Sumpah Pemuda, Pemuda Bersumpah

Periset Bidang Studi Kebijakan Publik dan Advokasi HAM di Lembaga Advokasi HAM
Sumpah Pemuda, Pemuda Bersumpah 30/10/2024 939 view Politik Dok Pribadi

"Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia."

"Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia."

"Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia."

"Masihkah sumpah ini kita pegang? Apakah pemuda hari ini tetap memiliki cita-cita yang sama dengan para pendahulu kita di tahun 1928?" Pertanyaan itu kerap terlintas setiap kali tanggal 28 Oktober tiba. Sumpah Pemuda yang diikrarkan hampir seabad lalu itu adalah simbol keberanian, pengorbanan, dan visi bersama para pemuda untuk tanah air yang satu, bangsa yang satu, dan bahasa yang satu, Indonesia. Seolah sederhana memang, tapi pada zamannya, apa yang mereka lakukan begitu berani dan visioner.

Kalau kita pikirkan, semangat yang lahir dari Sumpah Pemuda bukan sekadar sebuah upaya untuk menyatukan daerah-daerah di Nusantara, melainkan juga langkah awal untuk mengukir identitas bangsa yang merdeka. Mereka sadar bahwa tanpa rasa persatuan, bangsa ini hanya akan terus menjadi target penindasan dan perpecahan. Maka, melalui pernyataan yang penuh keberanian itu, para pemuda di tahun 1928 menyatukan hati dan pikiran mereka di atas perbedaan.

Namun, apa arti sumpah ini bagi kita sekarang, di tengah segala hiruk-pikuk globalisasi dan tantangan teknologi? Di era digital ini, identitas kebangsaan kerap diuji. Kita terkadang merasa lebih dekat dengan budaya dari belahan dunia lain ketimbang memahami keberagaman kita sendiri. Di sinilah, menurut saya, tantangan pemuda Indonesia masa kini terletak. Sumpah Pemuda menjadi refleksi, bukan untuk memaksa diri kembali ke masa lalu, tetapi untuk menyerap semangat persatuan dan membawanya ke masa kini dan masa depan.

Menarik melihat bahwa Indonesia tengah mempersiapkan diri untuk menyambut Indonesia Emas 2045, tepat 100 tahun sejak kemerdekaan. Impian besar ini mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tentu tidak akan mudah. Saat ini, bangsa kita berhadapan dengan berbagai isu seperti ketimpangan sosial, tantangan ekonomi, hingga disrupsi teknologi yang semakin cepat. Peran pemuda di dalamnya menjadi sangat sentral, dan di sinilah nilai dari Sumpah Pemuda menemukan relevansinya kembali.

Saya percaya bahwa pemuda memiliki posisi istimewa di tengah perubahan ini. Kita, pemuda masa kini, punya akses yang lebih luas, pendidikan yang lebih baik, dan teknologi yang semakin canggih untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045. Namun, tantangan yang dihadapi generasi kita juga tidak sedikit. Dari bagaimana mengatasi hoaks, memahami budaya yang semakin majemuk, hingga mencari cara agar tetap relevan di tengah persaingan global. Hal-hal seperti inilah yang membuat saya bertanya-tanya, apakah kita benar-benar siap mengemban semangat Sumpah Pemuda?

Saya teringat salah satu kalimat dari Bung Karno, “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.” Ucapan ini bukan tanpa alasan. Bung Karno tahu bahwa pemuda adalah motor penggerak bangsa, agen perubahan yang mampu membawa Indonesia menuju kemajuan. Namun, di zaman yang penuh tantangan ini, sepuluh pemuda dengan visi yang kuat saja tak cukup. Kita membutuhkan ribuan, bahkan jutaan pemuda yang memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai penerus bangsa.

Sebagai pemuda yang tumbuh di era modern, saya merasa panggilan untuk bersatu dan berkontribusi semakin kuat. Bukan lagi sekadar bekerja untuk diri sendiri, tetapi melihat ke sekeliling, mempertanyakan bagaimana kita bisa berkontribusi untuk membangun bangsa. Kita perlu mendukung pendidikan, memberantas korupsi, dan merawat keberagaman Indonesia sebagai kekayaan tak ternilai. Dalam hal ini, peran pendidikan menjadi sangat penting. Menurut Ki Hajar Dewantara, "Pendidikan adalah cara untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak agar selaras dengan alam dan masyarakat." Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan pemuda yang kritis, berwawasan luas, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Saya percaya, Sumpah Pemuda bisa terus relevan jika kita berani menafsirkan kembali maknanya sesuai tantangan hari ini. Sumpah itu bukan sekadar ikrar, tetapi juga sebuah komitmen yang mengharuskan kita berpikir kritis tentang apa yang dapat kita lakukan untuk Indonesia. Pada 2045 nanti, pemuda saat inilah yang akan memimpin negeri ini, membuat keputusan besar, dan menghadapi dinamika global yang mungkin lebih kompleks dari hari ini.

Ketika saya melihat masa depan Indonesia, saya terbayang sebuah negara yang mandiri, berdaya saing, dan dihormati oleh negara lain. Indonesia yang tidak hanya dikenal karena sumber daya alamnya, tetapi juga karena kecerdasan, inovasi, dan moralitas pemudanya. Dalam perjalanan ini, kita mungkin akan menemui rintangan, tapi Sumpah Pemuda adalah pengingat untuk tetap maju.

Akhirnya, saya berharap semangat Sumpah Pemuda tetap mengakar di hati setiap pemuda Indonesia, bukan sebagai romantisme sejarah, tetapi sebagai dorongan nyata untuk bersatu dan bekerja keras mewujudkan cita-cita bangsa. Kita tidak hanya bersumpah, tetapi juga membuktikan bahwa kita mampu mengemban amanah yang telah diwariskan oleh pendahulu kita.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya