UU Anti-LGBT Hungaria: Konstruksi Identitas Nasional Vs Identitas Liberal Uni Eropa?

Mahasiswa Departemen Hubungan Internasional Universitas Andalas
UU Anti-LGBT Hungaria: Konstruksi Identitas Nasional Vs Identitas Liberal Uni Eropa? 07/07/2024 125 view Politik images.app.goo.gl

Hungaria merupakan negara anggota Uni Eropa yang dalam 10 tahun terakhir sering memberikan kejutan terhadap kebijakan luar negeri dan nilai- nilai Uni Eropa. Hungaria bergabung dengan Uni Eropa pada Mei 2004 dengan komitmen untuk melakukan integrasi, kerjasama yang saling mengutungkan dalam perkembangan sumber daya manusia dan ekonomi. Hungaria juga berperan penting dalam kebijakan Uni Eropa yaitu menjalankan kebijakan European Roma, Strategi EU 2020, Strategi Regional Danube, penerimaan Islandia juga Kroasia dalam Uni Eropa merupakan kebijakan yang dilaksanakan Hungaria.

Meskipun begitu Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban yang berhaluan kanan jauh dan populis mempunyai pandangan atau nilai tersendiri dalam menjalankan kegiatan domestik Hungaria. Pada Juni 2021, negara negara Uni Eropa dihebohkan dengan kebijakan kontroversial Hungaria mengenai undang undang perlindungan anak yang dikritisi sebagai undang undang Anti LGBT yang telah disahkan. Undang-undang ini melarang penyebaran konten yang dianggap mempromosikan homoseksualitas atau perubahan gender kepada anak-anak di bawah 18 tahun dan juga membatasi akses pendidikan dan informasi yang komprehensif tentang isu-isu LGBT bagi remaja. Banyak pihak melihat ini sebagai tindakan yang mendiskriminasi komunitas LGBT dan membatasi hak mereka untuk berekspresi dan mendapatkan informasi yang akurat tentang identitas gender dan orientasi seksual.

Kebijakan konfrontatif yang dibuat oleh Hungaria ini merupakan duri dalam daging bagi Uni Eropa, legal aspek yang mengizinkan kesetaraan, perlindungan atas orientasi seksual komunitas LGBT telah ada dalam piagam Uni Eropa tentang hak asasi pasal 21. Uni Eropa juga mempunyai kewajiban untuk menindak perilaku diskriminasi yang dilakukan oleh para anggota. Sebelum UU Anti LGBT disahkan oleh Hungaria , Uni Eropa juga telah membentuk LGBTIQ Equality Strategy 2020-2025 dimana kebijakan ini merupakan usaha untuk mengkonstruksikan “union of equality” sebagai sebuah nilai hak asasi yang bebas tanpa diskriminasi atau pengucilan untuk menjadi diri sendiri.

Berbagai pemimpin Uni Eropa juga menyatakan keprihatinan mereka mengenai undang undang Anti LGBT Hungaria , Presiden Perancis Emmanuel Macron menyoroti bahwa undang-undang tersebut tampaknya tidak sejalan dengan nilai-nilai Uni Eropa juga mendesak pemimpin Uni Eropa untuk bertindak tegas atas undang undang tersebut.

Presiden European Commision Ursula von der Leyen menentang keras undang undang ini dengan mengancam akan meluncurkan prosedur pelanggaran terhadap Hungaria jika tidak membatalkan undang-undang tersebut. Ursula membuka prosedur pelanggaran karena melanggar hukum Uni Eropa, yang dapat menyebabkan rujukan ke Pengadilan Uni Eropa dan hukuman finansial.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte juga melayang protes keras kepada Hungaria dengan statement “repeal the law or leave the european union”. 15 negara anggota Uni Eropa seperti Belgium, Luxembourg, Netherlands, Portugal, Austria, Ireland, Denmark, Malta, Spain, Sweden, Finland, Slovenia, France, Germany and Greece telah menyerahkan laporan hukum kepada komisi Uni Eropa terkait undang undang Anti LGBT ini.

Meskipun berbagai cecaran dan protes telah disampaikan oleh berbagai negara Uni Eropa dan komunitas LGBT, pemerintahan Hungaria tetap dalam pendirian mereka. Kebijakan domestik ini merupakan hasil kontruksi sosial dan politik yang condong ke arah kanan jauh atau populis. Viktor Orban merupakan Perdana Menteri yang telah terpilih sebanyak 4 kali, membuktikan bahwa dirinya memang dipercaya sebagai seorang nasionalis yang menjaga kepentingan nasional Hungaria dalam gempuran politik liberal khas Uni Eropa. Popularitas partai Fidesz yang dipimpin oleh Viktor Orban juga mempengaruhi persepsi publik dalam menyetujui pembentukan undang undang Anti LGBT.

Pada tahun 2012, pemerintah Orbán mengamandemen konstitusi Hungaria untuk mendefinisikan pernikahan sebagai persatuan antara seorang pria dan seorang wanita, secara efektif melarang pernikahan sesama jenis. Akhir tahun 2020 , pemerintah mengesahkan undang-undang yang secara signifikan membatasi hak pasangan sesama jenis untuk mengadopsi anak, membatasi adopsi hanya untuk pasangan heteroseksual yang menikah. Produk hukum yang bercorak Anti LGBT ini merupakan hasil konstruksi dari kepentingan Viktor Orban untuk menjaga kepercayaan publik Hungaria.

Pemerintah Orbán menggambarkan kebijakan anti-LGBT sebagai upaya untuk melindungi anak-anak dan keluarga dari pengaruh yang dianggap merusak. Orban percaya bahwa dengan menjaga nilai-nilai keluarga tradisional dan konservatif, mengkritik apa yang disebutnya sebagai "ideologi gender" dan "propaganda LGBT”. Faktor budaya dan keagamaan yang kuat membuat retorika Anti LGBT meningkat dalam stigma masyarakat demi melindungi nilai keluarga juga nilai nilai kristen tradisional.

Penulis melihat bahwa ada konstruksi lain dalam pembentukan kebijakan ini yaitu bagaiamana kebijakan anti-LGBT adalah bagian dari ideologi populis Orbán, yang berfokus pada dikotomi antara "rakyat" (yang dianggap sebagai warga negara biasa dan konservatif) dan "elite" (yang sering kali mencakup liberal, kosmopolitan, dan institusi Uni Eropa). Dengan menyerang hak-hak LGBT, Orbán berusaha menunjukkan bahwa ia berpihak pada "rakyat" dan melawan "elite".

Ide-ide populisme ini menurut penulis akan mempengaruhi hubungan antara Hungaria dan Uni Eropa, serta keberlanjutan atas nilai-nilai yang ada dalam Uni Eropa. Kebijakan anti-LGBT dan retorika populis di Hungaria menantang nilai-nilai dasar Uni Eropa, termasuk hak asasi manusia, demokrasi, dan kebebasan. Ini dapat memicu krisis nilai di dalam Uni Eropa jika semakin banyak negara anggota yang mengikuti jejak Hungaria. Kesuksesan populisme di Hungaria dapat mendorong partai-partai populis di negara-negara anggota lain untuk memperjuangkan agenda serupa, yang dapat mengubah lanskap politik nasional dan Eropa.

Hal tersebut juga akan mempengaruhi Uni Eropa untuk mungkin akan memperkuat mekanisme pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi di negara anggota. Dalam hal ini, European Court Justice telah menerima laporan dari 15 negara anggota untuk memberikan prosedur penyelidikan dan sanksi kepada Hungaria.

Sejauh ini, Hungaria hanya diberikan sanksi berupa penangguhan dana Uni Eropa dikarenakan undang undang LGBT yang melanggar prinsip ham dan demokrasi. Mungkin juga dikemudian hari, Uni Eropa akan memakai mekanisme yang dikenal sebagai "opsi nuklir" karena dampaknya yang signifikan yaitu prosedur pasal 7 treaty on european union atau perjanjian Uni Eropa. Pasal 7 memungkinkan Uni Eropa untuk menangguhkan hak-hak negara anggota, termasuk hak suara di Dewan Uni Eropa, jika ada pelanggaran serius terhadap nilai-nilai dasar Uni Eropa.

Hungaria sebagai Presidensi Uni Eropa pada Juli tahun ini akan meningkatkan polarisasi dalam dinamika politik Uni Eropa. Politik domestik Hungaria yang populis akan menggoyahkan stabilitas dan identitas Uni Eropa secara keseluruhan. Penulis juga melihat bahwa situasi objektif akan diretas oleh kehendak atau kepentingan subjektif yang luar biasa. Tentunya Orban sebagai oposisi utama dalam kebijakan Uni Eropa akan membatasi kebijakan yang merugikan seperti aturan LGBT, pencari suaka dan lainya dalam presidensi Uni Eropa tengah tahun ini.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya