Pembelajaran Daring Menegasi dan Mengafirmasi Visi Kemerdekaan Belajar

Mahasiswa STFT WIdya Sasana
Pembelajaran Daring Menegasi dan Mengafirmasi Visi Kemerdekaan Belajar 13/05/2020 2437 view Pendidikan Sevima.com

Banyak hal berubah semenjak pandemi COVID-19 merebak. Salah satunya adalah kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sistem pembelajaran yang semula dilakukan secara tatap muka di kelas kini menjadi tatap muka di depan layar bahkan tidak ada tatap muka sama sekali.

Perubahan pada sistem pendidikan yang terjadi karena situasi yang memaksa ini pun menuai positif-negatif respons baik dari siswa maupun guru. Menurut berita yang dilansir dari Kompas (15/4/2020), Anita mengatakan bahwa ketidaksiapan pendidik bukan hanya pada keterampilan yang minim dalam menggunakan sistem pengelolaan pembelajaran atau platform-nya, melainkan juga pada kemampuan merancang dan mengelola pembelajaran dengan moda daring.

Respon kurang baik juga muncul dari kalangan para siswa. Menurut berita yang dilansir dari Kompas (11/4/2020), Komaruddin mengatakan bahwa mayoritas anak lebih senang diajari oleh guru mereka ketimbang orangtua yang tidak sabar. Keterbatasan ekonomi juga menghalangi siswa untuk bisa berpartisipasi dengan maksimal dalam belajar daring ini.

Secara tidak langsung, keterlibatan dan testimoni para orang tua juga mempengaruhi efisiensi belajar daring ini. Orang tua memiliki tugas tambahan, yakni sebagai guru. Orang tua perlu kreatif, sabar, dan inovatif dalam mendidik anak-anak mereka.

Dalam perjalanan realisasi belajar di rumah terdapat miskomunikasi antara sekolah, orang tua, bahkan pejabat negara sekalipun. Menurut berita yang dilansir Kompas (17/3/2020). Kurnia menyebutkan bahwa sebagian siswa dan orangtua beranggapan kebijakan belajar di rumah adalah meliburkan kegiatan belajar-mengajar. Hal yang sama juga dicetuskan oleh beberapa pejabat yang sangat kurang memahami konteks keadaan saat ini.

Data-data di atas sangat mempengaruhi pemikiran siswa tentang konsep belajar yang baru ini. Hemat saya mengatakan bahwa sistem belajar daring ini bukan hal yang benar-benar baru,. Lebih tepat dapat dikatakan sebagai pengoptimalisasian upaya merdeka belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Nadiem Makarim (Kompas, 15/4/2020).

Merdeka belajar merupakan model pembelajaran berbagai arah dan sumber. Keberbagaian arah dalam proses belajar-mengajar membantu murid dan guru untuk berani mengeksplorasi, mencari, mencoba, dan menganalisa berbagai fenomena yang ada di lingkungannya serta mencari pemecahan masalah fenomena tersebut (Kompas, 20/12/2019). Data-data di atas bisa menegasi program Merdeka Belajar pemerintah, juga bisa mengafirmasinya, tergantung dari sudut pandang mana fenomena ini dilihat.

Dalam mengolah informasi, siswa menaruh perhatian kepada guru dan mendengarkannya dengan seksama. Terdapat perbedaan yang jelas ketika siswa memperhatikan gurunya secara langsung di kelas dan ketka siswa memperhatikan gurunya melalui media daring. Peserta didik bisa saja mengelabuhi guru dengan cara apapun sehingga ia terlihat berpartisipasi dalam kelas, padahal tidak. Kelihaian peserta didik semacam ini merupakan kesulitan tersendiri bagi guru untuk mengontrol perhatian mereka dalam proses pembelajaran.

Masalah tentang perhatian ini juga mempengaruhi aspek kolaboratif siswa dalam proses pendidikannya. Sebuah studi tentang kreativitas dan kritik terhadap pembelajran online, mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi yang tinggi menunjukan kelompok kolaboratif yang hidup. Sedangkan tingkat partisipasi yang rendah mengindikasikan optimisme yang rendah pula terhadap sistem belajar yang kolaboratif.

Banyaknya tugas yang diberikan oleh pihak pendidik dan tenggang waktu pengerjaan yang terbilang singkat tidak memerdekakan pembelajaran para peserta didik.

Dalam tulisan yang dilansir dari Kompas (29/4/2020), Sonya berpendapat bahwa pembelajaran seperti ini belum berjalan dengan mulus. Baik guru maupun siswa merasa terbebani dan menghadapi banyak kendala. Salah satu persoalan yang muncul adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

Selain itu juga keterbatasan kepemilikan media gawai pintar komputer dan akses internet termasuk kuota menjadi penghambat baik bagi guru maupun siswa. Data-data yang terpapar di atas menegasikan program Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh pemerintah karena tim pendidik sama sekali tidak memberi ruang secara optimal kepada para peserta didik untuk mengolah dunia dan objek pendidikan mereka.

