Membuka Mata Batin Pewaris Pancasila
Dari Masa Silam,
Kita mulai dari deretan kata-kata silam, bahwa Pancasila terlahir dari rahim bangsa Indonesia melalui rangkaian perjalanan yang panjang. Pancasila dilahirkan di bumi pertiwi yang bhinneka ini oleh tokoh-tokoh bangsa yang luar biasa hebat. Proses kelahirannya pun bukanlah sesuatu hal yang instan, sim salabim, langsung jadi. Bahkan, melewati berbagai perdebatan di kalangan para pendiri bangsa.
Namun, yang menjadi catatan adalah perdebatan para founding father kala itu dilandasi atas kepentingan bangsa Indonesia. Bukan dilandasi oleh egoisitas kepentingan segelintir golongan. Atas berkat rahmat Allah dan dengan didorong oleh keinginan luhur, hingga akhirnya disepakati lima sila, Pancasila.
Pun jikalau kita kuliti sejarah nusantara lebih dalam, membuka lembar demi lembar catatan lampau, perdebatan intelektual mengenai rumusan Pancasila mulai dari 1 Juni, 22 Juni, hingga 18 Agustus 1945. Dan lima sila yang disepakai pada 18 Agustus 1945 itulah merupakan rumusan Pancasila yang final dan paten.
Bangsa ini tentu tak lupa dan selalu ingat atas kerelaan tokoh-tokoh Islam menghapus tujuh kata sila pertama (Piagam Jakarta), yang awalnya berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Salah satu episode bersejarah ini menjadi penanda bahwa kelahiran rumusan lima sila Pancasila penuh perjuangan dan pengorbanan. Ia bukan hasil rumusan segelintir kelompok saja, melainkan titik temu kesepakatan bersama bangsa Indonesia.
Lika-liku sejarah kelahiran Pancasila juga seharusnya menjadi cermin untuk diteladani bangsa ini. Pancasila adalah warisan luhur bangsa yang harus kita jaga, rawat, dan yang terpenting diamalkan dalam kehidupan berkebangsaan. Sebabnya, seharusnya tak ada lagi tafsir terhadap Pancasila dalam bentuk apapun.
Persoalan bangsa ini justru bukan mengutak-atik tafsiran Pancasila. Tapi, yang menjadi tantangan bangsa saat ini ialah bagaimana mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh sendi kehidupan.
Dan Hari ini,
Genderang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU-HIP) yang baru saja ditabuh oleh DPR seolah tak berperikebangsaan. Bagaimana tidak, di tengah kepungan badai bencana kemanusiaaan Covid-19 yang kian mengganas, mereka justru melempar bola panas dipundak bangsa ini. Tak ayal polemik pun mengelinding dan memicu berbagai kekhawatiran buruk.
Hadirnya tafsiran Pancasila ini seolah mengikis marwah Pancasila dan juga menurunkan derajat Pancasila. Padahal kita tahu, Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa, dan sumber dari segala sumber hukum, bahkan lebih tinggi dari UUD’45. Dan hari ini ada upaya pengubahan menjadi UU HIP. Sungguh ironis.
Harusnya kita fokus penanganan wabah Covid-19, bukan malah membahas tafsiran baru yang dikhawatirkan mengancam pandangan hidup bangsa. Dari segi nomenklatur RUU HIP juga mengandung masalah. Sebab, Pancasila sejatinya bermakna haluan dalam kehidupan berkebangsaan. Artinya, penggunaan kata Haluan Ideologi Pancasila dapat mengundang kesalahpahaman atau misleading (Biyanto, 2020).
Bahkan kalangan tokoh-tokoh agama termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak keras RUU HIP karena berpotensi membangkitkan ruh-ruh paham komunis yang telah lama terkubur. Kekhawatiran ini sah-sah saja. Segala potensi dan benih-benih komunis yang telah dibawa oleh tangan-tangan PKI memang harus kita babat habis tanpa sisa sampai keakar-akarnya.
Jangan lupa, memoar kelam yang digoreskan oleh kekejian PKI sungguh menyayat dan membekas. Catatan merah telah menjadikan mereka lintah-lintah menjijikan yang menghisap darah bangsa Indonesia yang tak berdosa. Menjadi penghianat atas tetesan darah yang tumpah dari nyawa para tokoh agama dan ulama. Mereka meludahi wajah-wajah sudra rakyat jelata. Wajah-wajah papa yang seharusnya dilindungi malah dibantai dengan penuh kebiadaban.
Dan Hari Ini,
Wahai bangsa pewaris Pancasila, masihkah kalian punya mata batin jernih. Bukalah! Masihkah mata kalian melihat ribuan nyawa melayang akibat amukan badai Covid-19 dan lima puluh ribu lebih terpapar virus mematikan. Masihkah telinga kalian mendengar berita-berita membosankan lonjakan kasus Covid-19 saban harinya. Masihkah mendengar ratapan anak-anak negeri yang dirumahkan, bersekolah tanpa ruang kelas. Atau jangan-jangan kalian masih sempat senyum-senyum, bercanda dan bersenda gurau di depan penderitaan bangsa ini.
Sadarlah! Segala wabah yang sedang berkecamuk menghantam bumi pertiwi, memang tak boleh membuat kita diam tanpa aksi. Mencari alternatif pencerahan untuk menyepuh segala jelaga hitam, mengobarkan api semangat perjuangan dengan simpul-simpul persatuan dan kesatuan yang terikat kuat. Karena tanpa gotong-royong kebangsaan, wabah Covid-19 sulit dilenyapkan.
Kita sebagai bangsa pewaris Pancasila ditakdirkan menjadi garda depan menjaga Pancasila. Menjaga Pancasila adalah menjaga Indonesia. Dan oleh sebab itu, mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila adalah bentuk pengabdian kita kepada negara Indonesia, termasuk memerangi wabah kemanusiaan Covid-19.
Perjuangan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila adalah ladang jihad yang terhampar luas di depan kita, bukan malah memicu konflik ingin pemecah belah bangsa. Apapun alasannya, saat ini dimana wabah Covid-19 belum mereda, sangat tak elok membahas RUU HIP.
Jika hari ini masih kekeh dan ngotot mau mengegolkan UU HIP sementara banyak pihak yang tak setuju. Lantas, bagaimana kita menjadi penyambung lidah-lidah rakyat Indonesia. Lantas di mana mata hati batin kita.
Untuk Esok,
Apresiasi untuk Presiden yang telah memberi angin segar dengan menunda pembahasan RUU-HIP. Sudah saatnya, konsentrasi negara sebaiknya diarahkan untuk fokus ke penanganan wabah Covid-19. Keselamatan rakyat, solusi masalah ekonomi, dan kesehatan jauh lebih pokok dan mendesak dari sekadar perdebatan emosional RUU-HIP.
Oleh karena itu, marilah satukan langkah, kuatkan simpul kebangsaan dengan gotong royong. Amalkan nilai-nilai luhur Pancasila secara nyata. Dan maksimalkan energi kita untuk membantu pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Untuk esok masa depan Indonesia maju adil dan makmur.
Artikel Lainnya
-
151226/07/2020
-
233321/12/2020
-
107809/07/2022