Kemiskinan dalam Perspektif Pendekatan Kapabilitas Amartya Sen

Pencinta Produk Lokal
Kemiskinan dalam Perspektif Pendekatan Kapabilitas Amartya Sen 05/02/2021 5259 view Ekonomi CNBC TV18

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan manusia dalam kerangka mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu, sangat diharapkan agar berbagai program pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah di suatu negara selalu memposisikan manusia sebagai subyek pembangunan.

Hal tersebut mengandung pengertian bahwa manusia diberi keluasan ruang kebebasan untuk mengelola kemampuan atau kompetensi yang dimilikinya dalam kerangka peningkatan kesejahteraan hidupnya, baik kesejahteraan hidup yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.

Semua itu berimplikasi, bahwa pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan mesti berpusat pada manusia dengan selalu memposisikan manusia sebagai tujuan utama melalui perluasan ruang kebebasaan bagi manusia untuk memanfaatkan dan memberdayakan secara maksimal kemampuan yang dimilikinya. Akan tetapi, berbagai kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah di suatu negara cenderung memposisikan manusia bukan sebagai subyek pembangunan tetapi sebagai obyek. Manusia yang sedianya menjadi tujuan pembangunan hanya mengemban peran sebagai sarana pembangunan.

Hal tersebut tampak secara jelas dari arah dan muara pembangunan yang cenderung lebih banyak ditujukan dan disasarkan pada pengentasan kemiskinan melalui upaya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasar hidup mereka sebagai manusia, termasuk kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan dan sebagainya.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan dimaksud, proses dan mekanisme pelaksanaan pembangunan cenderung berorientasi pada eksploitasi sumber daya dengan memposisikan manusia sebagai sarana pembangunan dan bukan menjadi tujuan pembangunan dalam kerangka peningkatkan kualitas hidup dan kehidupan manusia sebagai individu yang merdeka.

Mencermati adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, sebagaimana dipaparkan di atas, Amartya Kumar Sen menawarkan sebuah pendekatan pembangunan berdimensi baru yang dikenal dengan sebutan pendekatan kapabilitas. Dalam pendekatan kapabilitas Sen, pembangunan dipahami dan dimaknai sebagai perluasan ruang kebebasan bagi manusia dan masalah kemiskinan tidak saja berkaitan dengan tinggi-rendahnya pendapatan tetapi juga berkenaan dengan ketiadaan kapabilitas (Matias Daven, 2020).

Pendekatan Kapabilitas Amartya Sen

Secara etimologis, pendekatan kapabilitas merupakan sebuah istilah berbentuk frasa sebagai hasil perpaduan kata pendekatan dan kata kapabilitas. Pengertian kata pendekatan menunjuk pada rangkaian tindakan terpola berdasarkan sejumlah prinsip tertentu seperti psikologis, didaktis dan ekologis yang terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai.

Pengertian kata kapabilitas yang berpadanan dengan kata kompetensi menunjuk pada kemampuan yang dimiliki seorang manusia sebagai individu untuk bermanfaat. Dengan demikian, secara leksikal, pendekatan kapabilitas dapat diartikan sebagai pendekatan kompetensi karena berkaitan dengan pemberdayaan kemampuan individu untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.

Secara konseptual, yang dimaksud dengan pendekatan kapabilitas adalah suatu pendekatan yang memusatkan perhatian pada kebebasan manusia sebagai individu dalam meraih sesuatu. Sesuai konteks yang melatari penggunaannya, pendekatan kapabilitas Sen adalah suatu pendekatan yang komprehensif tentang teori keadilan untuk menilai seberapa jauh suatu tatanan mewujudkan dalam pembangunan dalam upaya mengentas kemiskinan.

Pendekatan kapabilitas Sen dikatakan komprehensif dibandingkan dengan pendekatan tradisional, dalam hal ini pendekatan pendapatan, karena fokus dan sasaran perhatiannya mencakup sejumlah kondisi terkait termasuk kelaparan, teori perkembangan manusia, ekonomi kesejahteraan, mekanisme dasar dari kemiskinan dan liberalisme politik.

Relevansi Pendekatan Kapabilitas Sen dengan Masalah Kemiskinan

Masalah kemiskinan merupakan masalah dinamis yang terus menggerogoti masyarakat. Berbagai persoalan yang kompleks lahir karena kemiskinan walaupun berbagai upaya telah dilakukan. Namun, masalah kemiskinan tetap saja ada. Masalah kemiskinan di Indonesia dapat dikatakan sebagai masalah klasik yang selalu terjadi dari tahun ke tahun yang belum tuntas terselesaikan.

Berdasarkan hasil analisis penulis, penerapan pandangan Sen tentang pendekatan kapabilitas dalam konteks pembangunan di Indonesia masih hanya sebatas wacana karena proses dan mekanisme pelaksanaan pembangunan cenderung masih berorientasi pada peningkatan pendapatan perkapita masyarakat sebagai indikator pengentasan masalah kemiskinan. Hal ini bertentangan dengan pandangan Sen yang menyatakan, bahwa kemiskinan tidak saja berkenaan dengan rendahnya pendapatan perkapita masyarakat tetapi juga berkaitan erat dengan ketiadaan kapabilitas atau kemampuan manusia sebagai potensi sumber daya yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembangunan.

Kemiskinan di Indonesia sejatinya bukan karena rendahnya pendapatan per kapita melainkan karena disebabkan oleh ketiadaan kapabilitas. Dalam pandangan Sen, pendapatan tentu saja penting, namun pendapatan tidak merefleksikan kebebasan itu sendiri. Kebebasan lebih terefleksi dalam kapabilitas seseorang untuk mencapai sesuatu. Oleh karena itu, hal yang perlu ditekankan seharusnya bukanlah pendapatan melainkan kapabilitas.

Sebagaimana disaksikan dalam konteks pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah di Indonesia pada umumnya, pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah memang menghadirkan berbagai perubahan. Akan tetapi, peningkatan pendapatan seringkali menimbulkan ketegangan tertentu karena adanya tuntutan lingkungan sosial berdimensi baru dan bercorak progresif seperti gaya hidup modern sebagai dampak ikutan dari capaian pembangunan yang menyebabkan mereka selalu mengalami kekurangan atau selalu merasa berada dalam kondisi kemiskinan.

Kecenderungan tersebut dapat disaksikan dalam dua aspek berikut; pertama konsentrasi pendekatan dan kedua, takaran pendapatan sebagai indikator perubahan keberhasilan pembangunan yang direncanakan, dirancang, dan dilaksanakan pihak pemerintah.

Konsentrasi pendekatan yang diterapkan dalam proses dan mekanisme pembangunan yang dirancang, dan dilaksanakan pemerintah masih cenderung memposisikan manusia sebagai obyek pembangunan dan bukan sebagai subyek pembangunan. Dikatakan demikian karena manusia sebagai anggota masyarakat, tidak diberi keluasan ruang kebebasan sesuai kemampuan yang mereka miliki untuk ikut berperanserta secara aktif sebagai tujuan pembangunan tetapi hanya sebagai sarana pembangunan.

Hal ini dapat dilihat secara jelas dan nyata dari tujuan pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah yang cenderung lebih banyak disasarkan pada upaya pengentasan kemiskinan melalui upaya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat demi pemenuhan kebutuhan dasar hidup mereka sebagai manusia yang mencakup kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan dan sebagainya.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu, program pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah cenderung lebih banyak berorientasi pada eksploitasi sumber daya dengan memposisikan manusia sebagai sarana pembangunan dan bukan sebagai tujuan pembangunan. Hal itu semakin diperkuat pula dengan sejumlah kenyataan yang menunjukkan, bahwa pembangunan yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah selama ini cenderung berorientasi pada proyek dan bukan berorientasi pada program.

Dalam hubungan ini, istilah pemberdayaan memang sering kali digunakan dalam melakukan sosialisasi program pembangunan dengan pendekatan pemerintah bekerja bersama masyarakat, namun dalam proses dan mekanisme pelaksanaannya pendekatan yang diterapkan adalah pemerintah bekerja untuk masyarakat.

Dengan demikian, tidak heran jika masyarakat tidak ikut berpartisipasi secara aktif sebagai subyek, pelaku, dan tujuan pembangunan karena mereka diberi peran sebagai obyek, penerima, dan sarana pembangunan, atau dengan perkataan lain, mereka tidak mendapat keluasan kebebasan dalam mengelola kapabilitas individu yang mereka miliki.

Besaran pendapatan masyarakat tidak menjadi takaran yang menentukan keberhasilan pembangunan dalam pendekatan kapabilitas Sen. Akan tetapi, fakta menunjukkan, dalam proses dan mekanisme pelaksanaan pembangunan, peningkatan pendapatan perkapita masyarakat masih menjadi acuan dan rujukan utama untuk menakar keberhasilan pembangunan.

Hal tersebut disebabkan fokus utama yang menjadi sasaran perhatian pemerintah dalam merencanakan, merancang, dan melaksanakan pembangunan adalah pembangunan bidang ekonomi yang ditujukan dan disasarkan pada pengengentasan kemiskinan yang ditakar secara empiris dari pemenuhan kebutuhan dasar dan bukan penyiapan kemudahan dalam melakukan akses pendidikan dan kesehatan bagi seluruh lapisan dan kalangan masyarakat. Hal ini jelas berseberangan dengan pengertian pembangunan sebagai proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial termasuk politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya.

Dengan demikian, keberhasilan pembangunan memerlukan suatu pendekatan komprehensif, sebagaimana dikemukakan dalam pendekatan kapabilitas Sen yang mengartikan pembangunan sebagai proses perluasan kebebasan individu dalam mengelola kapabilitasnya demi mencapai perubahan dalam seluruh sistem sosial yang mencakup bidang politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Karena itu, pembangunan mesti dilihat sebagai usaha untuk untuk memperluas ekspansi kapabilitas manusia sebagai individu dalam konteks kehidupan sebagai anggota suatu masyarakat dan bukan sekedar memaksimalisasikan pendapatan.

Indikator keberhasilan pembangunan tidak hanya ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan tetapi lebih dari itu adalah adanya perluasan ruang kebebasan individu dalam mengelola kapabilitasnya.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya