Manusia Serigala dan Ajakan Tegas Ensiklik Fratelli Tutti

Mahasiswa
Manusia Serigala dan Ajakan Tegas Ensiklik Fratelli Tutti 24/05/2025 2638 view Agama Facebook, Paus Fransiskus

Kuasa maut itu buta. Dingin. Irasional. Dan, tak berperasaan. Dia menerkam siapa saja tanpa memandang status sosial, entah anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dia tak peduli, apakah orang yang dimangsanya adalah sosok yang paling kita cintai dan sayangi atau tidak; Sosok terpandang, terhormat, atau tidak. Kedatangannya selalu mengejutkan. Dia tidak memiliki alur rasional. Ia datang tanpa permisi dan mengetuk pintu, serta tidak meminta pertimbangan subjektif. Di hadapan maut, manusia tunduk dan tak berdaya.

Pada Senin, 21 April lalu, maut berhasil membuat masyarakat dunia terkhusus umat Katolik bungkam dan kehabisan kata-kata. Maut merengut Paus Fransiskus ketika ia sedang menyatakan diri di dunia sebagai pemimpin Gereja tertinggi. Padahal, urgensitas kehadiran beliau berkontribusi signifikan bagi dunia yang sedang compang-camping dan terluka. Batapa tidak, manusia sedang menunjukan diri sebagai serigala bagi sesama yang mengerus cita rasa persahabatan dan makna kehidupan sosial. Meskipun demikian, maut hanya berkuasa atas tubuh bapa suci, tidak dengan teladan hidup dan seruan-seruan profetisnya, salah satunya ialah ensiklik Fratelli Tutti. Ensiklik Fratelli Tutti, hemat penulis, dipandang sebagai sebuah legasi bermakna yang berisikan undangan kemanusiaan bagi manusia universal agar menjalankan hidup dengan baik. Fratelli Tutti pada akhirnya akan menjadi kompas moral bagi dunia sepanjang masa dan lintas generasi dalam mengupayakan suatu tatanan dunia yang damai dan harmonis.

Manusia Serigala

Ketika membaca atau mendengar kata “serigala”, penulis sontak membayangkan seekor dan sekawanan serigala di hutan rimba yang sedang berlari kencang mengejar mangsa. Imajinasi tersebut membidani lahirnya aneka penilaian penulis atas serigala. Bagi penulis, serigala itu kejam. Keji. Brutal. Culas. Ganas. Dan, bengis. Ia memiliki tubuh yang kuat, berbulu tebal, memiliki taring panjang, dan berkuku tajam. Keunggulan itu memungkinkan serigala tampak brutal sehingga dapat memangsa, menerkam, dan memusnahkan apa dan siapa saja. Ia dapat mencakar, mengores, dan mencabik tubuh serta kulit mangsanya dengan kuku yang tajam. Ia juga bisa mengoyakan, menghancurkan, meremukan daging dan tulang mangsanya. Pada akhirnya, serigala dapat memotong fase dan memperpendek masa kehidupan mangsanya.

Siapa itu manusia serigala? Manusia serigala dimaksud tidak merujuk pada sosok manusia yang tubuhnya menyerupai serigala. Manusia serigala adalah sosok manusia yang memiliki sifat-sifat buas seperti serigala. Manusia serigala diinterpretasi sebagai penampakan diri individu tak bermoral, miskin cinta dan akhlak, memiliki nurani yang tumpul, minus nalar, berpikir dangkal dan busuk, picik, individualistis, egoistis, apatis, agresif, angkuh, iri dan dengki, intoleran, suka menghancurkan, dan haus darah. Intrik untuk menjatuhkan dan melukai orang lain menjadi makanan kesehariannya. Sebetulnya, manusia serigala telah pensiun dari predikat sebagai manusia. Ia berhenti menjadi manusia dan berubah menjadi binatang serigala yang siap memangsa manusia lain.

