Seni Ornamen dalam Islam Perspektif Ismail Raji al-Faruqi

Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986) merupakan salah satu cendekiawan muslim besar asal Palestina yang terkenal dengan gagasannya mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan yang ditulis pada karyanya Islamization Of Knowledge: General Principles and Work Plan (1982). Islamisasi ilmu pengetahuan dalam pemikiran Ismail Raji al-Faruqi berisi tentang isyarat kepada umat Islam agar dapat ‘mengislamkan’ ilmu-ilmu dunia barat, baik ilmu ekonomi, psikologi, dan sosial.
Selain konsep Islamisasi ilmu pengetahuan, Ismail Raji al-Faruqi juga terkenal dengan gagasannya tentang seni dalam tauhid. Seni tauhid terdapat dalam karyanya The Cultural Atlas Of Islam (1986) yang ditulis oleh Ismail al-Faruqi dengan istrinya, Lois Lamya al-Faruqi. Gagasan tentang seni tauhid dari Ismail Raji al-Faruqi memiliki jiwa senada dengan gagasan Seyyed Hossein Nasr (1933) yang ditulisnya dalam karya yang berjudul Islamic Art and Spirituality (1990). Kedua gagasan cendekiawan Muslim tersebut, sama-sama membahas tentang estetika dalam dunia Islam.
Menurut Ismail al-Faruqi, esensi yang terdapat pada agama Islam adalah terdapat pada upaya umat Islam untuk bertauhid. Tauhid merupakan sumber utama dari adanya dinamika kehidupan umat Islam, terutama dalam aspek pengetahuan dan kebudayaan. Di samping itu, tauhid merupakan perintah Allah SWT yang paling penting. Allah telah memberikan janji untuk mengampuni semua dosa manusia, terkecuali pelaggaran terhadap perintah bertauhid.
Oleh karena tauhid merupakan esensi tertinggi dalam agama Islam, maka tauhid juga memberikan implikasi terhadap segenap aspek tindakan dalam kehidupan manusia. Al-Faruqi membagi implikasi dari tauhid menjadi lima jenis, yaitu implikasi terhadap doktrinal agama, implikasi terhadap aspek ritual, implikasi terhadap aspek intelektual, implikasi pada ranah sosial, dan implikasi pada aspek estetika.
Oleh karena estetika termasuk dalam upaya bertauhid, maka seni juga termasuk di dalamnya karena seni merupakan salah satu manifestasi dari estetika. Estetika dalam bertauhid diwujudkan dalam berbagai bentuk seni Islam pada umumnya, seperti seni kaligrafi, ornamentasi, seni suara, dan seni ruang. Adapun seni yang khas dalam dunia Islam menurut Ismail Raji al-Faruqi adalah jenis seni rupa yang meliputi ornamen dan kaligrafi.
Al-Faruqi berpendapat bahwa seni rupa dalam Islam merupakan representasi dari cara pandang dari Islam, bukan representasi dari Islam itu sendiri. Islam memandang seni rupa yang baik adalah berupa ornamentasi dan modulasi yang abstrak. Model demikian sering kali kita temukan pada bentuk khas seni dalam Islam, yaitu pada jenis motif arabesque.
Arabesque merupakan jenis seni rupa yang memiliki dasar motif berupa pola dan bentuk geometri yang dikombinasikan dan diulang-ulang. Penggunaan motif arabesque pada seni rupa dalam Islam merupakan upaya untuk menghindari imitasi terhadap figur natural dan obyek realitas yang berkaitan erat dengan aqidah Islam yang menolak pemberhalaan. Penolakan ini ditujukan pada ayat-ayat Al-Qur’an yang dengan tegas menolak pemberhalaan.
Misalnya saja pada QS. Al-Anbiya ayat 52-54 yang menceritakan kisah Nabi Ibrahim AS saat menghadapi berbagai kemusyrikan para kaumnya, yaitu menyembah berhala sebagai ciptaan manusia dan tidak mnyembah kepada Allah SWT. Begitu juga dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim pun juga dijelaskan mengenai pelarangan membuat gambar.
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang membuat gambar di dunia ini, maka Allah akan menyiksanya pada hari kiamat dengan memerintahkan kepadanya untuk meniupkan ruh ke dalam gambar itu. Padahal dia tidak akan mampu meniupkan ruh ke dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keterbatasan seni rupa Islam dengan motif arabesque menurut Al-Faruqi bukan menjadi sebuah penghalang bagi umat Islam untuk berkarya. Motif yang demikian justru memberi manfaat tersendiri dalam Islam, yaitu berupa dorongan bagi orang-orang Muslim untuk berkreasi dengan pikiran dan imajinasinya untuk menghasilkan karya yang abstrak dari pada sekedar meniru hasil pengamatan indranya. Maka dari itu seni dalam Islam dapat dikatakan memiliki karakter yang kreatif, dari pada sekedar bersifat imitasi.
Al-Faruqi membentangkan analisisnya terhadap kesalahan persepsi orang lain tentang seni dalam Islam. Menurut al-Faruqi, seni tidak dapat dimaknai dengan gaya logika simbolisme yang dapat membawa pemahaman yang bersifat syirik apabila dihubungkan dengan realitas transeden. Logika simbolisme dalam memandang seni ia hubungkan dengan Barat, sebagaimana Barat selalu membawa bias peradaban dengan mengamati simbol-simbol dalam mengamati seni.
Ismail al-Faruqi juga menganggap logika simbolisme dalam memahami seni berasal dari pengaruh sufisme yang berlebihan. Dia juga berpendapat bahwa kerancuan yang berlebihan dari para sufi adalah menggambarkan kecintaannya terhadap Allah dengan simbol-simbol yang bahkan tidak semua orang dapat memahami makna di baliknya. Baginya, memahami seni harus dapat membawa perhatian dari hal-hal yang bersifat duniawi menuju ke ekspresi spiritual yang lebih tinggi. Dengan demikian, seni dapat mengantarkan para muslim untuk mengingat tauhid.
Namun, meskipun gagasan dari al-Faruqi memiliki corak yang Islami dengan menggunakan ornamen yang abstrak dan menyamarkan material, sepertinya di era saat ini gagasan tersebut kurang tepat jika digunakan untuk ketetapan. Ulama sebelum dia, yaitu Imam Nawawi justru berpendapat bahwa menggambar wajah dan tubuh seseorang seluruhnya adalah diperbolehkan. Imam Nawawi berpendapat bahwa pelarangan tersebut harus dilandasi pada tujuan pembuatannya.
Menurut Imam Nawawi, pembuatan gambar akan diperbolehkan apabila di baliknya memberikan manfaat bagi agama, pendidikan, seni budaya, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Tetapi tujuan pembuatan gambar untuk hal-hal yang buruk seperti pemberhalaan, penghinaan, penipuan, fitnah, dan lain sebagainya, pastinya harus dihukumi haram.
Kendati demikian, pemikiran al-Faruqi tentang seni Islam merupakan landasan yang tepat untuk mendorong para seniman muslim untuk terus berkarya dengan kreatif dan imajinatif. Seni dengan model ornamen dan kaligrafi merupakan khazanah seni yang khas dari Islam sejak era tradisional yang seharusnya juga dikembangkan di samping seni-seni yang lainnya. Harapannya Islam dapat memanfaatkan kekayaan seni yang dimilikinya sendiri.
Artikel Lainnya
-
86529/01/2020
-
37831/12/2022
-
111421/06/2020
-
162517/03/2020
-
Public Discourse: Akar Persoalan Papua
172510/09/2019 -
Pesantren, Dapur Akhlak dan Sikap Toleransi
68122/12/2021