Tes CPNS : Ketika Kejujuran Diuji

Statistisi Muda di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Riau
Tes CPNS : Ketika Kejujuran Diuji 01/11/2021 1569 view Opini Mingguan ANTARA FOTO/Didik Suhartono/aww

Profesi PNS ternyata masih menjadi idaman banyak orang. Belum lama sejak kasus anak penyanyi lawas Nia Daniati terkait penipuan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Lagi-lagi saya tersenyum miris membaca headline berita mengenai pelaksanaan tes CPNS tahun ini. Bagaimana tidak, setelah sedemikian canggihnya metode tes penerimaan CPNS saat ini, ternyata masih menyisakan celah bagi peserta untuk melakukan kecurangan.

Tak melulu soal gaji, kerja santai atau jaminan hari tua yang melatarbelakangi banyaknya peminat untuk menjadi abdi negara. Melainkan juga, status seorang PNS yang bisa dikatakan baik di mata masyarakat juga menjadi andil orang berusaha berbuat berbagai cara untuk menjadi seorang PNS sekali pun harus berbuat curang.

Berdasarkan data yang dikutip dari Instagram @cpnsindonesia.id, ada sebanyak 225 peserta CPNS 2021 yang diduga melakukan kecurangan saat mengikuti Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Praktik kecurangan terjadi di Kabupaten Buol 27 peserta, Kabupaten Enrekang 5 peserta, Kabupaten Mamuju Pasang Kayu Pemprov Sulbar (Gedung PKK Mamuju) 40 peserta, Lokasi Mandiri Lampung 23 peserta, Kabupaten Mamasa 19 peserta, Kabupaten Sidenreng Rappang 62 peserta, Kabupaten Luwu 4 peserta, Kabupaten Buton Selatan 41, dan Mandiri Kumham Sulsel 4 peserta.

Modus kecurangan ini bermacam-macam, intinya sama yakni pengerjaan soal dilakukan oleh pihak lain. Selain itu diduga juga adanya keterlibatan orang dalam terkait penggunaan fasilitas atau sarana komputer yang bisa diakses oleh pihak luar. Namun sepandai-pandainya pelaku berbuat curang, akhirnya tercium juga.

Setelah adanya laporan dari masyarakat melalui media sosial, Tim Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CPNS melakukan audit trail terhadap peserta tes untuk melihat aktivitas peserta selama pelaksanaan ujian. Hasil audit menunjukkan di beberapa lokasi terdapat peserta yang sangat cepat dalam menyelesaikan soal, baik saat menampilkan soal maupun menjawab soal sangat cepat dengan rata-rata 8 detik per satu soal. Sedangkan normalnya, rata-rata waktu bagi peserta minimal 50-54 detik (nasional.okezone.com). Artinya, dengan waktu yang begitu pendek, tidak mungkin orang bisa membaca soal bisa sangat cepat. Bahkan ini juga terjadi di soal-soal Tes Intelegensi Umum yang berisi hitung-hitungan. Hal ini bisa terjadi karena pihak luar yang membantu tidak hanya satu orang tapi berupa tim dengan berbagai tugas.

Selain ketidakwajaran waktu pengerjaan soal, kondisi kertas buram yang kosong tapi mendapat nilai tinggi pun bisa menjadi indikasi terjadinya kecurangan. Sebab menurut saya, sejenius apapun orangnya pasti butuh sedikit orat-oret terutama soal hitungan. Namun justru di situlah diperlihatkan ketidakpintaran peserta yang berbuat curang tersebut. Orang yang memang pintar, tentunya akan membuatnya tampak wajar sehingga tidak dicurigai. Tapi kalau pesertanya pintar tentunya tak perlu memakai bantuan orang lain, bukan?

Semua tidak terlepas dari orang-orang pintar sebenarnya yang ada dibalik kecurangan ini. Untuk menembus sistem ujian berbasis digital ini, tentulah ada orang pintar di bidang teknologi informasi. Kemudian dalam pengerjaan soal-soal CPNS tersebut, tentunya dikerjakan oleh orang-orang yang memang berkompeten di bidangnya. Atau skenario lainnya tidak perlu ada tim pengerjaan soal tapi memang kunci jawaban sudah di tangan tim IT. Yang artinya bisa jadi ada keterlibatan dari oknum.

Ibarat selagi ada permintaan, penawaran akan selalu ada terutama jika harga cocok. Yang saya tidak mengerti, apa yang melatarbelakangi orang yang mempunyai keahlian ini dalam membantu orang-orang yang tidak berkompeten untuk lolos ujian. Seseorang yang mempunyai keahlian cenderung mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang halal kalau menurut saya. Bisa jadi persaingan di dunia kerja yang makin kompetitif menjadi salah satu faktor. Dan bayaran untuk pekerjaan ini saya rasa juga tidak main-main.

Dan mirisnya lagi, peserta ujian CPNS yang berbuat curang dan mendapat nilai tinggi juga tidak malu-malu menerima wawancara atas rekor pencapaiannya. Beberapa media online dan bahkan petinggi di Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga sudah terlanjur memuji prestasi anak muda tersebut. Belakangan beredar di media sosial bahwa peserta tersebut disinyalir berbuat curang dengan menggunakan remote akses.

Dan tentunya perbuatan curang ini sangat tidak adil bagi peserta yang jujur dengan belajar semaksimal mungkin. Berdasarkan curhatan peserta di media sosial, ada yang merasa janggal dengan nilai yang mereka peroleh. Sebab merasa sudah menjawab dengan benar tapi nilai yang keluar justru tidak sesuai dengan ekpektasi. Kalau hal ini yang terjadi, rasanya tidak mungkin panitia tidak bisa mendeteksi.

Oleh sebab itu, BKN dan tim Panselnas CPNS harus benar-benar melakukan transparansi kepada masyarakat. Sangat disayangkan jika kecurangan baru diusut setelah diviralkan di media sosial. Namun, tanpa diviralkan pun seharusnya sudah menjadi tugas BKN dan tim untuk mengusut tuntas. Sebaiknya juga para peserta yang memang terbukti curang ini benar-benar di-blacklist untuk melakukan tahapan CPNS selanjutnya.

Saya juga tidak bisa membayangkan jika orang-orang yang lulus CPNS adalah orang yang berbuat curang terlepas memang membayar atau tidak karena kedekatan dengan oknum tertentu. Baru ingin memulai karir saja sudah dengan cara tidak benar, bagaimana kalau sudah menjadi PNS.

Memang, pilihan untuk jujur atau tidak itu semua ada di tangan anda. Namun jujur pada diri sendiri membuat kita berani jujur pada orang lain. “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki” (Mohammad Hatta).

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya