Gibran yang Diperdebatkan : Politik Dinastikah?

Mahasiswa Universitas Merdeka Malang
Gibran yang Diperdebatkan : Politik Dinastikah? 26/07/2020 1152 view Opini Mingguan Kumparan.com

Nama Gibran Rakabuming Raka akhir-akhir ini menjadi buah bibir masyarakat baik dari tingkatan daerah hingga ke tingkat Nasional. Namanya menjadi sering diperbincangkan publik pasalnya dia maju dalam kontestasi Pemilihan Walikota ( Pilwakot) Solo. Yang menjadi perbincangan Publik bukan karena beliau ikut berpartisipasi dalam Pilwakot tersebut, melainkan karena ia maju dikontestasi Pilwakot dan diusung oleh Partai yang pernah dan kini diduduki oleh ayahnya Jokowi yang kini menjadi Presiden Republik Indonesia.

Majunya Gibran dalam kontestasi Pilwakot Solo merupakan sejarah baru dalam dinamika politik Indonesia dimana anak dari Presiden yang masih berkuasa ikut berkontestasi dalam Pilwakot. Majunya Gibran dalam Pilwakot Solo hingga kini masih menjadi perdebatan publik. Dari pihak yang satu mengatakan ada indikasi politik dinasti yang dibangun antara Gibran dan ayahnya Jokowi yang saat ini sedang berkuasa di Republik ini ( Presiden) yang sebelumnya pernah menjadi Wali Kota Solo.

Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga. Dinasti politik lebih indentik dengan kerajaan. sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. (https://mkri.id).

Apakah majunya Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi Pilwakot Solo merupakan wujud nyata politik dinasti yang bertujuan mempertahankan kekuasaan politik yang selama ini dijalankan? Pertanyaan ini memiliki jawabannya yang begitu beragam dengan alasan-alasan yang semuanya dapat diterima dengan akal.

Di satu sisi publik hari ini masih memperdebatkan antara politik dinasti itu sendiri dengan hak warga negara yang sudah dituangkan dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (3) menentukan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Publik memang sulit juga mengklaim bahwa majunya Gibran di Pilwalkot Solo sebagai wujud dinasti politik untuk melanggengkan kekuasaan keluarga mereka, karena sudah ada regulasi jelas yang mengatur hak masyarakat untuk aktif berpolitik dalam hal ini ikut dipilih dan memilih.

Jika memang keterlibatan Gibran dalam Pilwakot Solo atas dasar ‘nafsu’ untuk melanggengkan kekuasaan keluarga maka saya menduga kuat jika Gibran menang dan berkuasa dalam hal ini memimpin Solo lima tahun ke depan kebijakan yang dibuat hanya merupakan kebijakan boneka yang ditentukan oleh keluarga atau orang-orang terdekat Gibran.

Diusungnya Gibran oleh PDI- Perjuangan, saya menduga kuat bertujuan untuk melanjutkan estafet kepemimpinan Solo yang akhir-akhir ini selalu dikuasi oleh orang-orang PDI-P. Yang saya khawatirkan adalah PDI-P hanya menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai bantu loncatan belaka agar PDI-P terus berkuasa di Solo (semisal Gibran Menang dalam Pilwakot ), serta yang saya takutkan adalah kebijakan yang dibuat oleh Gibran ditunggangi oleh kepentingan PDI-P.

Posisi Gibran pada saat ini yang maju dalam Pilwakot Solo adalah suatu wujud nyata kehadiran negara dalam memenuhi hak-hak warga negara yang salah satunya adalah berhak secara aktif untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik termasuk berhak untuk dipilih (dalam konteks ini berhak untuk dipilih menjadi Wali Kota Solo).

Ya! Memang betul sebagai Warga Negara Gibran memiliki hak yang kuat untuk maju dalam Pilwakot. Namun, bagi saya Gibran terlalu buru-buru dalam mengambil keputusan untuk maju dalam Pilwakot ini. Mengapa saya mengatakan demikian, karena memang posisinya saat ini selain menjadi warga negara biasa ia juga adalah anak orang nomor satu di Indonesia ( Presiden) saat ini. Saya pribadi tidak membatasi Gibran untuk bertarung dalam Pilwakot Solo, namun alangkah lebih baik bagi Gibran maju atau bertarung di periode selanjutnya. Lebih baik bagi saya saat ini jika Gibran mau menjadi politisi maka dia harus star dari nol semisal menjadi kader biasa dalam partai.

PDI-P bagi saya juga terlalu buru-buru dalam memilih Gibran untuk diusungkan dalam pertarungan Pilwakot Solo. Bagi saya, Gibran masih minim pengalaman untuk berpolitik apalagi sekelas Pilwakot tersebut. Yang menjadi pertanyaan dasar saya adalah apakah memang PDI-P mengalami krisis kader sehingga PDI-P secara berani dan optimis untuk mengusung Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi Pilwakot Solo? Atau apa dasar, landasan atau kriteria bagi PDI-P sehingga lebih memilih Gibran dari pada kader-kader asli PDI-P yang telah berproses secara total bersama partai selama ini.

Untuk mengakhiri perdebatan panjang publik tentang dinasti politik atau murni karena memang Gibran maju karena dia mempunyai hak, biarkanlah publik atau masyarakat Solo yang menjawab semua itu.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya