Mengurai Kemacetan dengan Tata Aturan Transportasi dan Parkir Terintegrasi

Kemacetan di kota-kota besar Indonesia, khususnya Jakarta, telah menjadi persoalan menahun yang tak kunjung usai. Seringkali solusi yang ditawarkan hanya berkutat pada pelebaran jalan atau pembangunan infrastruktur baru. Padahal, akar masalah sesungguhnya bukan terletak pada luas jalan, melainkan pada ketidakseimbangan antara kapasitas jalan dengan jumlah kendaraan yang beroperasi. Alih-alih menyelesaikan masalah, pelebaran jalan justru sering menimbulkan dampak lanjutan seperti penggusuran dan perubahan fungsi lahan.
Untuk mengatasi persoalan ini secara lebih mendasar dan berkelanjutan, diperlukan pendekatan sistemik yang menyentuh hulu hingga hilir. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan mengatur jumlah kepemilikan dan penggunaan kendaraan secara tegas dan proporsional. Dalam hal ini, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil: Pertama, pemerintah perlu membatasi kepemilikan kendaraan pribadi. Satu keluarga hanya diperkenankan memiliki satu unit mobil dan maksimal dua unit sepeda motor. Kepemilikan lebih dari itu akan dikenakan sanksi, bukan hanya kepada pembeli, tetapi juga kepada pihak dealer yang melanggar ketentuan ini. Dealer yang melanggar bahkan dapat dikenai sanksi penutupan usaha. Hal ini penting untuk menekan pertumbuhan kendaraan baru yang tidak terkendali.
Kedua, perlu diterapkan batas usia kendaraan. Untuk kendaraan pribadi, usia maksimal adalah 10 tahun, sedangkan untuk kendaraan angkutan umum adalah 15 tahun. Setelah melewati usia tersebut, kendaraan harus diserahkan ke dealer untuk didaur ulang. Dalam skema tukar tambah, kendaraan lama akan digantikan dengan unit baru, sementara unit lama akan diproses sesuai prosedur daur ulang yang telah ditetapkan. Skema ini tidak hanya mengontrol jumlah kendaraan, tetapi juga menjamin kelayakan teknis kendaraan di jalan.
Ketiga, perkantoran dilarang menyediakan lahan parkir bagi kendaraan pribadi. Tujuannya adalah mendorong pekerja untuk menggunakan angkutan umum sebagai moda transportasi utama. Sebagai gantinya, fasilitas parkir akan ditempatkan di mal, pasar, atau gedung fasilitas umum lainnya yang telah terintegrasi dengan kawasan perkantoran. Parkir hanya tersedia berdasarkan pemesanan online. Pemilik kendaraan harus melihat lokasi yang tersedia, melakukan pemesanan, membayar, dan baru kemudian diizinkan memarkirkan kendaraannya. Waktu parkir maksimal ditentukan, misalnya 8 jam untuk pekerja, dan hanya 2 jam untuk pengunjung mal atau pasar.
Keempat, angkutan umum harus dirancang untuk masuk langsung ke dalam area mal atau pasar guna menurunkan dan menaikkan penumpang. Dengan integrasi ini, berbagai moda transportasi seperti angkot, taksi, ojek, bahkan becak dapat saling terhubung secara efisien dan berada di lokasi yang strategis. Tidak ada lagi kendaraan umum yang mangkal di pinggir jalan, melainkan sudah terjadwal dan tertata.
Tarif seluruh angkutan umum juga harus ditentukan pemerintah secara transparan. Mulai dari becak, angkot, hingga taksi, semua harus memiliki tarif tetap agar perjalanan dapat diprediksi dan tidak memberi ruang bagi negosiasi harga yang merugikan penumpang.
Pengemudi angkutan umum juga akan diatur jam operasionalnya, maksimal 8 jam per shift. Ini dilakukan demi menciptakan keadilan antar pengemudi dan menghindari penumpukan kendaraan. Pengemudi wajib mendaftar ke Dinas Lalu Lintas dan penjadwalan dilakukan secara sistematis melalui platform digital.
Penerapan sistem ini memang membutuhkan anggaran besar. Namun, sumber pendanaan dapat dibagi secara proporsional antara pemerintah dan sektor swasta. APBN dapat menyumbang 50% anggaran, dan sisanya ditanggung oleh pihak swasta seperti pengelola mal, operator angkutan umum, hingga pemilik aplikasi digital yang akan mendapatkan keuntungan dari sistem baru ini. Dengan demikian, tidak ada pihak yang dirugikan, justru tercipta simbiosis mutualisme di antara berbagai sektor.
Mall dan pasar akan memperoleh peningkatan pengunjung karena menjadi titik transit utama. Operator angkutan umum akan mendapat kepastian penumpang, dan pengelola aplikasi digital akan memperoleh pendapatan dari sistem parkir online dan pemesanan angkutan.
Tentu akan ada anggapan bahwa sistem ini terlalu kaku atau bahkan tidak manusiawi. Namun, kedisiplinan adalah fondasi utama dari peradaban yang maju. Jika semua pihak menyadari pentingnya kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, sistem ini akan dapat diterima. Kita telah melihat bagaimana Ignasius Jonan mampu mereformasi sektor perkeretaapian Indonesia. Dengan kebijakan tegas, pelayanan kereta api kini jauh lebih baik, aman, dan manusiawi.
Maka dari itu, penerapan tata aturan transportasi dan parkir yang terintegrasi bukan sekadar gagasan, tetapi sebuah keharusan. Semua langkah tersebut harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk regulasi yang komprehensif, mulai dari kepemilikan kendaraan, usia operasional, lokasi dan tarif parkir, hingga sistem manajemen angkutan umum.
Dengan desain sistem transportasi yang jelas, matang, dan terukur, kita tidak hanya mengatasi kemacetan, tetapi juga menciptakan kota yang lebih layak huni, efisien, dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Sudah saatnya kita berani membuat perubahan besar demi masa depan yang lebih tertata dan bermartabat.
Artikel Lainnya
-
102905/02/2023
-
155106/07/2020
-
36705/10/2023
-
Revitalisasi Kembali Pancasila dalam Demokrasi Kontemporer
12025/06/2025 -
Kelebihan dan Kekurangan Dekontsruksi Derrida Dalam Konteks Indonesia
168804/09/2023 -
Tobat Salah Satu Titian Menggapai Surga
154909/12/2021