Manusia serigala itu berbahaya. Ia dapat menciptakan neraka di dunia. Kehadirannya menjadi momok yang menakutkan bagi yang lain. Manusia serigala membaptis diri sebagai sosok paling kuat, tangguh, dan superior. Di hadapannya, manusia lain didemonisasi sebagai musuh, makhluk inferior, tidak bernilai, tidak bermartabat, tak berdaya, lemah, memiliki kedudukan yang rendah, dan tidak selevel dengannya. Klaim diri yang hiperbolis tersebut seolah-olah memberi legitimasi atas aneka perbuatan buas, agresif, kejam, keji, brutal, dan culas terhadap sesama. Hingga pada titik yang paling ektrem, manusia lain dianggap sebagai benda atau objek yang layak dimusnahkan, dihancurkan, dikucilkan, dijajah, dieksploitasi, diremukan, dan dirampak hak-haknya.

Sadar atau tidak, ada begitu banyak manusia serigala di sekitar kita. Ia menjelma dalam diri pemimpin otoriter (dalam konteks apapun). Elite politik korup. Pelanggar HAM. Hakim yang rentan terhadap suap. Pelaku pembunuhan. Pelaku pemerkosaan. Pelaku perkelahian. Pelaku ujaran kebencian. Pelaku human trafficking. Pelaku perselingkuhan. Pelaku penipuan. Penyebar hoax dan hate speech. Inisiator peperangan. Pengedar narkoba. Kaum fundamentalis. Pelaku rasisme dan terorisme. Dan, individu-individu provokatif. Singkatnya, semua orang yang bertindak melawan nilai-nilai kemanusiaan diklasifikasikan dalam kelompok manusia serigala. Jika manusia serigala dibiarkan terus mendominasi tatanan masyarakat, maka manusia akan memasuki fase hidup yang gelap, rumit, keji, dan pendek di mana perselisihan, peperangan, brutalitas, dan kekejaman sulit terelakan.

Ajakan Tegas Ensiklik Fratelli Tutti

Ensiklik Fratelli Tutti (2020) merupakan sebentuk keprihatinan Paus Fransiskus atas realitas dunia yang compang-camping. Ensiklik ini berisikan ajakan kemanusiaan Paus Fransiskus bagi manusia berwatak serigala. Ia mengajak umat manusia seantero dunia untuk membangun dunia yang berlandaskan cita rasa persaudaraan. Cita rasa persaudaraan ini mesti dinilai sebagai spirit dan prinsip hidup yang mendorong semua orang untuk memandang sesama yang lain dalam kaca mata persaudaraan. Bagi paus Fransiskus, semua orang adalah saudara dan saudari yang memiliki martabat yang sama karenanya layak dihormati. Dengan demikian, Paus Fransiskus menolak manusia berwatak serigala yang kerap berlaku kasar dan brutal terhadap sesama.

Lebih lanjut, Paus Fransiskus menegaskan bahwa sebagai satu komunitas sosial, semua orang bertanggungjawab dalam menciptakan suatu tatanan masyarakat yang kondusif agar bertahan dalam jangka panjang. Dia mengajak setiap orang untuk “keluar dari diri sendiri” guna menemukan eksistensi penuh dalam diri orang lain. Paus mengajak agar kita mampu membantu orang mikin dan menderita dan memperjuangkan hak-hak kaum kaum lemah, marjinal, dan tertindas. Hal ini menyadarkan kita bahwa hidup bersama yang lain penting sebab setiap orang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan yang lain. Yang lain mampu mengisi kehidupan seseorang yang masih rumpang.

Akhirulkalam, Paus Fransiskus hendak mengingatkan kita tentang siapa sesama bagi kita, siapa kita bagi sesama, lebih-lebih apa yang layak kita perbuat bagi sesama. Semuanya itu dapat terwujud apabila semua orang hidup dengan mengedepankan spirit persaudaraan yang mencakupi sikap sabar, rendah hati, belas kasih dan cinta, hospitalitas, solidaritas, gotong-royong, semangat persaudaraan dan kekeluargaan tanpa terikat pada fakta perbedaan (seperti suku, ras, budaya, agama, bahasa, dan negara), taat pada hukum, dan menghormati martabat sesama. Sikap-sikap tersebut harus berakar dan bersemi di dalam diri dan menjadi pancaran sejuk kepada sesama di sekitar.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya