Teknologi Rapid Test dan Spirit Campfireness

"Technology is the campfire around wich we tell our stories" (Laurie Anderson).
Penulis berkebangsaan Inggris, Laurie Anderson pernah mengatakan manfaat teknologi bagi kehidupan kita. Menurutnya, teknologi merupakan api unggun yang kita gunakan untuk menceritakan kisah kita.
Hemat saya, untuk konteks Indonesia saat ini, kita diajak untuk menjadikan teknologi sebagai api unggun (campfire) yang dapat membawa terang bagi persoalan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) saat ini. Kita diajak demikian mengingat begitu gelapnya hidup saudara-saudari setanah air yang sudah, sedang dan bahkan mungkin akan menderita karena wabah tersebut. Di sini, kita pun melihat bahwa penderitaan itu masih dirasakan, beban fisik dan psikis orang masih terasa, dan kegelapan hidup karena wabah ini masih jauh dari seberkas cahaya harapan akan kehidupan pasien.
Berkaitan dengan kasus pandemi Covid-19, hingga Rabu (25/3/2020), total kasus infeksi Covid-19 yang telah dikonfirmasi di Indonesia mencapai 790 kasus, bertambah dari hari sebelumnya sebanyak 686 kasus. Selain itu, dari angka tersebut terdapat 58 kematian dan 31 pasien dinyatakan sembuh (Kompas.com, diakses Kamis, 26/3/2020).
Dari data di atas, kita bisa melihat bahwa pandemi Covid-19 ternyata membawa orang sampai pada taraf kematian. Nyawa orang menjadi korban ketika belum ada pihak yang turut memberi terang solusi bagi persoalan semacam ini. Pada titik ini, kita bisa membuat sebuah pra-anggapan bahwa api unggun (campfire) yang ada dalam diri kita masih belum ingin dinyalakan bagi banyak orang.
Kendati demikian, tidak sedikit juga langkah solutif yang sudah dibuat oleh pemerintah kita untuk menekan angka kematian di atas. Teknologi rapid test misalnya, hadir sebagai upaya pemerintah untuk menekan penyebaran virus corona yang masih terus saja terjadi di tanah air. Pemerintah setidaknya sudah pada tahap "campfireness", memberi terang api unggunnya atau kabar baik bagi warga negaranya.
Berkaitan dengan hal demikian, melansir berbagai pemberitaan Kompas.com, berikut adalah salah satu kabar baik dari kondisi penanganan virus corona di Indonesia.
Pemerintah telah mulai rapid test corona. Pada Jumat (20/3/2020), Presiden Jokowi menyebut bahwa rapid test atau tes cepat virus corona (Covid-19) telah mulai dilakukan. Lokasi pertama tes cepat ini ialah Jakarta Selatan, yaitu pada sejumlah warga yang diduga terinfeksi virus corona karena melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19.
Menurut Presiden, pemerintah memprioritaskan wilayah yang paling rawan. Senada dengan presiden, juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto mengatakan, rapid test ini merupakan mekanisme pemeriksaan spesimen pasien terduga Covid-19 yang dimulai dari pasien yang berstatus darurat sehingga harus diprioritaskan dalam pelayanan medis (Kompas.com, diakses Kamis, 26/3/2020).
Langkah baik pemerintah untuk saat ini sungguh mesti dijemput dengan apresiasi. Pasalnya, langkah baik tersebut merepresentasi setidaknya dua hal berikut.
Pertama, pemerintah sendiri sudah sampai pada tahap "campfireness" di mana ia menjadi laksana api unggun yang menerangi banyak orang (baca: warga negaranya). Pada titik ini, misi kemanusiaan dia sebagai presiden pun patut diangkat jempol. Berikut apresiasi atas keberanian dia sebagai pemimpin negara pun turut dijemput dan diberikan padanya.
Pasalnya, ia berani untuk membuka diri, melihat kembali jiwa kebesarannya sebagai pemimpin kita untuk menyalakan api unggun penerangan bagi rakyatnya. Selain itu, yang menarik di sini ialah ia sendiri juga tidak menutup hati untuk memadamkan api terang tersebut atau pun ia bisa melampaui proses berpikir dilematis: antara menyalakan api terang ataukah memadamkannya begitu saja. Pada akhirnya, ia pun berani untuk mengambil langkah, menyalakan api terang itu bagi pasien sebagai rakyatnya.
Kedua, pemerintah sampai saat ini sudah berhasil menggunakan media teknologi baru secara bijak dan berdaya guna bagi warga. Inilah yang disebut oleh pakar komunikasi, Marshall Mc Luhan, sebagai manfaat yang luarbiasa dari media teknologi baru (new technology media) tersebut.
Melalui teknologi rapid test Covid-19 misalnya, kita dapat melihat bahwa ia telah menjadikan teknologi sebagai solusi, bukannya benalu bagi kehidupan banyak orang.
Artinya, dengan adanya penggunaan media teknologi tersebut ia memberikan solusi untuk mengurangi dampak lanjut dari bahaya pandemi Covid-19 yang merebak secara tak terkendali. Di sini, setidaknya pemerintah tengah berupaya memutuskan rantai panjang virus corona agar virus tersebut tidak lagi merenggut begitu banyak orang lain sebagai warga negaranya.
Hemat saya, sebagai pemimpin, Presiden Jokowi bisa saja keliru dan salah kaprah dalam memakai teknologi yang ada. Boleh jadi ada anggapan: "untuk apa melakukan solusi dengan memakai teknologi rapid test. Toh setelah ini kan, masa pemerintahan saya sudah berhenti."
Yang menarik bahwa presiden sendiri berhasil melampaui anggapan semacam ini. Upaya penggunaan teknologi rapid test yang telah berjalan selama ini ialah hadir sebagai antitesis atas sebagian statement Christian Lous Lange beberapa tahun silam. Sebagaimana menurut Lange: "Technology is a useful servant but a dangerous master" (teknologi adalah hamba yang berguna tetapi tuan yang berbahaya).
Pada titik ini, Presiden Jokowi sudah menjadikan rapid test sebagai teknologi yang berguna dan menghanguskan tesis Lange bahwa ia juga sebagai representasi teknologi yang berbahaya bagi rakyat. Alhasil, dalam langkah rapid test ini kita bisa membaca dan melihat bahwa semua teknologi mesti memberi daya guna atau manfaat bagi sesama manusia sebagaimana yang telah dibuat Presiden Jokowi.
Pada konklusi ini, saya mengajak kita semua untuk menggunakan teknologi apa saja secara bijak, bertanggung jawab dan membawa daya guna bagi sesama. Jangan biarkan teknologi menjadi tuan atas hidup kita. Jadikanlah ia sebagai hamba, sarana kita dalam melancarkan misi kemanusiaan kepada sesama.
Akhirnya, sudah semestinya kita menjadi pribadi "campfireness". Kita mesti menyalakan api terang bagi sesama yang lain di tengah pandemi Covid-19 hari-hari ini. Inilah misi kemanusiaan kita. Lantas, kapan kita menyalakan api unggun untuk menerangi sesama?
Artikel Lainnya
-
25830/04/2024
-
47223/12/2023
-
6924/05/2025
-
Manusia: Apakah Masih Memiliki Kesadaran?
6803/06/2025 -
Nada dan Nalar: Pengaruh Musik dalam Membentuk Pola Pikir Manusia
27021/10/2024 -
Perlukah Learn from Home Bagi Anak Usia Dini di Tengah Pandemi?
132228/05/2020