Interstellar, Perubahan Iklim, dan Masa Depan Ilmu Astronomi

Interstellar, Perubahan Iklim, dan Masa Depan Ilmu Astronomi 22/09/2020 1843 view Lainnya Piqsels.com

"That's one small step for a man, one giant leap for mankind" (satu langkah kecil untuk seorang pria, satu lompatan besar bagi seluruh umat manusia).

Kutipan masyhur di atas diucapkan oleh mendiang Neil Armstrong ketika pesawat luar angkasa Apollo 11 berhasil dengan selamat mendarat di permukaan bulan. Proyek ambisius yang digagas oleh presiden John F. Kennedy ini dilatarbelakangi oleh upaya untuk menyaingi Uni Soviet yang terlebih dahulu berhasil mengirimkan astronotnya, Yuri Gagarin lewat pesawat roket Vostok I, yang berhasil membawanya menjelajah ke luar angkasa di atas orbit bumi selama 108 menit.

Keberhasilan Yuri Gagarin yang diikuti dengan keberhasilan Neil Armstrong sebagai manusia pertama yang menginjakkan kakinya di bulan, merupakan tonggak sejarah dan pelopor misi penjelajahan ke luar angkasa selanjutnya. Mulai dari dikembangkannya satelit-satelit yang dikembangkan untuk keperluan komunikasi dan transmisi hingga dikembangkannya Voyager pada akhir dekade 70-an yang berhasil membawa potret gambar planet Jupiter & Saturnus yang jaraknya miliaran kilometer dari bumi.

Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya untuk apa sih sebenarnya melakukan penjelajahan luar angkasa? Selain mengeluarkan dana yang besar, misi ini juga memiliki resiko kecelakaan yang tinggi, contoh seperti kasus yang pernah terjadi pada pesawat ulang alik Challenger yang meledak dan menewaskan satu tim astronot saat lepas landas pada tahun 1986. Melihat kasus ini, bukankah lebih baik apabila dana tersebut dipakai untuk kegiatan penelitian lain yang lebih konkret hasilnya?

Memang jika dipikir-pikir, misi penjelajahan ruang angkasa sedikit sekali yang membawa dampak praktis dalam kehidupan sehari-hari, kecuali mungkin sebagai hiburan dan bahan materi bagi para sineas film untuk membuat karya bergenre Science Fiction yang menceritakan tentang makhluk dan kehidupan ekstraterestial (baca: alien) atau suatu peradaban lain yang mungkin bersembunyi di balik galaksi tetangga.

Sejak dulu pertanyaan apakah manusia itu sendiri di alam semesta menjadi motivasi utama para pakar astronomi untuk melakukan eksplorasi luar angkasa dan sampai saat ini rasanya belum ada jawaban pasti terhadap pertanyaan tersebut.

Saya kemudian teringat sebuah film yang digarap oleh sutradara kenamaan yaitu Christoper Nolan yang berjudul Interstellar (2014). Film ini mengisahkan tentang bumi yang dilanda bencana badai debu dan kegagalan panen yang akut sehingga memaksa sekelompok astronot untuk pergi dalam sebuah misi untuk mencari sebuah planet baru yang dapat ditinggali oleh umat manusia.

Situasi yang terjadi dalam film tersebut hampir mirip dengan yang terjadi di bumi saat ini. Bedanya jika di film Interstellar, bumi mengalami bencana debu dan gagal panen, maka bumi kita saat ini ke depannya sedang menghadapi ancaman yang lebih berbahaya, yaitu perubahan iklim.

Saat ini mungkin banyak dari kita yang menganggap bahwa isu perubahan iklim bukanlah sesuatu yang terlalu penting, media-media juga jarang yang mengangkat ini menjadi isu utama dalam rubrik mereka. Mungkin ada sebagian yang mulai tertarik dan mengenal isu ini sejak melihat remaja asal Swedia, Greta Thurnberg, yang gencar melakukan aksi protes di depan parlemen Swedia hingga ke kongres PBB.

Perubahan iklim bumi yang semakin memanas disebabkan salah satunya dari penggunaan bahan bakar fosil yang berkontribusi menaikkan rata-rata suhu di bumi sebesar 1-2 derajat per sepuluh tahun. Dampaknya mungkin beberapa sudah kita rasakan sekarang, seperti terjadinya kebakaran hutan yang semakin luas, bencana kekeringan, atau semakin naiknya permukaan air laut akibat mencairnya kutub es karena suhu yang semakin panas. Bahkan menurut prediksi beberapa pakar, jika laju penggunaan bahan bakar fosil ini tidak dikurangi, dampaknya akan semakin parah dan perlahan-lahan merusak bumi dan mendatangkan bencana-bencana alam dan konflik sosial yang tidak bisa dihindari.

Sekilas jika kita melihat dampak perubahan iklim tadi, mungkin saja planet bumi yang kita tinggali sekarang dalam beberapa ratus tahun ke depan tidak layak untuk dihuni lagi, dan persis seperti alur cerita film Interstellar, mungkin saat inilah eksplorasi luar angkasa menemukan momentum dan urgensinya dalam rangka proyek besar untuk mencari planet alternatif yang dapat ditinggali selain bumi.

Pertanyaannya, kemanakah kita harus mencari "calon" rumah baru untuk umat manusia? Jawabannya tentu saja bukan di planet yang mengorbit black hole seperti dalam film Interstellar, karena itu berarti bunuh diri. Barangkali salah satu alternatif nama yang mungkin sudah akrab bagi penikmat film Sci-fi adalah planet Mars. Kebetulan saat ini ada orang yg cukup ambisius dan "gila" untuk mewujudkan ambisi manusia untuk membentuk koloni di Mars, nama orang itu adalah Elon Musk, yang saat ini melalui perusahaannya Space-X sedang mengembangkan roket ruang angkasa yang akan digunakan dalam perjalanan menuju Mars. Tidak cuma Elon Musk, beberapa negara seperti Uni Emirat Arab, China, dan yang lainnya pun kini sedang berlomba untuk mengembangkan proyek luar angkasanya masing-masing.

Tetapi yang perlu diingat, sekalipun misi untuk membuat koloni di Mars berhasil, dengan suhu udara dan tekanan udara yang lebih rendah daripada di bumi, serta kontur permukaan Mars yang perlu dirombak, maka perlu dikembangkan teknologi yang nantinya bisa membantu koloni manusia yang baru hidup di sana, dan tentunya biayanya jauh lebih besar daripada biaya untuk memperbaiki kondisi bumi saat ini.

Apakah planet Mars satu-satunya opsi planet alternatif bagi umat manusia? Jawabannya tentu saja tidak, karena masih banyak planet-planet lain yang belum diketahui oleh manusia. Galaksi di alam semesta ini jumlahnya miliaran dan galaksi Bima Sakti tempat kita tinggal hanyalah salah satu di antaranya.

Planet Bumi kita ibarat setetes air di tengah luasnya samudra. Dengan berkembangnya ilmu astronomi bisa jadi ke depannya akan lebih banyak ditemukan planet-planet baru yang barangkali lebih layak untuk ditinggali atau kondisinya mendekati dengan yang ada di Bumi.

Kalau itu benar-benar terwujud dan manusia berhasil membuat koloni di planet lain, maka periode tersebut akan menandai dimulainya peradaban "Interstellar" (Antar bintang) yang sesungguhnya, dimana orang-orang akan bepergian antar planet dan galaksi layaknya bepergian antara satu kota ke kota seperti di bumi melalui teknologi "hyperspace" dan melalui jalan tol angkasa yg disebut sebagai "wormhole". Mirip-mirip dalam gambaran film Star Trek ataupun Star Wars dalam adegan-adegannya.

Apabila itu benar terwujud, maka planet Bumi bisa jadi akan menjadi tempat wisata eksotis dan memorable bagi orang-orang tua dan menjadi destinasi mudik ramadan atau liburan tahun baru. Orang akan pergi ke sana hanya untuk mengenang masa-masa nostalgia ketika dirinya masih hidup di Bumi atau sekadar mengunjungi situs-situs sejarah di sana.

Bisakah dan kapan manusia dapat mencapainya? Entahlah, tidak ada yang bisa memprediksi masa depan. Mungkin bisa puluhan, ratusan, ribuan tahun lagi. Atau bisa jadi manusia tidak bakal sampai di sana karena keburu dihancurkan oleh akibat ulah tangannya sendiri yang merusak planet tempat tinggalnya.

Tetapi seandainya pun dengan ajaib gambaran di atas semua terjadi secara nyata, maka kalau seandainya peradaban manusia diberikan kesempatan dan umur yang panjang, semoga saja kita bisa menjadi saksi lahirnya era peradaban tersebut dan tidak menjadi saksi hancurnya planet Bumi yang kita cintai ini.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya