Tantangan Pemenuhan dan Pemerataan Kebutuhan Dokter di Indonesia

Tantangan Pemenuhan dan Pemerataan Kebutuhan Dokter di Indonesia 04/08/2023 732 view Hukum KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Kebijakan Adaptasi Dokter Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri (WNI LLN) mengharus dokter/dokter gigi LLN melakukan penyetaraan ijazah ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI).

Menurut Peraturan KKI Nomor 41 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Program Adaptasi Dokter dan Dokter Gigi Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri (Perkonsil 41/2016), seorang dokter/dokter gigi WNI LLN harus memiliki Surat Tanda Register (STR), Surat Izin Praktik (SIP), dan Syarat Minimal Praktek.

Adapun alur adaptasi yang harus dilalui dokter/dokter gigi WNI LLN, yaitu mengirimkan berkas ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mendapatkan penilaian kompetensi dan kualifikasi dokter. Selanjutnya, KKI akan menyampaikan kepada Kolegium dokter melalui Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) untuk dilakukan uji penempatan sesuai regulasi yang ada. Lalu, Kolegium akan mengirim keputusan kepada KKI agar yang bersangkutan dapat memperoleh surat pengantar ke Fakultas Kedokteran (FK) yang dituju.

Setelah menyelesaikan adaptasi di FK tertentu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan mengeluarkan rekomendasi yang merupakan syarat untuk mengajukan permohonan SIP ke Kementerian Kesehatan. Dengan itu, panjangnya birokrasi yang harus ditempuh dokter/dokter gigi WNI LLN untuk dapat praktik di Indonesia, yaitu melalui berbagai institusi berbeda yang memiliki kebijakan yang berbeda-beda pula dalam satu program adaptasi ini. Hal ini membuat dokter/dokter gigi WNI LLN harus menunggu minimal enam bulan dan tak jarang pula dokter/dokter gigi LLN menunggu hingga satu sampai dua tahun untuk dapat menjalankan praktek di Indonesia. Belum lagi jika FK yang dituju mengalami keterbatasan tempat yang mengharuskan dokter/dokter gigi LLN harus menunggu giliran dengan jangka waktu satu sampai dua tahun (Kompas.id, 2020).

Dalam Perkonsil 41/2016, kebijakan adaptasi dokter/dokter gigi WNI LLN merupakan program penyetaraan kompetensi dan kemampuan dokter dengan kondisi ekonomi, sosial, budaya, sistem pelayanan, serta pembiayaan kesehatan di Indonesia agar dapat melakukan praktik kedokteran yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan di Indonesia.

Dokter dan Dokter Gigi yang dimaksud dalam peraturan tersebut meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi yang diakui oleh pemerintah Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kini, kebijakan adaptasi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2022 tentang Program Adaptasi Dokter Spesialis WNI LLN di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permenkes 14/2022) yang menjelaskan bahwa dokter spesialis dapat menempuh adaptasi dokter spesialis di fasilitas kesehatan tanpa melalui adaptasi dokter umum terlebih dahulu karena sebelumnya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan itu, Permenkes 14/2022 merupakan bentuk simplifikasi program adaptasi dokter khususnya dokter spesialis yang sebelumnya mengacu pada Perkonsil 41/2016.

Adanya kebijakan adaptasi dokter dengan birokrasi yang panjang memperburuk penyediaan kebutuhan akan dokter di Indonesia. World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa standar yang harus dipenuhi, yaitu satu dokter per 1.000 penduduk dan kini Indonesia menempati peringkat tiga terendah di ASEAN dalam terpenuhinya rasio jumlah dokter per 1.000. Dengan adanya standar tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga melaporkan bahwa saat ini Indonesia kekurangan dokter spesialis sebanyak 30.000 orang untuk mencapai kebutuhan pelayanan yang ideal. Tercatat jumlah dokter umum di Indonesia kini mencapai 180.000 orang dengan laju produksi tiap tahunnya sekitar 12.000 orang maka ditargetkan standar WHO dapat terpenuhi dalam kurun 2–3 tahun. Sementara itu, untuk dokter spesialis yang laju produksinya hanya sekitar 2.700 orang maka dibutuhkan lebih dari sepuluh tahun untuk mencapai standar WHO (Republika, 2023).

Menanggapi berbagai persoalan mengenai adaptasi dokter/dokter gigi WNI LLN dan kurangnya tenaga dokter di Indonesia, Undang-Undang Kesehatan (UU Kesehatan) yang baru disahkan pada 11 Juli 2023 membawa solusi berupa berubahnya sifat organisasi profesi yang awalnya independen menjadi mitra pemerintah. UU Kesehatan meniadakan kewenangan organisasi profesi untuk mengeluarkan rekomendasi berupa STR dan SIP. UU Kesehatan juga mengatur pada Pasal 260 ayat (4) bahwa STR berlaku seumur hidup sehingga tidak perlu diperbaharui lagi secara berkala setiap lima tahun sekali seperti pada regulasi sebelumnya.

Selain itu, dalam UU Kesehatan Satuan Kredit Profesi (SKP) tidak harus dikeluarkan oleh organisasi profesi, yaitu Kolegium dan KKI, melainkan dapat dikeluarkan oleh Pemerintah maupun pihak lain yang memenuhi syarat tertentu. Walaupun, secara regulasi pemerintah memiliki kewenangan untuk mengawasi etika dan disiplin kedokteran, sejatinya organisasi profesi juga tetap memiliki kewenangan maupun peran yang sama.

Dalam UU Kesehatan juga dijelaskan bahwa pendidikan kedokteran tidak hanya dilakukan oleh perguruan tinggi, melainkan oleh rumah sakit dengan melibatkan kolegium masing-masing cabang ilmu kesehatan. Pendidikan dokter yang menjadi salah satu syarat dalam adaptasi dokter WNI LLN yang awalnya ditempuh dalam jangka waktu yang lama karena harus mengantre terlebih dahulu disebabkan oleh terbatasnya jumlah FK yang dituju, kini dapat dilakukan di rumah sakit sehingga mengurangi antrean dan mempercepat alur adaptasi dokter WNI LLN.

Oleh karena itu, tentu saja hal tersebut akan menyederhanakan birokrasi dan adaptasi dokter LLN yang selama ini berbelit. Namun, terlepas daripada itu UU Kesehatan banyak mendapat pertentangan khususnya oleh organisasi profesi. Selain dinilai terburu-buru, pemberlakuan STR seumur hidup juga diwanti-wanti agar dokter harus tetap menjalankan uji kompetensinya untuk menjaga kualitas tenaga kesehatan di Indonesia.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya