Woman Trafficking di Balik Fenomena Pengantin Pesanan

Penulis, Peneliti, dan Pembelajar
Woman Trafficking di Balik Fenomena Pengantin Pesanan 06/08/2021 937 view Politik jalastoria.id

Sebagai negara berkembang, Indonesia tidak lepas dari kemajuan perkembangan zaman yang mengharuskan sebuah negara untuk memberikan akses terhadap segala kemudahan, seperti kemudahan transportasi, informasi, komunikasi dan transaksi. Namun sisi gelap dari perkembangan tersebut muncul, ketika terdapat pihak yang memanfaatkannya dengan cara yang tidak benar, demi mendapatkan keuntungan pribadi atau golongan. Salah satunya adalah maraknya perdagangan manusia atau human trafficking.

Perdagangan manusia menjadi salah satu masalah serius yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi negara. Perdagangan manusia sangat berkaitan dengan hubungan antar negara, karena perdagangan tersebut paling sering dilakukan di daerah perbatasan negara khususnya di Indonesia.

Meskipun Indonesia merupakan negara kepulauan, banyak daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Salah satu contohnya adalah pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan berbatasan langsung dengan wilayah negara Malaysia. Maka dari itu, perpindahan orang, barang dan jasa antar negara melalui jalur darat merupakan salah satu aktivitas yang sering dijumpai di wilayah ini.

Selain itu, juga akan mudah dijumpai orang-orang atau warga keturunan Tiongkok, yang sebagian besar telah hidup dan menetap selama beberapa generasi di Indonesia. Tidak sedikit penduduk etnis Tionghoa tinggal di Kalimantan Barat dengan beragam profesi, seperti petani, nelayan dan pedagang. Tidak sedikit juga dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Beberapa faktor tersebut, khususnya yang berkaitan dengan keterbatasan ekonomi, menjadi pendorong tingginya kasus perdagangan perempuan atau woman trafficking di Kalimantan Barat.

Woman trafficking adalah suatu tindakan yang menyertakan aspek-aspek proses rekrutmen atau perpindahan tempat terhadap wanita, termasuk eksploitasi seksual dengan ancaman, kekerasan dan penipuan. Woman trafficking dilakukan dengan tujuan untuk eksploitasi seksual dan ekonomi, terutama prostitusi, pornografi, dan kerja paksa, termasuk untuk pekerjaan rumah tangga, mengatur pernikahan atau untuk dijual sebagai pengantin wanita. Woman trafficking merupakan kejahatan yang terorganisasi, di mana para pelaku kejahatan mempunyai peran yang berbeda, antara satu dengan yang lainnya. Di samping itu kejahatan “perdagangan perempuan” cakupannya mencapai lintas negara, sehingga disebut sebagai “transnational crime”.

Praktik jual beli perdagangan manusia terutama terhadap wanita, atau yang juga dikenal dengan istilah woman trafficking, sudah lama terjadi serta mengalami perubahan bentuk dan pola penjaringan korban dari waktu ke waktu. Di Kalimantan Barat, salah satu bentuk woman trafficking muncul dari fenomena pengantin pesanan. Beberapa perempuan di Kalimantan Barat rela menikah dengan lelaki asal Tiongkok dengan harapan bisa mencukupi kebutuhan ekonominya.

Bagi mereka, pernikahan lintas negara ini adalah salah satu dan bahkan bisa jadi satu-satunya cara untuk merubah hidup, jalan dari kemiskinan menuju kekayaan. Hal ini pun, dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk mendirikan kantor agen biro jodoh di wilayah Kalimantan.

Terjadinya pengantin pesanan ini telah dimanfaatkan sebagai lahan bisnis oleh para perantara. Banyak juga orang tua yang rela menikahkan anak gadisnya dengan pria yang sama sekali tidak dikenalinya. Semua itu dilakukan dengan harapan untuk menghidupi keluarga dan mendapatkan ekonomi yang lebih baik.

Sayangnya hanya segelintir perempuan pengantin pesanan yang dapat merubah nasib hidupnya menjadi lebih baik. Kebanyakan dari mereka gagal dalam menjalani pengantin pesanan. Banyak dari perempuan Kalimantan Barat yang kemudian menjadi korban woman trafficking ketika sudah menikah dengan lelaki asal Tiongkok via pengantin pesanan.

Saat mereka sudah tinggal bersama dengan sang suami, para perempuan tersebut justru mendapatkan perlakuan yang tidak dijanjikan seperti ketentuan awal. Banyak dari mereka dipaksa bekerja di berbagai tempat hiburan malam dan harus melayani pria hidung belang sebagai ganti semua biaya yang telah dikeluarkan selama proses keberangkatan. Sering dijumpai para korban perempuan ini mendapatkan perlakuan yang tidak baik dan melanggar hak asasi manusia, seperti mengalami tindak kekerasan dan mendapatkan perlakuan yang kasar.

Pengantin pesanan atau mail bride order merupakan manifestasi modern dari perjodohan. Awal perekrutan calon pengantin pesanan sangatlah mudah dan tanpa disadari oleh korban, karena hanya berawal dari obrolan ringan yang terkesan biasa. Keberadaan agen sangat memudahkan untuk mencari calon pengantin pesanan. Agen pengantin pesanan ini umumnya adalah warga lokal, dengan tujuan untuk memudahkan mencari korban di wilayahnya yang biasa disebut dengan mak comblang.

Banyaknya agen pengantin pesanan yang ada, membuat perdagangan perempuan semakin mudah berjalan. Bagi para agen pengantin pesanan, pekerjaan ini merupakan kegiatan yang paling menguntungkan dalam tindakan kriminal. Perkiraan UNODC dari 2012, menyatakan bahwa pelaku perdagangan manusia menghasilkan USD 32 miliar per tahun.

Kinerja para agen pengantin pesanan bisa dibilang sangatlah halus dan rapi, karena hanya melalui komunikasi mulut ke mulut. Dalam melancarkan misinya, mak comblang biasanya menjanjikan korban dengan memberikan sejumlah uang dan iming-iming terjaminnya kebutuhan hidupnya bersama seluruh keluarga. Ketika ada penolakan, para Mak Comblang akan terus bertindak dengan pendekatan kultural, di mana mak comblang akan selalu datang mengunjungi rumah calon korban untuk menawarkan menikah dengan lelaki Tiongkok, serta meminta restu kedua orang tua sang calon korban. Perempuan incaran dalam kasus pengantin pesanan adalah perempuan dengan ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah.

Selain kegigihan mak comblang, keberhasilan para pengantin pesanan membuat banyak perempuan lokal, khususnya yang berasal dari Kalimantan Barat tergoda untuk turut mencoba. Hal ini juga didorong oleh keinginan besar memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Para calon korban pengantin pesanan dijanjikan kehidupan yang layak di Tiongkok dan uang tunai sejumlah sekitar Rp.20 juta jika bersedia sampai menikah. Pembayaran awal sebesar Rp10 juta sebagai uang muka dan Rp.10 juta lagi akan diberikan setelah dibuatkan paspor, yang sebelumnya mak comblang telah meminta syarat berupa KTP, KK, akte korban untuk dijadikan syarat pembuatan paspor.

Fenomena pengantin pesanan dapat berubah menjadi kasus perdagangan manusia ketika seorang perempuan menikah atas tekanan dan berakhir dalam kondisi perbudakan. Beberapa wanita melaporkan, bahwa mereka bekerja seperti budak di rumah suami serta dipaksa oleh suami untuk memasuki industri seks. Awalnya, para korban mendapatkan perlakuan baik, dan hidup layaknya pasangan suami istri yang baru menikah sebagai pengantin pesanan. Namun setelah beberapa bulan berlalu, korban mulai mendapatkan perlakuan yang tidak layak dari sang suami. Korban mendapatkan pelecehan seksual dan kekerasan, seperti dipukul, ditampar dan dipaksa untuk bekerja serta tidak mendapatkan uang seperti perjanjian awal dan tidak diizinkan untuk pulang ke Indonesia.

Banyak hal menjadi faktor pendorong dan pendukung maraknya pengantin pesanan di Indonesia, khususnya wilayah Kalimantan Barat. Latar belakang ekonomi sulit yang dibarengi dengan rendahnya tingkat pendidikan para korban membuat para perempuan menjadi begitu mudah dijadikan korban perdagangan melalui fenomena pengantin pesanan.

Pendidikan yang kurang merata bagi perempuan menjadikan perempuan sebagai objek yang rentan terhadap aksi transnational crime. Janji manis perbaikan ekonomi juga mendorong para perempuan yang menjadi korban rela keluar dari zona nyaman, rumah mereka di negara sendiri, untuk menikah dengan pria asing yang sama sekali tidak mereka kenal. Mirisnya dua faktor ini menyiratkan kurang meratanya persebaran edukasi dan tingginya kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat.

Selain itu, kurang rapinya urusan perbatasan menjadi salah satu tugas rumah negara dalam fenomena pengantin pesanan ini. Kurangnya perhatian terhadap wilayah perbatasan negara khususnya di bagian terluar Indonesia, membuat daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara luar menjadi wilayah yang rapuh terhadap kejahatan transnasional. Dalam penanganan korban pengantin pesanan, tidak jarang ditemukan dokumen-dokumen palsu yang digunakan oleh korban untuk mempermudah berjalannya pernikahan serta keberangkatan korban untuk tinggal di Tiongkok. Pelanggaran seperti pemalsuan usia serta pemalsuan dokumen paspor lumrah ditemukan dalam praktik pengantin pesanan.

Maka dari itu, dibutuhkan upaya nyata untuk memperketat urusan imigrasi di perbatasan, khususnya di titik-titik terluar negara, serta pemberian sanksi maksimal pada oknum yang melakukan pelanggaran, baik itu oknum imigrasi maupun masyarakat yang terlibat aktif dalam fenomena pengantin pesanan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya