Bonus Demografi, Mau Dibawa Kemana?

Admin The Columnist
Bonus Demografi, Mau Dibawa Kemana? 21/02/2020 3010 view Catatan Redaksi Infogunungkidul.com

Setiap pekan, di hari Jumat, The Columnist menyajikan tulisan dari meja redaksi dengan mengangkat isu publik yang tengah berkembang dan patut diperbincangkan.

Kali ini, catatan redaksi ditulis oleh Bung Supriyadi, mengangkat isu penting mengenai bonus demografi yang tengah dialami Indonesia saat ini. Disampaikan secara ringan, namun membawa pesan penting khususnya bagi para milenial. 

Selamat Membaca!



Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini sedang melambat meskipun belum sampai kepada taraf krisis moneter dunia.

Di tengah-tengah perekonomian dunia yang sedang melambat tersebut, kita justru memiliki secercah harapan yang cukup besar. Harapan tersebut berasal dari struktur penduduk Indonesia yang cukup menguntungkan secara demografi.

Mulai tahun 2020 ini hingga beberapa tahun ke depan, bangsa kita tercinta menikmati anugerah yang disebut sebagai bonus demografi.

Bonus demografi ini hanya akan dialami oleh sebuah bangsa sekali selama rentang keberadaan bangsa tersebut. Bonus demografi tidak akan datang menghampiri dua kali. Untuk itu kita harus benar-benar memanfaatkan dan semaksimal mungkin memperpanjang masa adanya bonus demografi yang membawa jendela kesempatan atau “window of oppurtunity” menuju tingkat kesejahteraan.

Dengan bonus demografi, negara kita memiliki peluang menjadi negara maju dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ini dikarenakan melimpahnya penduduk usia produktif yang diharapkan akan mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara optimal.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa saat ini negara kita memiliki struktur penduduk usia produktif yang terus meningkat jumlahnya. Kaum muda Indonesia sekarang ini berjumlah lebih dari sepertiga, atau lebih dari 65 juta jiwa.

Tentu banyaknya jumlah penduduk produktif tersebut menguntungkan, apa lagi bila kita memiliki formula untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni, berkarakter dan berdaya saing. Nah di sinilah persoalannya.

Bonus demografi ini, bukan hanya bonus yang cuma-cuma, namun bonus ini harus diikuti dengan prasyarat agar bonus demografi ini benar-benar mampu menciptakan peluang untuk kemajuan bersama menjadi kenyataan. Jika syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi bisa jadi bonus demografi ini menjadi bumerang atau justru menjadi bencana demografi.

Pembangunan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari manusianya, dan membentuk kualitas sumber daya manusia tidaklah dapat dicapai dengan instan. Pembentukan manusia Indonesia yang memiliki kualitas, kapasitas dan kapabilitas yang unggul harus dimulai sejak masih dalam kandungan.

Masih tingginya angka stunting di Indonesia memberikan gambaran kepada kita, bahwa kita tidak siap untuk membentuk kualitas sumber daya manusia yang berkualitas ke depan. Sebab sudah kita ketahui bersama bahwa stunting dapat menyebabkan lambatnya perkembangan otak yang akan mempengaruhi peluang dalam mengenyam pendidikan dan memperoleh pekerjaan yang layak di kemudian hari. Dan kasus stunting ini masih dialami hampir sepertiga balita di Indonesia. Untuk itu perlu diperhatikan nutrisi dan gizi ibu hamil di Indonesia hingga kelahiran si kecil sampai dengan usia 2 tahun.

Selain kasus stunting tersebut, saat ini kita dihadapkan pada potret pendidikan di Indonesia yang masih belum menggembirakan. Kita memiliki ketimpangan dalam bidang pendidikan. Timpangnya sarana dan prasarana pendidikan dan kualitas guru membuat terjadinya disparitas mengenai capaian pendidikan antar wilayah. Tidak bisa kita pungkiri terjadi perbedaan capaian pendidikan antara wilayah timur Indonesia dengan wialyah tengah atau barat Indonesia, wilayah perkotaan dengan wilayah pedesaan serta wilayah pedalaman, terpencil, terluar dan perbatasan dengan wilayah yang lainnya.

Persoalan kebijakan pendidikan di tingkat makro semakin lengkap mewarnai kendala kita dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Persoalan-persoalan makro tersebut antara lain adalah sering ganta-gantinya kurikulum yang membingungkan peserta didik, guru ataupun pengelola pendidikan hingga persoalan yang sering kali muncul dan dijadikan perdebatan yaitu penting tidaknya UN sebagai tolok ukur keberhasilan belajar siswa. Semua itu membuat mutu kualitas pendidikan kita terasa jalan di tempat. Hal ini tentunya membuat mutu kualitas sumber daya manusia Indonesia tumbuh tidak optimal.

Penciptaan lapangan kerja untuk penduduk usia produktif dibarengi dengan tingkat upah yang memadai harus terbuka lebar. Jika hal ini tidak dilakukan maka yang terjadi adalah pengangguran usia produktif dan ini akan mengancam bonus demografi yang sedang kita rasakan saat ini. Dan ancaman pengangguran terbuka ini semakin terasa jika kita membaca media hari-hari ini bahwa beberapa perusahaan besar di Indonesia sedang ramai-ramainya melakukan PHK kepada karyawannya. Bahkan media online thecolumnist.id mengangkat isu ini menjadi opini mingguannya.

Dari sisi aspek pembangunan gender sebagai syarat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa, kita juga masih mengalami ketimpangan. Tidak kita pungkiri bahwa partisipasi perempuan di dunia kerja makin hari makin meningkat namun dari sisi upah juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki.

Tantangan dan kendala dalam rangka memanfaatkan datangnya bonus demografi bukan hanya dari sisi pendidikan dan penciptaan lapangan pekerjaan saja seperti tersebut di atas, namun tantangan dan kendala juga muncul dari diri generasi muda dan remaja Indonesia yang tidak bisa dan tidak memiliki ketrampilan diri dari perilaku beresiko seperti terjerat dalam kasus narkoba, kecanduan merokok, terjerumus ke dalam seks bebas hingga terkena penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, terjadinya pernikahan dini, hingga kepada kehamilan yang tidak diinginkan yang mengakibatkan terjadinya aborsi tak aman. Untuk itu diperlukan program yang mengarahkan mereka kepada peningkatan kesehatan reproduksi, termasuk juga program mengenai perencanaan keluarga termasuk di dalamnya adalah keluarga berencana.

Di akhir catatan redaksi ini penulis hanya akan memberikan catatan berupa pertanyaan yaitu “Sudah Adakah Formula Kita dalam Memanfaatkan Datangnya Bonus Demografi” lalu pertanyaan kedua “Bonus Demografi Ini, Mau di Bawa Kemana?” Jangan sampai kita terkenal menjadi bangsa yang hanya dihampiri oleh berbagai macam kesempatan namun gagal memanfaaatkannya. 

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya