan seperti kebebasan, keadilan, kesetaraan,persaudaraan, serta nilai keutamaan lainnya di dalam kehidupan publik.
Melalui deretan penjelasan sebelumnya, ada lima hal yang bisa kita simpulkan yaitu: Pertama, politik merupakan sesuatu yang telah ada di dalam diri manusia. Dorongan untuk melakukan interaksi dengan manusia lain di dalam kehidupan berkomunitas adalah manifestasi dari politik.
Kedua, politik adalah tindakan. Politik menuntun manusia terlibat aktif di dalam kehidupan berkomunitas.
Ketiga, politik merupakan tindakan komunikatif antara warga (speech action). Politik mengharuskan ada percakapan antara warga tentang berbagai hal yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Keempat, politik menolak kekerasan sebab politik merupakan speech action. Itu artinya di dalam politik, dialektika antara warga hanya bertumpu kepada argumentasi.
Kelima, Politik hanya disebut politik jika menghasilkan berbagai nilai keutamaan di dalam kehidupan publik. Nilai keutamaan seperti kebebasan, keadilan , kesetaraan dan persaudaraan harus terselenggara di kehidupan publik, dan tentu saja itu semata - mata untuk mencapai kebahagian bersama.
Dengan membaca deretan penjelasan panjangan sebelumnya, maka bisa dikatakan bahwa secara filosofis politik dan moral bukanlah dua hal yang terpisah. Tetapi moralitas adalah sesuatu yang telah ada di dalam politik. Kemudian, politik bukan hanya soal oportunisme semata - mata.
Tetapi, politik adalah upaya untuk memperjuangkan nilai keutamaan terselenggara di kehidupan publik.Terakhir, melalui tulisan ini saya juga berharap agar mahasiswa Indonesia menyadari hakikatnya sebagai manusia politik.
Kesadaran itu yang kemudian menggerakkan dirinya untuk selalu terlibat aktif di dalam memperjuangkan kehidupan publik yang ideal.Hal ini juga sekaligus menegaskan bahwa setiap mahasiswa tidak boleh untuk bersikap “apolitis”. Sebab, bersikap “apolitis” sama saja dengan “me-nihil-kan” hakikat mahasiswa itu sendiri.
Artikel Lainnya
-
34627/06/2024
-
81419/12/2023
-
93321/12/2023
-
Filsafat Hukum Islam: Konsep dan Aplikasinya dalam Konteks Modern
73429/07/2024 -
Alat Peraga Kampanye dan Pohon-Pohon yang Terlukai
38514/01/2024 -
Menghadirkan Kembali Islam Sebagai Agama Pembela Kaum Mustadh'afin
239019/11/2020