Kerinduan siswa untuk bertatap muka langsung dalam pembelajaran di kelas menurunkan semangat belajar siswa. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) perihal evaluasi guru terhadap pelaksanaan pembelajran jarak jauh, guru-guru di perkotaan lebih memiliki akses yang luas terhadap kepemilikan gamai pintar dan internet namun hanya sedikit yang menggunakannya untuk pembelajaran daring. Sebagian besar guru lebih berorientasi pada aspek standar penilaian daripada mengedepankan proses sehingga siswa tidak tertarik lagi dengan belaja online.

Dalam teori pembelajaran kognitif, terdapat dua macam metode latihan yang digunakan untuk menyematkan informasi ke dalam memori siswa. Metode-metode tersebut adalah latihan massal dan terdistribusi.

Latihan massal adalah teknik yang digunakan untuk mengasah kemampuan belajar seseorang dengan mengulangi informasi dalam kurun waktu yang padat. Sedangkan latihan terdistribusi adalah teknik yang digunakan untuk mempelajari dan mengulagi informasi dalam beberapa selang waktu selama kurun waktu tertentu.

Latihan massal kurang membantu siswa menginternalisasi pengetahuan ke dalam ingatannya untuk jangka waktu yang panjang. Ini tentu berlawanan dengan tujuan kurikulum 2013 yang membantu siswa berpikir secara kritis. Informasi yang diulang-ulang akan melatih kekritisan pemikiran siswa. Siswa akan mendapat lebih banyak pengalaman dengan melakukan latihan belajar terdistribusi. Untuk mencapai hal ini tim pendidik perlu merancang sebuah tugas yang terdistribusi pula.

Dalam berita yang dilansir dari Kompas (29/4/2020), Sonya menyimpulkan bahwa masih banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran jarak jauh tanpa menyematkan penjelasan terstruktur dan umpan balik dari siswa.

Peristiwa semacam ini tentu kurang mendukung gagasan menteri pendidikan yang baru tentang kemerdekaan belajar. Guru melangsungkan pembelajaran secara langsung menggunakan aplikasi live Instagram ataupun Facebook, Zoom, dan sebagainya atau dengan merekam dan mengunggahnya di platform-platform tersebut.

Mereka memberi tugas kepada murid dan menginstruksikan supaya dikumpulkan melalui surel dengan batas tenggang waktu yang relatif singkat. Konsep semacam ini mengaburkan konsep Kemerdekaan Belajar yang merupakan sistem pembelajaran berbagai arah (Kompas 20/12/2019).

Berdasarkan data-data yang telah diberikan di atas, pembelajaran daring memberi kesan yang buruk terhadap upaya pengoptimalisasian konsep merdeka belajar. Pihak pendidik masih kurang mampu memperhitungkan tingkat kesulitan tugas dan tenggag waktu untuk mengerjakan tugas tersebut.

Dengan perilaku yang demikian, para siswa malah merasa terbebani dan tidak merdeka dalam belajar. Siswa kekurangan waktu untuk bereksplorasi dan berdiskusi dengan teman-temannya. Siswa terlalu memberi perhatian yang besar pada batas tenggang waktu yang diberikan dan jumlah tugas yang membludak dari setiap mata pelajarannya.

Siswa tidak akan mampu menemukan makna dalam pembelajaran semacam itu. Dalam teori pembelajaran kognitif, salah satu tugas terpenting pendidik adalah membuat informasi bermakna bagi para peserta didik dan menyaikannya secara jelas dan terorganisir.

Untuk memberikan informasi yang bermakna bagi peserta didik, pendidik perlu memberi ruang kepada mereka sehingga dapat menghubungkannya dengan informasi lain, mensintesiskannya, dan mengimplikasikannya di kehidupan nyata. Salah satu hal yang bisa dilaukan adalah dengan latihan terdistribusi seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Pembelajaran daring, sebenarnya, memiliki potensi yang kuat dalam upaya pengoptimalisasian konsep merdeka belajar. Dengan tugas yang terstruktur, jelas, berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, dan waktu yang cukup untuk bereksplorasi dan berdiskusi. Batas waktu yang sesuai dengan tingkat kesulitan tugas mendorong peserta didik untuk mengggunakan waktu yang ada secara maksimal sehingga hasil yang didapat pun memuaskan.

Ini merupakan strategi yang tepat digunakan dalam model pembelajaran daring. Elaborasi adalah salah satu cara yang tepat untuk menghubungkan satu bahan dengan bahan lain yang telah tersedia dalam pikiran peserta didik.

Strategi lain yang dapat digunakan adalah dengan berdiskusi. Dalam berdiskusi ada kegiatan bertanya. Dengan bertanya, peserta didik mendapatkan lebih banyak informasi. Informasi-indormasi yang telah didapatkan tersebut kemudian dikonseptualisasikan dalam pikiran peserta didik. Konsep atau pemetaan membantu peserta didik mengorganisasi dan mengintegrasikan semua bahan yang telah ia dapatkan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya