Semut, Tujuan Hidup dan Generasi Muda
Hingga hujan mungkin lupa /sesekali aku ingin menjadi semut/ mencari bekal musim dingin.
Kutipan tersebut di atas diambil dari sebuah puisi yang berjudul "Di Pipi Lesungmu" yang ditulis oleh Mario Lawi dalam bukunya, Memoria. Dengan bahasanya yang singkat, sederhana, dan puitis membuat setiap pembaca terlarut akan sebuah puisi yang disuguhkan penyair. Apa yang disampaikan penyair dalam puisi itu mengandung pesan akan sebuah perjalanan hidup manusia.
Selain itu juga, penulis mau menunjukkan kepada kita bahwa sastra menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sekaligus sebagai salah satu media yang dimanfaatkan seseorang untuk mengungkapkan akan pengalaman hidup sebagai ekspresi hidup. Biasanya, pengalaman hidup tersebut dikemas sedemikian rupa tanpa mengabaikan makna melalui sebuah karya sehingga menarik pembaca.
Tentunya, muncul pertanyaan, mengapa harus semut?. Apakah keistimewaan semut sehingga digunakan oleh penyair dalam puisinya. Atau apakah keunggulan semut untuk dijadikan cerminan bagi hidup manusia.
Banyak binatang yang berasal dari alam. Umumnya, dalam pandangan manusia, hampir semua binatang yang berasal dari alam memiliki tendensi untuk merusak apa yang dimiliki manusia. Tentunya, hal ini dikatakan berdasarkan kejadian yang dialami manusia.
Namun, semut sangat berbeda. Meskipun sebagai pengganggu hidup manusia, semut hadir sebagai binatang yang membangkitkan kesadaran manusia akan kehidupan yang sedang dijalankan melalui kesaksian hidupnya di sekitar kita. Ada dua hal bagi saya yang sangat penting untuk dilayangkan dalam tulisan ini dari kesaksian hidup semut.
Pertama, ungkapan sesekali aku menjadi semut/untuk menyiapkan bekal musim dingin merupakan sebuah pesan moral bagi kita yang diwakili oleh penyair dalam karyanya. Hal ini tentunya diambil berdasarkan karakter yang dimiliki semut. Pada musim panas, semut beramai-ramai membentuk ikatan kelompok untuk mencari bekal sebagai persiapan musim dingin. Pada musim dingin, semut tidak bisa keluar sarang untuk mencari bekal. Hal yang dimungkinkan adalah memanfaatkan kesempatan pada musim panas.
Kehidupan manusia harus belajar dari semut. Dalam setiap aspek kehidupan, manusia menjadi subyek sebagai aktor utama untuk menunjang keberlangsungan hidup sendiri. Artinya, manusia sendirilah yang harus memiliki militansi untuk berjuang menghadapi keberlangsungan hidup. Apa yang dipersiapkan sekarang, tentunya memberikan kehidupan yang lebih baik.
Bagi kaum muda, masa kini menjadi momentum untuk mengetahui lebih banyak hal sebagai proses belajar untuk menghadapi masa depan. Apalagi, dengan tuntutan yang tinggi untuk memiliki keterampilan dan wawasan yang luas dalam kompetisi di era sekarang. Hal ini memungkinkan setiap generasi muda untuk membenahi diri sebaik mungkin menghadapi tuntutan tersebut. Oleh karena itu, poin terpenting adalah bagaimana generasi muda berinvestasi dengan berbagai hal agar menjadi modal menghadapi berbagai tuntutan.
Apa yang diungkapkan oleh Wiliam Faulkner bahwa the past is never dead. It’s not ever past, sangat tepat. Generasi-generasi zaman dulu, baby boomers (1946-1965) dan generasi X (1965-1980) menjadi model pembelajaran bagi generasi muda sekarang. Kedua generasi ini memiliki karakter gampang beradaptasi, pekerja keras, ulet, tekun, tabah, dan tidak gampang menyerah (Sutarto dan Sumardianta, 2017). Seyogianya, atribusi-atribusi itulah yang dimiliki oleh kau muda. Waktu sekarang bukan hanya digunakan untuk tawuran, kesenangan-kesenangan dan hal-hal yang berbahaya bagi masa depan.
Kedua, semut membentuk sebuah komunitas yang bekerja dalam ketaatan kepada komando yang diterima dari kepala, pemimpin atau panglima (Timo, 2010:185). Hal yang ditekan kepada manusia adalah tentang kepatuhan kepada negara, lembaga, dan lingkungan kemasyarakatan. Kepatuhan yang ditunjukkan semut menjadi cerminan utama bagi keberlangsungan hidup manusia.
Semua tujuan akan tercapai apabila setiap orang dalam kehidupan masyarakat memiliki komitmen untuk taat pada aturan hidup. Lagi-lagi bagi kaum muda, jika ingin memperoleh hak dalam sebuah lembaga pendidikan, hal yang dituntut adalah sebuah kepatuhan. Maksudnya, kewajiban sebagai siswa mestinya dijalankan dalam sebuah lembaga pendidikan. Tentunya, kewajiban yang dituntut kepada kaum muda bertujuan mengarahkan ke arah yang lebih positif sehingga dapat melihat dan menata masa depan dengan lebih baik. Singkatnya, sebuah hak diperoleh sejauh mana kita menjalankan kewajiban.
Artikel Lainnya
-
508501/11/2020
-
61720/07/2024
-
121726/03/2022
-
Diplomasi Jakarta dan Pembangunan bagi Kelas-Kelas Sosial
156006/11/2019 -
49811/04/2024
-
Antara “Si Putih”, Wanita, dan Lingkungan
146231/01/2021