Demonstrasi Membela Agama, Mungkinkah?

Mahasiswa
Demonstrasi Membela Agama, Mungkinkah? 04/11/2020 1435 view Agama wikimedia.org

Dewasa ini, aksi demonstrasi tidak hanya ada dalam ruang lingkup negara. Dalam lingkup agama pun aksi serupa marak terjadi. Dalam lingkup negara, demonstrasi memiliki tujuan mulia misalnya ingin membela hak rakyat kecil atau memprotes atas penyimpangan keadilan. Sedangkan dalam ruang lingkup agama, aksi demonstrasi umat beragama bertujuan untuk membela agama.

Dalam demonstrasi membela agama, aksi yang diperlihatkan pun tidak kalah ngeri dan kejam dari aksi demonstrasi jalanan ala negara. Kalau demonstrasi ala negara, aksi yang berlebihan seringkali dicap sebagai anarkis karena seringkali merusak fasilitas-fasilitas publik. Sedangkan dalam demonstrasi membela agama dikenal sebagai aksi yang biadab. Biadab karena aksi yang ditampilkan berujung sampai pada pembunuhan dengan motif dan rencana yang sudah disusun sedemikian rupa.

Tanggal 10 Oktober 2020, negara Perancis sudah menayangkan aksi demonstrasi itu kepada umat beragama di seluruh dunia. Aksi tersebut sudah ditonton oleh masyarakat dunia bahkan menjadi topik hangat di kalangan diskusi umat beragama.

Bagaimana tidak, seorang siswa yang dengan biadabnya, tega menghabisi nyawa gurunya dengan sekejap. Tindakan biadab itu katanya punya tujuan mulia, yaitu demi membela agamanya. Terus kalau begitu, apakah membunuh adalah wujud kalau orang taat pada agamanya? Saya kira tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan bahwa membunuh itu baik. Agama apapun itu, tidak pernah mengajarkan hal seperti itu.

Berhadapan dengan problem keagamaan di Perancis, menurut kronologisnya bahwa seorang guru yang bernama Samuel Patty dibunuh karena ia telah melukai hati umat Muslim. Ia dianggap sudah menista agama dengan menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada semua mahasiswa di kelasnya (BBC News, 2020). Tentunya peristiwa pembunuhan Patty adalah salah satu contoh aksi dan reaksi (demonstrasi) umat beragama dalam membela agamanya.

Mungkin saja aksi demonstrasi membela agama ini tidak akan berhenti sampai di situ. Menimbang keputusan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengundang kontroversi serta reaksi umat Muslim di seluruh dunia. Bagaimana tidak, Marcon secara “implisit” menganggap karikatur di ruang kelas itu bukan sebagai penistaan, malah dia mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku pada gurunya. Bagi Marcon, membunuh dengan alasan apapun adalah kejahatan. Ketidakjelasan posisi Marcon ini pun mengundang reaksi yang berapi-api dari umat Muslim di seluruh dunia, bahkan Marcon dianggap telah melukai hati umat Muslim.

Sudah pasti menurut hemat saya bahwa aksi demonstrasi membela agama ini akan terus berlanjut, entah sampai kapan, tidak ada yang tahu. Peristiwa pembunuhan oleh seorang siswa kepada gurunya di Perancis adalah semacam alarm bahwa umat beragama tergerak hati nuraninya untuk membela agama (Tuhan) yang menurutnya adalah Yang Maha kuasa, Maha besar, dan Maha Kuat. Berhadapan dengan hal ini, kita patut bertanya: apakah betul bahwa Allah dan Agama harus kita bela?

Saya dalam tulisan ini tidak bermaksud untuk meihak pada siapapun. Saya dalam uraian in tidak secara eksplisit membahas mengenai kasus yang menjadi trending topik itu. Hanya berkaca pada kasus itu, uraian ini pun menguraikan bahwa umat beragama seringkali menjadikan agama sebagai instrumen untuk melegalkan kekerasan, dengan dalil membela agama. Dengan itu, kesakralan dan kesucian agama itu pun hilang.

Allah Tidak Perlu Dibela

Sekiranya pembacaan E.B. Tylor dan J.G. Frazer sudah terbukti bahwa agama akan surut setelah manusia menggunakan akalnya, yakni rasionalitas (sudiarja, 2020). Sebagai bukti yang menurut penulis adalah kasus yang terjadi pada Samuel Patty. Karena manusia menggunakan rasionalitasnya, agama pun dibela. Sebegitu lemah dan rapuhkah Tuhan dan Agama sehingga harus membutuhkan pertolongan dan pembelaan dari umatnya?

Hemat saya, Allah itu tidak perlu kita bela. Allah itu terlalu kuat, terlalu besar untuk kita bela. Tanpa kita bela, Allah memang besar, hebat, dan kuat pada dirinya sendiri. Justru dengan tindakan kita membela Allah, kita tidak secara langsung menista agama kita sendiri. Mengapa? Justru yang menghina dan menyakiti hati Allah atau agama adalah orang-orang yang menganggap Allah itu lemah. Karena itu, Allah harus dibela. Seperti yang dikatakan Gus Dur bahwa “Tuhan tidak perlu dibela, walaupun juga tidak menolak dibela” (KOMPAS.com 2017).

Dengan itu, alangkah baiknya kalau kita umat beragama tidak perlu berapi-api membela agama dan Allah kita. Itu akan menyadarkan kita bahwa Allah itu Maha Besar, Maha Suci, Maha Kuat, dan Maha Sempurna. Ia tidak membutuhkan pembelaan dari siapapun.

Harapan bagi Masa Depan

Seperti yang kita tahu, bahwa dewasa ini seringkali persoalan agama dianggap peka; mungkin hal itu terjadi karena agama seringkali dicampur adukan dengan hal-hal yang tidak suci seperti politik, ekonomi, maupun tujuan lain manusia yang mana agama dijadikan sebagai motivasi demi mencapai tujuan yang diinginkan, (sudiarja, 2020). Dengan demikian, makna, kesucian, dan kesakralan dari agama itu pun hilang karena agama seringkali dijadikan sebagai sebuah ideologi, untuk dibela, bahkan sebagai instrumen untuk mendominasi dalam masyarakat, yang berujung pada kekerasan dan pembunuhan.

Mencampuradukkan agama semacam itu yang hemat saya dapat menjadikan agama sebagai akar dari pertentangan bahkan menjadi radikal dan berujung pada anggapan bahwa agama-agama yang lain sebagai yang kafir atau musuh yang paling berbahaya. Karena itu harus disingkirkan.

Belajar dari problem keagamaan di Perancis, semoga kita umat beragama di seluruh dunia tidak bereaksi yang berlebihan dalam menanggapi peristiwa itu. Apa lagi melakukan demonstrasi yang luar biasa biadab yaitu melakukan kekerasan bahkan membunuh yang lain demi membela Agama. Sekali lagi bahwa Tuhan dan Agama itu tidak perlu dibela. Allah sudah Sempurna dan Kuat pada diri-Nya.

Berhadapan dengan penghinaan terhadap agama, kita sebagai manusia yang lemah tidak punya hak untuk melampaui Allah apalagi menghukum penghina atau penista yang juga adalah ciptaan-Nya. Mengenai mereka biarkanlah Allah yang menghukumnya.

Dengan itu, marilah kita umat beragama saling merangkul satu sama lain. Jangan ada lagi demonstrasi membela agama dan Tuhan karena agama tidak pantas untuk kita bela. Apalagi sampai pada aksi yang berujung pada kekerasan. Allah terlalu besar untuk kita bela. Marilah kita berdamai. Seperti yang dikatakan Hans Kung “Without peace between religions there will be no peace between nations" (Hans, 1990).

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya