Kenapa Negara Kita Masih Dilema Tentang Hukuman Mati?

Periset Bidang Studi Kebijakan Publik & HAM, Aktivis Amnesty International Indonesia
Kenapa Negara Kita Masih Dilema Tentang Hukuman Mati? 27/06/2024 244 view Hukum PascasarjanaUMSU

Hukuman mati selalu menjadi topik yang kontroversial di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah kita masih terlihat dilema dalam mengambil keputusan mengenai penjatuhan hukuman mati. Ada yang berpendapat bahwa hukuman mati merupakan cara efektif untuk menekan angka kejahatan berat seperti narkoba dan pembunuhan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, benarkah hukuman mati terbukti efektif dalam menurunkan tingkat kejahatan?

Banyak penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati tidak memiliki korelasi signifikan dengan penurunan tingkat kejahatan. Sebagai contoh, laporan dari Amnesty International menyebutkan bahwa negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati tidak memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang telah menghapus hukuman tersebut. Selain itu, dalam buku The Death Penalty: An International Perspective, Roger Hood menulis, "tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati memiliki efek deteren yang lebih kuat dibandingkan hukuman penjara seumur hidup."

Di Indonesia sendiri, meskipun hukuman mati masih dijatuhkan, tingkat kejahatan, terutama kasus narkoba, masih tinggi. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba di Indonesia meningkat setiap tahun. Ini menunjukkan bahwa hukuman mati tidak efektif dalam menekan kejahatan narkoba.

Daripada terus menggantungkan harapan pada hukuman mati, sudah saatnya pemerintah fokus pada pembenahan akar masalah sosial yang menjadi penyebab utama kejahatan. Kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, pengangguran, dan ketidaksetaraan ekonomi adalah beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan.

Menurut Profesor Jeffrey Fagan dalam bukunya Capital Punishment: Deterrent Effects & Capital Costs, "penyelesaian masalah kejahatan harus dimulai dari akar permasalahan sosial yang mendasarinya." Ini berarti bahwa upaya yang lebih besar harus diarahkan pada peningkatan kesejahteraan sosial, seperti penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang berkualitas, dan akses layanan kesehatan yang memadai.

Hukuman mati juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai hak asasi manusia. Pasal 28I UUD 1945 menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Mengambil nyawa seseorang, meskipun melalui proses hukum, tetap menjadi tindakan yang kontroversial dan melanggar hak fundamental manusia.

Amnesty International dalam laporan tahunannya menekankan bahwa "hukuman mati adalah bentuk hukuman yang paling kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia." Dengan terus menerapkan hukuman mati, Indonesia berisiko melanggar komitmennya terhadap perlindungan hak asasi manusia.

Sebagai alternatif, hukuman penjara dengan rehabilitasi dapat menjadi solusi yang lebih manusiawi dan efektif. Sistem penjara yang fokus pada rehabilitasi dapat membantu pelaku kejahatan untuk berubah dan kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif. Negara-negara seperti Norwegia dan Swedia telah berhasil menerapkan sistem penjara yang lebih manusiawi dan rehabilitatif, yang pada gilirannya menurunkan tingkat residivisme atau pengulangan kejahatan.

Selain itu, program-program pencegahan kejahatan melalui pendidikan dan pemberdayaan masyarakat perlu diperkuat. Misalnya, memberikan pendidikan yang berkualitas dan pelatihan keterampilan bagi anak-anak muda di daerah rawan kejahatan dapat mengurangi potensi mereka untuk terlibat dalam kegiatan kriminal.

Pendekatan restoratif juga dapat menjadi salah satu solusi dalam penanganan kejahatan. Pendekatan ini fokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Melalui mediasi dan dialog, pendekatan ini dapat membantu korban mendapatkan keadilan dan pelaku menyadari kesalahannya serta berusaha memperbaikinya.

Howard Zehr dalam bukunya Changing Lenses: A New Focus for Crime and Justice menulis, "pendekatan restoratif menempatkan keadilan pada konteks penyembuhan dan rekonsiliasi, bukan pada balas dendam." Dengan pendekatan ini, diharapkan pelaku kejahatan dapat menyadari dampak perbuatannya dan berusaha memperbaiki diri.

Pemerintah Indonesia masih terlihat dilema dalam mengambil sikap mengenai hukuman mati. Meskipun dianggap sebagai solusi untuk menekan kejahatan berat, bukti-bukti menunjukkan bahwa hukuman mati tidak efektif dalam menurunkan tingkat kejahatan. Sebaliknya, fokus pada pembenahan akar masalah sosial, peningkatan kesejahteraan, pendidikan, dan pendekatan restoratif dapat menjadi solusi yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.

Hukuman mati juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai hak asasi manusia, yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam sistem hukum kita. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih manusiawi, pemerintah tidak hanya akan lebih efektif dalam menangani kejahatan tetapi juga akan lebih menghormati hak asasi manusia dan meningkatkan citra Indonesia di mata internasional.

Sudah saatnya kita meninggalkan hukuman mati dan beralih ke solusi yang lebih adil dan manusiawi. Mari kita bersama-sama mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi dalam sistem hukum dan sosial demi Indonesia yang lebih baik dan lebih adil.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya