Paradigma Pembangunan di Era Normal Baru
Pembangunan selama ini selalu dipahami dengan bentuk fisik (tangible) saja, berupa infrastuktur atau sarana prasarana. Sementara, pembangunan non-fisik (intangible) terkadang dilupakan.
Parameter standarnya pun berupa terbatas pada kuantitas dan kuantitas gedung atau infrastruktur publik yang bisa dibangun di setiap tahunnya. Wacana normal baru, sejatinya adalah bentuk respon agar pembangunan fisik berjalan seimbang dengan pembangunan non-fisik.
Pembangunan fisik memang erat kaitannya dengan kemajuan. Namun, bukanlah satu-satunya penentu kesejahteraan. Bahkan, dampak negatif terhadap lingkungan dari pembangunan yang salah arah mulai terasa.
Wabah Covid-19, ini menjadi bukti sahih bahwa pembangunan fisik akan lumpuh, jika manusianya tidak turut dibangun. Kesadaran menjaga kebersihan diri, kepedulian terhadap lingkungan, menjaga keanekaragaman hayati, dan, kepekaan sosial kemanusiaan adalah sejumput tindakan yang selama ini kita abaikan.
Paradigma itulah yang sejatinya perlu kita bangun agar masyarakat tidak sekedar menilai kehidupan ini secara materialistis semata. Sebab apabila semua ditentukan dengan materi, maka ketidakpuasan akan selalu ada seberapa pun banyaknya materi dimiliki. Dan hal inilah yang memunculkan kategori miskin secara kultural, yaitu keadaan kaya materi, tetapi tetap merasa kurang.
Tingkat kemiskinan di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua yaitu miskin secara material dan miskin secara kultural. Miskin secara material dapat dilihat dari pendapatan perkapita suatu negara.
Di negara Indonesia, rakyat miskin menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu orang dengan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan sebesar Rp 211.726,00 atau sekitar Rp 7.000,00 per hari. Sementara miskin secara kultural yakni orang yang memiliki cukup materi, tetapi tetap merasa kurang dan gemar berfoya-foya. Termasuk juga para koruptor yang menggunakan uang negara atau uang rakyat.
Miskin material menjadi faktor kunci penghambat pembangunan. Tetapi miskin kultural menjadi faktor gagalnya suatu pembangunan. Merujuk pada pemahaman miskin tersebut yang perlu dirubah adalah paradigma berpikir. Selagi kemiskinan secara kultural masih ada dan terus berkembang maka program apapun yang dicanangkan akan menuai kegagalan.
Kemiskinan kultural hadir karena tergerusnya nilai-nilai kemanusiaan dan keluhuran. Akibatnya, untuk menanganinya perlu adanya sistem terpadu antara pencegahan dan penanggulangannya. Sebab miskin secara kultural telah merebak terjadi di berbagai daerah mulai dari pedesaan hingga metropolitan, sehingga diperlukan sistem penangulangan yang efektif.
Upaya pertama yang dapat dilakukan adalah mempertegas hukum yang berlaku bagi siapa saja dan harus didukung semua pihak. KPK tidak mungkin mampu menjalankan tugasnya dengan optimal selagi lembaga penegak hukum lainnya sibuk menjegal.
Kedua, memperbaharui sistem yang rentan praktek KKN dengan sistem yang mampu menutup kesempatan untuk berbuat curang. Misalnya, dengan transparasi, reformasi dan efisiensi birokrasi, serta sistem kontrol yang ketat terutama dalam memilih calon yang akan menduduki suatu jabatan. Wajib bersih dan memiliki misi pembangunan yang jelas.
Sistem pencegahan diperlukan untuk menutup jalur bebas akses bagi generasi muda. Dalam artian, apabila kemiskinan secara kultural tidak dicegah kemungkinan menular ke generasi berikutnya. Dan hal ini akan sangat berbahaya, sehingga perlu adanya tindakan preventif untuk memutus mata rantainya.
Tindakan tersebut salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan keluhuran bukan hanya di lingkungan akademik semata. Namun, juga di semua lingkungan terutama keluarga di rumah.
Berbagai upaya pembangunan manusia tersebut diharapkan dapat menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Kemudian, selain menyiapkan SDM yang kompeten dan berdaya saing, pemerintah juga perlu membekali rakyatnya pengetahuan sosio-kultural.
Tujuannya ialah agar rasa cinta terhadap budaya sendiri dan jiwa nasionalisme yang dimiliki tetap menjadi filter terhadap semua budaya yang masuk dan menjadikan budaya luhur bangsa ini tetap terjaga dan lestari. Semangat kebhinekaan juga tetap kita bumikan pada semua lini pembangunan yang berwawasan budaya. Karenanya, dengan hal ini kita akan selektif terhadap budaya ataupun produk asing yang masuk.
Harapannya, dengan pemahaman pembangunan yang benar, Indonesia menjadi negara yang terus berkembang menjadi negara maju. Bahkan, jika memang benar-benar era normal baru diterapkan, bangsa kita telah siap menghadapinya. Tentunya hal ini, butuh kesadaran kolektif serta tanggung jawab moral baik pemerintah maupun rakyatnya, untuk bersatu padu menjalankan roda pembangunan negara ke arah kemajuan.
Artikel Lainnya
-
79210/06/2021
-
53623/09/2023
-
64530/03/2023
-
Kajian Gender: Implikasi Pemisahan Santriawan dan Santriwati
178608/12/2020 -
Doping Vitamin C dan Gaya Hidup Baru di Masa Pandemi
122015/03/2022 -
253910/11/2021