Demonstrasi Kenaikan BBM, Jangan Diseret Emokrasi
Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan untuk menaikan harga BBM, pada hari Sabtu tanggal 03 September 2022, tepatnya Pkl 14.30 WIB. Kenaikan harga BBM ini tentunya akan berimbas pada kenaikan harga produk lainnya yang memiliki kaitan erat dengan BBM, misalnya kenaikan tarif listrik, harga sembako, tarif transportasi dan beberapa kebutuhan lainnya.
Seperti biasanya setiap ada kebijakan baru yang dihasilkan tentu harus melewati proses dan berbagai macam pertimbangan, termasuk di antaranya adalah soal dampak yang diperoleh dari keputusan tersebut, entah itu keuntungan maupun kerugian yang harus diterima. Seperti biasanya pula, setiap kebijakan atau keputusan tentu tidak akan memuaskan semua orang. Apalagi ketika masing-masing orang atau kelompok mempertimbangkan setiap kebijakan berdasarkan kepentingan pribadi atau golongan.
Sejak diumumkan adanya kenaikan harga BBM, muncul berbagai reaksi baik itu pihak yang menerima maupun pihak yang menolak. Pihak yang menerima menilai bahwa kebijakan ini adalah langkah yang tepat dari pemerintah yang salah satunya untuk membendung subsidi yang masih salah jalur ke pihak elite. Sedangkan pihak yang menolak menilai bahwa kenaikan harga BBM akan membuat rakyat semakin sengsara. Pihak yang menerima kebijakan ini akan tenang-tenang saja sambil berpikir langkah apa yang bisa dilakukan dalam menghadapi kenaikan BBM ini. Sedangkan pihak yang menolak, biasanya akan disertai dengan upaya untuk menyalurkan asipirasi mereka, termasuk salah satunya adalah dengan melakukan demonstrasi. Jika kita mengamati secara langsung di lapangan atau mengikuti berita di media sosial, kita akan menyaksikan banyak organisasi, masyarakat di berbagai daerah, melakukan aksi unjuk rasa atau demonstrasi menolak kenaikan harga BBM.
Demontrasi adalah suatu hal yang wajar karena Indonesia merupakan negara demokrasi yang ciri khasnya adalah memberikan kebebasan berekspresi kepada setiap warga masyarakat. Konstitusi juga mengatur pemberian kebebasan berekspresi sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hal ini tertuang secara hukum dalam UUD 1945, Pasal 28 berbunyi: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang." Namun demikian perlu diperhatikan pula bahwa hal itu tidak berarti semua orang bisa menggunakan kebebasan berpendapat dengan melegalkan segala cara. Atas pertimbangan itu maka telah dibuat pula tata cara penyampaian pendapat kepada masyarakat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.
Unjuk rasa atau demonstrasi merupakan bentuk pelaksanaan hak atas kebebasan berekspresi dan tidak melanggar hukum. Secara konstitusional hal tersebut tidak dilarang, dan kalaupun ada yang melarang, itu sama saja dengan menghalangi dan merampas hak kebebasan orang sebagai warga negara. Namun demikian, demonstrasi secara anarkis tetap tidak dibenarkan. Demonstrasi anarkis adalah bukti kesalahpahaman tentang sifat dasar negara-negara demokratis. Negara telah mengizinkan kebebasan berekspresi melalui demonstrasi, namun tetap ada juga jalur hukum yang harus dihormati.
Sayangnya, demonstrasi seringkali gagal karena demonstran dapat diprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan ditunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan. Selain itu, para demontran kadang kurang memahami suatu konteks persoalan tentang apa yang ingin disampaikan, apalagi hanya ikut-ikutan dalam berunjuk rasa. Dalam hubungan dengan kenaikan harga BBM misalnya, para demonstan kadang kurang memahami mengapa pemerintah harus menaikan harga BBM, apa akibatnya jika harga BBM tidak dinaikan, dan apa solusinya jika harga BBM tidak perlu dinaikan. Kekurangpahaman tentang suatu persoalan, kadang menjadi penyebab gagalnya demontrasi itu sendiri. Karena itulah dalam demonstrasi seringkali yang digunakan adalah emosi, dan mengabaikan rasionalitas. Demonstrasi seringkali berujung pada anarki dan huru hara, karena demonstrasi seringkali digunakan sebagai wahana untuk mengekspresikan emosi daripada sebagai kesempatan untuk menyampaikan aspirasi.
Di tengah hegemoni tersebut, rakyat (pendemo) harus menyadari bahwa demokrasi tidak boleh terseret oleh “emokrasi”. Makna demokratisasi justru akan semakin kerdil ketika kita terseret ke dalam ikatan emosional akibat obsesi para elit. Mari tegakan demokrasi dengan berdemonstrasi secara cerdas tanpa terombang-ambing oleh emosi yang menyesatkan. Gunakan hak Anda untuk kebebasan berbicara dengan tepat dan wajar. Tetap berpegang pada kebenaran dan hindari anarki. Demonstrasi jangan terbawa oleh emokrasi yang justru menodai keluhuran demokrasi.
Artikel Lainnya
-
26104/10/2025
-
134913/12/2020
-
755721/03/2020
-
Membumikan Kesadaran Tentang Aku di Tengah Pandemi
108924/08/2021 -
Pentingnya Mengenali Potensi Diri Sebagai Bekal Masa Depan
220826/12/2024 -
Agama dan Pengenalan Jati Diri
242402/08/2020
