Gheotermal dan Ancaman Keberlanjutan Kehidupan Masyarakat Poco Leok

Kader Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cab. Denpasar, Mahasiswa Fakultas Hukum Unive
Gheotermal dan Ancaman Keberlanjutan Kehidupan Masyarakat Poco Leok 10/10/2025 92 view Politik Sumber Gambar Instagram Jatamnas

Poco Leok merupakan nama sebuah kampung di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di kampung yang sunyi dan kecil inilah masyarakat menaruh harapan akan kehidupan yang tiada akhir dan penuh makna, dan sayangnya harapan akan kehidupan yang tiada akhir ini, kian menipis karena adanya geothermal (panas bumi) di kampung tersebut.

Penetapan lokasi geothermal ini berangkat dari surat Keputusan Menteri ESDM No. 2268 K/30/MEM/2017 Tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi, lalu dilanjutkan SK Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit bernomor: HK/417/2022 tentang penetapan lokasi pengeboran untuk perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Poco Leok. Pembangunan geothermal di Poco Leok ini, merupakan upaya pengembangan PLTP Ulumbu yang bertujuan untuk meningkatkan akses listrik dan kesejahteraan masyarakat, serta mendukung upaya pemerintah dalam mencapai net-zero emission. Proyek ini juga tidak terlepas dari tujuan untuk memperluas pasokan energi listrik di Pulau Flores.

Ada pertimbangan lain dari pemerintah mengapa Flores ditetapkan sebagai Pulau Geothermal, yaitu untuk mengganti penggunaan diesel khususnya di daerah Flores, hal ini disebabkan penggunaan diesel menjadi beban subsidi bagi negara. Dalam satu tahun, untuk di kawasan Flores saja, beban subsidi BBM-nya mencapai Rp1 triliun.

Tentu di tengah krisis iklim yang terjadi saat ini, Indonesia bahkan dunia semakin gencar membangun pembangkit listrik yang bersumber dari energi yang terbarukan. Energi panas bumi (atau energi geothermal) sendiri adalah sumber energi yang relatif ramah lingkungan karena berasal dari panas dalam bumi.

Air yang dipompa ke dalam bumi oleh manusia atau sebab-sebab alami (hujan) dikumpulkan ke permukaan bumi dalam bentuk uap, yang bisa digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin untuk memproduksi listrik. Dan sekitar 40 persen cadangan energi geothermal dunia saat ini terletak di bawah tanah Indonesia, maka negara Indonesia diperkirakan memiliki cadangan-cadangan energi geothermal terbesar di dunia, oleh karena itu Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi untuk sumber energi terbarukan.Tentu hal ini juga disebabkan karena letak geografis Indonesia yang sangat strategis dalam wilayah tumbukan lempeng tektonik dan garis khatulistiwa, membuat negara ini memiliki cadangan energi yang cukup besar.

Hal tersebut sejalan dengan wacana yang dibangun oleh pemerintah, bahwa geothermal merupakan energi yang ramah lingkungan. Wacana yang dibangun oleh pemerintah ini memiliki keterkaitan dengan pandangan Michel Foucault tentang kekuasaan. Michael Foucault menjelaskan pengetahuan sebagai bentuk atau wujud kekuasaan, kekuasaan selalu ditopang oleh pengetahuan yang menjelma menjadi formasi wacana. Kemudian wacana tersebut yang diklaim sebagai wajah kekuasaan.

Dibalik wacana yang dibangun tersebut, geothermal ini juga memberikan banyak luka hingga hampasan air mata yang terus keluar terutama dari masyarakat Poco Leok. Karena, selain masih bercorak eksploitatif, sistem energi geothermal juga berpotensi memperluas konflik agraria dan meningkatkan ancaman kriminalisasi terhadap rakyat dan beberapa hal tersebut sudah di rasakan oleh masyarakat Poco Leok.

Selain itu, masyarakat khawatir menjalani kehidupan di bawah bayang- bayang ancaman bencana longsor, gas beracun, amblasan, kekeringan, kebakaran dan serba ketidakpastian tanpa akhir.

Selain itu, masyarakat Poco Leok menolak geothermal karena takut akan nasib mereka ke depannya, karena proyek gheotermal di wilayah Mataloko menjadi cerminan bagi mereka bahwa proyek gheotermal tidak seindah apa yang mereka bayangkan pada saat sosialisasi dari pemerintah.

Dari bayang-bayang yang terjadi di Mataloko, saat ini sudah mulai merasakan dampaknya yaitu adanya penurunan hasil pertanian kopi kejadian ini tidak menutup kemungkinan kondisi yang dirasakan masyarakat Mataloko akan dirasakan juga oleh masyarakat Poco Leok.

Tentu situasi dan perjuangan yang dilakukan masyarakat Poco Leok saat ini sangat erat sekali dengan teori perjuangan kelas dari Karl Marx. Di dalam teori ini menjelaskan bahwa dalam masyarakat terdapat dua kelompok yang saling berhadapan secara tak terdamaikan yaitu antara kelas atas dan kelas tertindas. Pertentangan antara kelas ini pada dasarnya dikarenakan adanya perbedaan kepentingan dari kelas-kelas yang ada. Dalam konteks gheotermal Poco Leok pertarungan kelas terlihat jelas, yaitu antara masyarakat Poco Leok dan pemerintah yang menjadi tameng pengusaha.

Ironisnya saat masyarakat Poco Leok melakukan aksi protes agar pembangunan gheotermal ini tidak dilanjutkan, mereka diintimidasi dan berhadapan dengan tindakan represif dari aparat keamanan. Padahal perjuangan yang mereka bangun merupakan perjuangan yang organik, karena perjuangan ini lahir dari keresahan mereka sendiri.

Berbeda halnya ketika pemerintah Provinsi NTT hadir untuk berdialog dengan masyarakat Poco Leok, mereka dilindungi oleh aparat yang sambil menenteng senjata laras panjang, seakan-akan masyarakat Poco Leok merupakan buronan yang selama ini belum ditemukan keberadaanya. Kondisi ini menyebabkan munculnya pikiran ambigu dari masyarakat Poco Leok, tentang tugas pemerintah yang sebenarnya untuk menyejahterakan rakyat melalui kebijakan malah sebaliknya menjadi penindas bagi rakyat dan aparat sebagai pengayom masyarakat justru menjadi tameng kekuasaan.

Tentu dengan kondisi yang terjadi di Poco Leok, pemerintah Provinsi NTT harus sadar bahwa kekuasaan yang mereka punya saat ini, merupakan pemberian dari rakyat. Sehingga dalam menjalankan pemerintahannya betul-betul untuk kepentingan rakyat. Mereka harus mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menjalankan program-programnya, dan tidak menempatkan rakyat sebagai objek kekuasaan murni.

Sebagai mahasiswa berharap agar adanya kesadaran secara kolektif dari seluruh masyarakat di Pulau Flores dan lebih khususnya daerah-daerah yang sudah ditetapkan untuk pembangunan gheotermal untuk memikirkan dampak dari pembangunan gheotermal tersebut. Jangan mudah terhegemoni dengan ucapan dan wacana yang dibangun oleh pemerintah “Demi Kepentingan Rakyat dan Pembangunan” sehingga kita mempertaruhkan masa depan anak cucu kita. Seperti yang dikatakan Roki Gerung bahwa, pencipta hoax terbaik itu adalah penguasa

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya