Strafikasi Sosial Masyarakat Toraja
Masyarakat pada umumnya memiliki suatu klasifikasi atau pembagian di dalamnya. Pembagian ini dilakukan secara bertingkat. Pembagian kelas dalam masyarakat ini berangkat dari konsep yang hidup dalam masyarakat, mulai dari pembagian menurut kekuasaan, status sosial, pengaruh dan lain sebagainya. Hal ini dapat disebut sebagai stratifikasi sosial. Orang-orang digolongkan dalam suatu sistem sosial.
Para ahli juga banyak memberikan pengertian stratifikasi sosial ini. Max Weber mengatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pengelompokkan pribadi ke dalam suatu sistem sosial menurut aspek keistimewaan (privilege), kekuasaan (power), dan prestasi (prestige). Selanjutnya, menurut D. Hendropuspito, stratifikasi sosial adalah tatanan yang terjadi secara vertikal pada lapisan sosial yang bertolak belakang dari tinggi rendahnya kedudukan.
Berangkat dari pengertian para ahli ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa stratifkasi sosial adalah pembagian kelas menurut beragam dimensi yang ada dalam suatu masyarakat tertentu, yang memiliki beragam jenis seperti stratifikasi agama, jenis kelamin, budaya dan lain sebagainya, secara khusus, penulis akan membahas tentang stratifikasi sosial di dalam masyarakat Toraja.
Suku Toraja merupakan suku yang mendiami daerah Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Suku yang mayoritas memeluk agama Katolik dan Protestan ini memiliki suatu budaya yang sangat kental. Kebudayaan mereka juga masih menganut nilai-nilai luhur nenek moyang hingga saat ini. Di dalam masyarakat Toraja dibagi dalam bebarapa kelas sosial. Pembagian kelas dalam masyarakat ini sangat mempengaruhi kebiasaan dan adat istiadat yang terdapat di sana. Pada masyarakat ini, status sosial dibagi mulai dari yang tertinggi, sedang dan terendah.
Dalam kebudayaan Toraja memiliki empat tingkat atau kelas sosial, mulai dari Tana’ Bulaan, Tana’ Bassu, Tana’ Karurung dan Tana’ Kua-kua. Tana’ Bulaan adalah orang-orang yang termasuk golongan bangsawan. Mereka dapat dikatakan sebagai golongan penguasa tertinggi yang terdiri dari kaum bangsawan, pemimpin adat dan pemuka masyarakat. Tana’ Bassu adalah golongan bangsawan menengah, yang biasa disebut tomakaka. Mereka adalah golongan bebas, yang memiliki keistimewaan tetapi tidak sebanyak kaum Tana’ Bulaan. Tana' Karurung adalah golongan rakyat biasa. Mereka menjadi pekerja dari kelompok bangsawan, seperti penggarap sawah bangsawan, kelas bawah yang melakukan perintah golongan atas. Mereka memiliki keterbatasan dalam hak dan status. Mereka tidak dapat menikah dengan golongan di atas. Terakhir, Tana’ Kua-kua merupakan golongan yang hampir sama dengan Tana’ Karurung (Tobuda). Mereka adalah golongan hamba atau bawahan.
Pembagian kelas sosial dalam masyarakat ini memiliki suatu hal-hal yang positif maupun negatif. Dampak positif yang timbulkan adalah ketekunan dalam menjaga tradisi leluhur. Di tengah zaman modern saat ini, sikap menjaga tradisi tentu saja menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat adat. Tradisi yang ada sejak zaman nenek moyang tentu saja memberikan nilai-nilai kehidupan dan wajah kehidupan yang tetap berjalan damai, aman dan sejahtera. Selanjutnya, tradisi pembagian kasta ini juga menjaga alur keturunan, mulai dari yang dahulu hingga saat ini.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya stratifikasi sosial pada masyarakat Toraja adalah ketimpangan yang sangat jelas dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang bangsawan akan tetap kaya, bahkan hingga memiliki kekayaan yang berlimpah-limpah, sedangkan orang-orang yang berada pada kasta menengah ke bawah akan selalu hidup dalam bayang-bayang kekurangan. Selain hal tersebut, dampak negatif lainnya adalah adanya pembatasan sosial. Setiap pribadi pada masyarakat Toraja tidak dapat memiliki kebebasan secara penuh, seperti halnya pada perkawinan. Kaum bangsawan tidak boleh menikah dengan kaum menengah ke bawah dan sebaliknya.
Tatanan kasta pada masyarakat Toraja ini tentu saja mengalami pergeseran akibat arus modernisasi. Stratifikasi terbuka terjadi akibat perkembagan zaman. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah faktor agama, pendidikan dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Tentu saja hal ini juga terjadi di berbagai tempat di berbagai penjuru nusantara dan bahkan dunia. Gerakan sosial akan bergerak, membuat status atau kasta sosial tidak menjadi masalah yang terlalu serius. Akan tetapi, di tengah perubahan ini, tradisi yang penuh dengan nilai-nilai kearifan dan kehidupan adat istiadat harus tetap terawat dan terjaga.
Artikel Lainnya
-
43131/05/2024
-
136729/02/2020
-
72007/07/2024
-
Media Sampah, Sampah Media dan Mahasiswa
172311/03/2020 -
Catatan Redaksi: Rahman Mati Diterkam Corona
254927/03/2020 -
Seupil Harapan Pada Ketidaktepatsasaran Kartu Prakerja
143820/04/2020
