Self Healing: Bukan Sekedar Status Medsos

Mahasiswa
Self Healing: Bukan Sekedar Status Medsos 16/03/2022 1180 view Lainnya jatim.tribunnews.com

Belakangan ini istilah self-healing sangat popular, terutama di kalangan kaum muda. Media sosial saat ini sangat berperan dalam mempopulerkan istilah self-healing. Kita mudah sekali menemukan istilah self-healing di postingan WA, FB, Twitter, caption Instagram dan lain sebagainya. Ketika seseorang sedang berlibur ke pantai atau mendaki gunung, kemudian mengunggah foto liburannya ke medsos dengan caption “sedang healing”, ketika sedang makan di All You Can Eat, ketika menyiram tanaman, maupun bermain bersama hewan peliharaan juga banyak orang membuat caption “healing”. Lalu, apa itu self-healing?

Self-healing memiliki arti penyembuhan diri sendiri yang berkaitan dengan kesehatan mental dan psikologis seseorang. Namun, kata self-healing ini seringkali digunakan oleh banyak anak muda hanya sebagai istilah yang sedang viral di media sosial. Banyak kaum muda saat ini mudah sekali menyimpulkan bahwa diri mereka sedang mengalami depresi, stress, gangguan mental dan akhirnya merasa butuh self-healing.

Mereka yang sering menggunakan istilah self-healing ini barangkali belum memahami maksud dari self-healing itu sendiri. Self-healing sebenarnya sangat berkaitan dengan kesehatan mental serta psikologis seseorang. Orang-orang yang mengalami ganguan psikologis karena luka batin atau pengalaman buruk di masa lalu yang memengaruhi kondisi emosional, mereka inilah yang sebenarnya membutuhkan self-healing. Self-healing menjadi proses penyembuhan bagi mereka yang mengalami luka batin di masa lalu agar dapat berdamai dengan diri sendiri dan dapat kembali melanjutkan hidup.

Populernya istilah self-healing di media sosial menimbulkan pertanyaan, apakah mereka yang sering membuat status “sedang healing” itu benar-benar mengalami masalah pada kesehatan mental atau hanya sedang mengikuti trend? Menurut penulis, memang ada kemungkinan anak muda saat ini mengalami masalah pada kesehatan mental karena tuntutan kuliah dan pekerjaan. Kuliah atau sekolah online dengan banyak tuntutan tugas di masa pandemi kemungkinan membuat banyak anak muda mengalami ‘stress’ sehingga membutuhkan healing. Namun, ada banyak juga yang menggunakan istilah self-healing hanya sekedar mengikuti trend di media sosial.

Prof. Rhenald Kasali, dalam salah satu video di kanal Youtube pribadinya merasa gemas dengan fenomena self-healing yang sering dijumpai di kalangan anak muda saat ini. Menurutnya, banyak anak muda yang salah mengartikan self-healing dan akhirnya merugikan diri mereka sendiri.

Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan istilah self-healing menjadi salah pemaknaan. Faktor-faktor tersebut antara lain, suka mendiagnosis diri sendiri, generasi stroberi, terpapar narasi orang tua, lari dari kesulitan, dan ekspektasi yang terlalu tinggi.

Self-healing di kalangan anak muda cenderung mengikuti trend, sehingga terjadi diskomunikasi antara maksud dengan istilah yang benar. Meskipun memang ada juga anak muda yang mengalami gangguan pada kesehatan mental entah karena rutinitas, pekerjaan, maupun tugas-tugas kuliah. Namun, kecenderungan fatal dalam pemilihan diksi self-healing untuk sekedar ‘jalan-jalan’ atau liburan, dirasakan sebagai istilah trendy agar eksistensinya diakui oleh sesama orang muda.

Sebenarnya untuk melakukan self-healing tidak harus diumbar di media sosial agar banyak orang tahu bahwa kita sedang healing. Jika memang sedang mengalami masalah dalam hidup dan membutuhkan healing, maka nikmatilah waktu healing secara pribadi demi ketenangan diri sendiri. Misalnya, ketika sedang berlibur ke pantai atau mendaki gunung, ketika sedang makan di All You Can Eat, cukup nikmati saja waktu-waktu itu sebagai kegiatan yang membahagiakan diri sendiri. Nikmatilah waktu-waktu liburan yang menyenangkan sebagai me time, sehingga dengan demikian kita dapat merasakan healing yang sesungguhnya, karena ketika kita mengumbar semua kegiatan ke media sosial, misalnya membuat status atau postingan “sedang healing” di media sosial, bisa jadi kita justru tidak akan menemukan ketenangan karena mendapat komentar-komentar negatif dari pengguna media sosial lainya yang tidak menyukai status atau postingan kita.

Meluangkan waktu untuk diri sendiri tanpa harus mengumbar ke media sosial sejatinya akan membuat kita lebih tenang, dan ini justru akan membantu kita untuk healing. Nikmatilah waktu-waktu liburan sebagai me time demi kebahagian dan ketenangan diri sendiri. Selain itu, para kaum muda juga harus mulai membenahi diri dalam menggunakan istilah yang tepat untuk berekspresi dengan tidak sembarangan menggunakan istilah ilmiah demi viralisasi. Jika kaum muda saat ini memang mengalami gangguan kesehatan mental, alangkah lebih bijak untuk berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater untuk menemukan solusi yang tepat atas masalah yang sedang dihadapi, bukan justru diumbar ke media sosial agar menarik perhatian banyak orang.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya