Sertifikat Vaksin untuk Masuk Mall, Efektifkah?
Berawal usulan dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia agar pengunjung dan pekerja mall harus menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19 saat penerapan PPKM. Tujuannya supaya mall atau pusat perbelanjaan dapat beroperasi sehingga perekonomian kembali berjalan. Usulan ini akhirnya direspon pemerintah dengan melaksanakan ujicoba pembukaan izin operasional 138 pusat perbelanjaan dan mall di Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya pada 10 Agustus sampai 16 Agustus 2021.
Bagi saya dan keluarga yang memang jarang bepergian ke pusat perbelanjaan atau pun mall, kebijakan pemerintah ini tidak terlalu berpengaruh. Namun berbeda halnya dengan masyarakat yang memang perekonomiannya tergantung pada buka atau tutupnya mall yakni para pekerja di pusat perbelanjaan tersebut. Kebijakan pemerintah untuk membuka mall tentunya memberi harapan baru bagi mereka yang dirumahkan beberapa waktu lalu.
Namun persyaratan vaksin tersebut tentunya akan menyulitkan bagi pekerja yang belum melaksanakannya. Sebab, meskipun program vaksinasi pemerintah tidak berbayar alias gratis, belum semua orang dapat mengaksesnya. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per tanggal 15 Agustus 2021, bahwa jumlah masyarakat yang sudah menjalani vaksin pertama baru sekitar 25,73 persen dan vaksin kedua 13,46 persen dari total 208 jutaan orang sasaran vaksinasi.
Ada beberapa penyebab masih rendahnya masyarakat yang telah divaksin. Pertama karena stok vaksin di daerah yang habis sehingga harus menunggu jatah dari pusat. Selanjutnya adalah karena cara pemerintah melaksanakan acara vaksinasi yang carut-marut membuat sebagian orang malas bahkan takut untuk vaksinasi. Pelaksanaan vaksinasi yang tidak terorganisir membuat antrian vaksin menjadi kerumunan sehingga dikhawatirkan adanya klaster baru.
Sebenarnya hal ini dapat diantisipasi, jika saja pemerintah mempersiapkan dengan matang. Pemerintah dapat memanfaatkan jasa event organizer untuk mengatur segala sesuatunya sehingga kegiatan vaksinasi berjalan lancar dan tertib. Hal ini sekaligus dapat membantu perusahaan-perusahaan event organizer yang kehilangan pekerjaan selama pandemi.
Di samping itu, sertifikat vaksin untuk masuk ke mall ini sebenarnya bukanlah satu-satunya syarat. Protokol kesehatan mencuci tangan dan memakai masker serta tetap menjaga jarak menjadi syarat lainnya. Begitu juga tetap menjalani pemeriksaan suhu tubuh, jika di atas 37 derajat celsius maka tidak bisa masuk ke dalam mall meskipun sertifikat vaksin melalui aplikasi PeduliLindungi lolos verifikasi.
Sedangkan bagi pengunjung yang belum mendapatkan vaksinasi karena alasan kesehatan, tetap dapat mengunjungi mall. Yakni dengan syarat membawa surat keterangan dokter dan surat negatif Covid-19. Hal ini bisa dibuktikan dengan membawa hasil tes PCR yang berlaku selama 2x24 jam atau tes antigen maksimal 1x24 jam. Kartu bebas Covid-19 juga harus disertai kode QR sehingga dapat diverifikasi secara digital.
Namun bagi pekerja mall yang setiap hari harus ke mall, tentunya memiliki sertifikat vaksin adalah keharusan. Dengan begitu, perlu adanya kerjasama antara pemilik usaha dengan pemerintah agar dapat memfasilitasi karyawannya mendapatkan vaksinasi.
Selain itu surat negatif Covid-19 yang berlaku hanya 1-2 hari saja tentunya akan lebih banyak dipergunakan oleh pengunjung. Namun untuk mendapatkan surat ini juga tidaklah murah. Berdasarkan surat edaran nomor HK.02.02/I/4611/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antigen-Swab bahwa Kemenkes menetapkan tarif tertinggi tes antigen-swab di Pulau Jawa sebesar 250 ribu rupiah sedangkan luar Pulau Jawa tarif tertingginya adalah 275 ribu rupiah.
Sebagai contoh, hasil pantauan penulis dari website Traveloka, untuk di Pekanbaru tarif swab antigen berkisar dari 75 ribu sampai 282 ribu rupiah. Tentunya biaya tes PCR lebih besar lagi dari pada itu. Untuk di Kota Pekanbaru, biaya tes PCR berkisar antara 850 ribu sampai 900 ribu rupiah. Hal ini sesuai dengan surat edaran nomor HK.02.02/1/3713/2020 bahwa Batasan tertinggi untuk biaya RT-PCR termasuk pengambilan swab sebesar 900 ribu rupiah.
Mahalnya biaya swab antigen dan juga PCR, membuat masyarakat yang belum vaksin tentunya berpikir dua kali untuk berkunjung ke mall. Selain itu tempat hiburan di mall seperti bioskop dan tempat permainan anak juga masih ditutup.
Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah untuk membuka mall sebaiknya perlu dikaji ulang jika program vaksinasi masih belum merata dan menyeluruh. Keputusan pemerintah membuka mall dengan syarat vaksinasi disinyalir tidak serta merta dapat menggerakkan perekonomian jika persentase vaksinasi masih rendah.
Dengan kondisi saat ini, upaya untuk pergerakan ekonomi bisa dilakukan pemerintah dengan mendorong digitalisasi pusat-pusat perbelanjaan dan mall. Gerai-gerai yang menjual barang dan makanan dapat memanfaatkan marketplace untuk berjualan. Sedangkan gerai jasa seperti pusat kebugaran pun dapat beralih secara virtual baik berupa one-on-one virtual coaching yang memungkinkan anggota berolahraga secara interaktif dengan pelatih tanpa ada kontak fisik. Selain itu pusat kebugaran juga dapat memanfaatkan sosial media untuk berinteraksi dengan para anggotanya dengan membagikan video harian workout from home.
Cara digitalisasi ini justru dirasa lebih efektif dan ekonomis. Pertama, pengusaha tidak perlu mengeluarkan biaya sewa gerai di mall. Kedua dengan layanan secara digital tentunya akan menjangkau konsumen lebih luas lagi, tidak hanya terbatas pada pengunjung mall.
Selain itu, persyaratan vaksin untuk masuk mall juga tidak serta merta meningkatkan persentase orang yang sudah divaksin. Sebab mengunjungi mall atau pusat perbelanjaan adalah suatu pilihan bukan kewajiban. Biasanya orang ke mall karena ada kebutuhan membeli sesuatu. Jika kebutuhan tersebut sudah dapat terpenuhi secara online, artinya tidak perlu lagi mengunjungi mall secara fisik.
Kesimpulannya, membuka mall atau pusat perbelanjaan dengan persyaratan vaksin di masa PPKM ini dirasa tidak terlalu efektif. Sebab yang dibutuhkan saat ini adalah kemampuan kita beradaptasi dengan situasi saat ini dan keinginan untuk berubah. “Bukanlah spesies yang paling kuat atau paling cerdas yang mampu survive, tapi mereka yang paling mampu beradaptasi terhadap perubahan” (Charles Darwin).
Artikel Lainnya
-
54018/09/2023
-
131717/08/2020
-
100111/01/2021
-
Kisah Narapidana di Tengah Korona
136917/04/2020 -
Tenaker Indonesia: Capaian Kualitas atau Hanya Kuantitas?
239230/06/2020 -
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI): Pahlawan atau Penyusup?
140010/08/2020