Sepak Terjang Profesi Penagih Utang

Mahasiswa
Sepak Terjang Profesi Penagih Utang 11/02/2022 1133 view Budaya kabar6.com

Dalam kehidupan transaksi, selalu ada utang dan piutang. Bahasa sederhanya, utang ialah debitur yang menerima aset peminjam, sedangkan piutang ialah aset peminjam yang dipinjamkan kepada debitur. Supaya perekonomian negara tetap sehat, maka pihak bank sering melibatkan jasa pihak ketiga untuk mengingatkan debitur agar segera melunasi utangnya. Aksi penyitaan aset debitur juga diperlukan apabila debitur selalu mangkir dari kewajibannya.

Berawal dari kisah nyata, penulis sering menonton sinema religi. Beberapa episode sinema acapkali menunjukkan adegan penagih utang (debt collector) dan debitur. Tugas mereka ialah memperingatkan dan kadang-kadang disertai kekerasan agar debitur segera melunasi utangnya. Gaya berpakaian preman menjadi ciri khas penagih utang. Lazimnya, aksi penagih utang dilancarkan setelah mendapat restu dan imbalan jasa dari peminjam, baik juragan, konglomerat, maupun bank.

Masalah utang-piutang merupakan masalah sosial yang pelik. Persaudaraan yang terjalin sekian lama bisa rusak gegara utang. Kemiskinan dan kriminalitas bisa terjadi karena demikian.

Menurut hemat penulis, profesi penagih utang ibarat dua sisi mata koin. Masyarakat menilai bahwa profesi penagih utang merupakan pekerjaan terkutuk karena seringkali menindas dan merampok aset debitur. Namun, profesi ini dibutuhkan untuk meminalisasi kredit macet yang dialami oleh individu dan korporat.

Munculnya profesi penagih utang tidak terlepas dari perkembangan dunia perbankan. Bank manapun pasti menyediakan jasa kredit kepada nasabah agar modal mereka terus berputar. Kebutuhan nasabah dalam urusan kredit bank bermacam-macam. Yang menjadi masalah ialah ketika berurusan dengan debitur gagal atau mangkir kewajiban. Sungguh berabe urusannya.

Seringkali para penagih utang berlaku anarkis kepada debitur. Parahnya aksi tersebut menyasar kepada orang yang dirasa tidak berutang. Jadinya, aksi mereka ini seperti merampok. Tak ayal media massa sebagai corong komunikasi publik memberitakan bahwa “profesi penagih utang sama dengan profesi kriminal.” Lama-lama, masyarakat tidak simpatik dengan siapapun yang menjadi bagiannya.

Masalah selanjutnya ialah soal karakter debitur. Seringkali para debitur ini lebih galak dan sadis ketimbang penagih utang. Tak jarang, aksi kucing-kucingan kerap dilakukan. Ada-ada saja modus dan alasan mereka selalu mangkir dari kewajibannya Intinya hanya satu yaitu enggan membayar utang.

Celakanya kelalaian debitur ini didukung oleh lemahnya pelaksanaan regulasi hukum perdata soal utang-piutang. Akhirnya, penagih utang menggunakan cara kekerasan yang membuat debitur ini ‘kena mental’.

Bisa dibayangkan bagaimana jika debitur ini gagal membayar utang yang jatuh tempo. Utang berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian nasional. Benih-benih kehancuran peradaban berawal dari tunggakan utang yang menggunung.

Sebenarnya, manusia boleh berutang bila utang tersebut dipakai untuk kegiatan usaha produktif. Yang menjadi persoalan bila utang tersebut digunakan untuk keperluan konsumtif.

Perhatikan kondisi Indonesia sekarang. Sejak penyerahan kedaulatan tertanggal 27 Desember 1949, Indonesia harus menanggung utang Belanda agar mendapat ‘kemerdekaan bersyarat’. Akumulasi utang Indonesia terus menumpuk sepanjang pergantian rezim karena membiayai pembangunan. Tercatat pada akhir Juni 2021, utang Indonesia mencapai Rp6.554,56 triliun. Angka tersebut merupakan 41,35 persen dari PDB.

Saat ini, Indonesia masih bernafas sejenak bila menerima pinjaman dari pihak asing. Namun, apabila Indonesia tak sanggup bayar utang yang jatuh tempo dari penagih utang tingkat global (IMF dan Bank Dunia), konsekuensi buruk akan segera terjadi. Keadaan ini diperparah oleh krisis moneter yang berpengaruh kuat terhadap likuiditas suatu negara.

Maka bila ini terjadi, para penagih utang bebas mendikte negara agar mau tunduk dengan kepentingan mereka. Hak-hak dasar rakyat harus dikorbankan demi melayani kepentingan asing. Bahkan bayi yang baru lahir harus menanggung utang akibat keserakahan pejabat negara. Begitulah secuil kengerian utang di dunia, apalagi utang ini dibawa ke akhirat.

Intinya, profesi penagih utang seringkali menimbulkan kontroversi bagi kedua pihak. Pihak yang kontra pasti memberikan stigma negatif karena penagih utang berlaku main hakim sendiri terhadap debitur. Kondisi debitur sendiri berbeda, mulai dari terkaya hingga termiskin. Kemudian, mereka juga menjadi sasaran amukan massa bila bernasib apes.

Adapun pihak yang pro memandang bahwa penagih utang dibutuhkan untuk mengedukasi masyarakat agar bijak dalam berutang, alih-alih dianggap mengikuti tuntutan profesi. Apalagi penagih utang ini melibatkan kelompok dengan wajah garang, berpakaian preman, dan bawa geng pula.

Intinya, jalani hidup di dunia dengan sederhana. Hindari berutang bila kamu terbesit ingin mengejar tren dan gengsi orang kaya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya