Konstruksi Mental dan Dukungan Melalui Media Sosial

Mahasiswa
Konstruksi Mental dan Dukungan Melalui Media Sosial 03/11/2023 478 view Lainnya https://id.pinterest.com/

Mungkin ada di antara kalian yang kesal dengan orang-orang yang sering mengeluh, curhat, dan memposting status yang sedih seolah-olah mereka adalah orang yang paling menderita di dunia ini. Sampai-sampai karena seringnya kalian melihat mereka curhat, kalian pun lantas emosi dan mencibir mereka atau memutus pertemanan dengan mereka. Namun, tahukah kalian alasan mengapa mereka sampai pada titik ini? Karena di dunia nyata tidak ada yang memperhatikan mereka atau mendengarkan mereka. Bisa jadi mereka tidak punya teman atau ruang untuk mengutarakan perasaan yang lagi dialami

Saya rasa dengan membagikan cerita pribadi ke media sosial tidak ada yang salah. Semua tergantung pemanfaatan dari platform media sosial yang malah bisa membuat perasaan lega dan puas karena sudah mengutarakan perasaan pribadi. Ketika orang berbicara di media sosial, mereka sering tidak tahu mau berbicara dengan siapa atau di mana lagi. Orang-orang yang berbicara tentang masalah personal, keluarga, asmara, dan lain-lain. Di media sosial sering dianggap caper dan lebay.

Orang yang berbicara tentang masalah keluarganya yang aneh disebut tidak bersyukur dengan keluarganya. Ada yang mengeluh bahwa pikirannya terganggu karena masalah berat sehingga tidak dapat ditangani oleh semua orang, bahkan banyak netizen mengolok-oloknya. Ada yang bercerita mengenai pacarnya yang obsesif dan abusive, dilecehkan dan juga dibully. Selain itu, ada beberapa orang yang mengeluh tentang fisiknya yang sangat buruk, kecerobohan yang sering dia alami di sekolah, kesepian yang selalu dia alami, dan seringnya dia dicaci-maki.

Sepertinya komunitas netizen kita sudah terbiasa menghina dan membully orang lain di media sosial. Mereka melakukannya dengan mudah dan tidak melihat dulu. Tanpa mempertimbangkan dampak dari apa yang mereka tulis. Selain tidak memiliki solusi, mereka malah dilecehkan, ditertawakan, dan direndahkan sampai mereka kapok dan tidak lagi berbicara di media sosial. Media sosial dapat digunakan untuk berbicara, bertukar pikiran, dan berinteraksi dengan teman di sana. Karena medium monolog yang paling sulit di masa kini adalah buku diari, bukan media sosial.

Mungkin bagi banyak orang, berbicara di media sosial adalah hal yang tidak penting, aneh, atau kekanak-kanakan. Terutama mereka yang hidup dengan baik tanpa banyak masalah di dunia nyata. Keluarganya tetap utuh, atau ibu dan bapaknya baik-baik saja. Mentalnya tetap stabil. Bisnis berjalan baik. Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama. Ada individu yang hidupnya sangat mengerikan di dunia nyata meskipun dia terlihat baik-baik saja di media sosial. Mereka tidak tahu harus bercerita dan mengadu kepada siapa lagi selain di media sosial.

Jadi, jangan menghina mereka, tertawakan mereka, atau anggap mereka bodoh. Mereka seperti itu karena mereka tidak didengarkan atau dipedulikan di dunia nyata. Kita tidak akan pernah tahu seberapa besar tantangan yang mereka hadapi dan perjuangan besar yang mereka hadapi. Ucapan manis, dukungan, dan kepedulian anda terhadap orang-orang ini mungkin sangat penting bagi mereka.

Saya sebagai salah satu orang yang juga bercerita atau melampiaskan semua keluh kesah saya di media sosial bertujuan agar melepas emosi negatif dari diri saya sekaligus agar dapat dukungan dan timbal balik dari orang-orang yang mengikuti akun media sosial saya.

Selain itu, karena suara saya yang terdengar kecil oleh orang-orang. Jadi, saya merasa bahwa omongan saya tidak didengar oleh orang lain sehingga saya memutuskan untuk mengirim pesan pribadi kepada orang yang ingin saya ajak berbicara melalui media sosial. Setelah membaca komentar atau pesan mereka satu persatu, bahkan tidak jarang dari mereka ini menceritakan kembali tentang masalah hidup dan mental orang lain, dengan hal itu saya sering bangkit lagi dari keterpurukan. Saya yakin mereka juga mengalami perasaan yang sama.

Namun, saya sadar bahwa hal itu tidak baik dilakukan jika dalam jangka waktu panjang. Karena ada juga orang yang tidak suka dengan apa yang saya posting di media sosial dan mau tidak mau saya jadi menghapus postingan itu kembali. Dari situlah saya merasa lebih memilih untuk tidak sembarangan dalam membagikan sesuatu di media sosial terlebih lagi itu masalah keluarga atau masalah lainnya.

Saya tahu bahwa sekarang ada banyak sekali kasus orang-orang yang sebelum memutuskan untuk bunuh diri, mereka lebih dahulu curhat di media sosial. Tanggapan yang positif dan konstruktif akan memberi mereka semangat baru, membuat mereka tidak memutuskan untuk bunuh diri. Ini karena mereka tahu bahwa masih ada orang yang peduli dengan mereka. Setelah awalnya hitam putih, hidup mereka mulai berwarna.

Sebaliknya, tanggapan negatif yang merugikan akan meningkatkan adrenalin mereka sehingga mereka nekat untuk bunuh diri meskipun mereka takut mati. Karena sebenarnya mereka hanya perlu didengarkan dan diberi solusi. Di antara kebutuhan manusia yang paling penting, kebutuhan untuk didengarkan setara dengan kebutuhan makan, kesehatan, dan seks. Itu, setidaknya, yang dikatakan Dale Carnegie.

Jadi, sekali lagi, ketika seseorang berbicara di media sosial. Jangan anggap enteng. Bantu mereka dengan nasihat dan dukungan positif. Karena bisa jadi apa yg kalian lakukan itu, walaupun terlihat sepele, sudah menyelamatkan satu nyawa manusia.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya