Remaja dan Fenomena Friend With Benefits
Era globalisasi rupanya telah menjadi tolok ukur dalam perkembangan suatu negara. Baik dilihat dari prespektif ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Seperti yang diketahui, globalisasi berasal dari kata global yang artinya universal. Hal ini memungkinkan terjadinya perkembangan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
Maka dari itu, dapat diartikan bahwa era globalisasi merupakan arus perubahan yang dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi masyarakat. Hal ini bak teka-teki yang harus dipecahkan. Peluang yang dirasakan, tentunya kemudahan dalam mengakses informasi, teknologi yang memudahkan manusia untuk lebih produktif, dapat membuka ruang sosial untuk berinteraksi dengan banyak orang, serta dapat mengembangkan pengetahuan baru bagi masyarakat.
Lantas bagaimana dengan tantangan globalisasi? Seperti yang kita ketahui, Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tentulah memiliki pengaruh budaya timur yang cukup kental, baik itu sifat ramah tamah, saling menghormati dan gotong royong yang begitu tinggi. Namun pada era sekarang ini, sudah terjadi percampuran budaya yang merambat pada segala aspek kehidupan, salah satunya pada pergaulan antar sesama remaja yang semakin mengkhawatirkan.
Hubungan antar remaja ini dikenal dengan istilah Friend With Banefits (FWB). Menurut Hughes (2005) dalam Ratnasari (fenomena Friends With Benefits di kalangan mahasiswa, 2021:1) mengatakan bahwa FWB merupakan bentuk hubungan yang mengkombinasikan intimasi psikologis pada hubungan pertemanan dengan intimasi seksual pada hubungan romatis. Zaman dulu kita lebih mengenal FWB dengn istilah free sex, kempul kebo dan teman tapi mesra (TTM).
Namun, orang yang menjalin hubungan FWB berbeda dengan hubungan TTM. Jika di TTM hanya seakan lebih dari sekadar teman, tetapi pada FWB orang akan melakukan hubungan seksual tanpa ada komitmen untuk berpacaran dan tampa terikat oleh ikatan penikahan. Dalam hubungan ini biasanya dua orang remaja akan menjaga kerahasiaan tentang hal yang mereka lakukan.
Hal semacam ini dapat terjadi dalam kehidupan seorang remaja karena berbagai faktor yang mempengaruhi, di antaranya faktor individu, faktor interpersonal, dan faktor sosial, laju Sumatra (18/10/2022). Dari hal ini kita dapat uraikan bahwa, individu memiliki andil penting dalam melakukan hubungan FWB dengan orang lain, yaitu berkaitan dengan hasrat seks pada diri remaja. Sebagaimana yang diungkapkah oleh Sera (bukan nama sebenarnya) ketika diwawancarai pada CNNIndonesia.(16/06/2022). Bahwa ia melakukan hubungan FWB karena kebutuhan akan rasa hangat dan keintiman yang tak terbendung.
Selain faktor individu, ada juga faktor interpersonal (keluarga). Keluarga juga menjadi penyebab penting dalam kehidupan seorang remaja. Remaja yang jauh dari orang tua membuat mereka kehilangan pengawasan sehingga bisa melakukan hal sesuai dengan kemauan mereka. Selain itu, kekerasan dalam keluarga dan broken home juga menjadi alasan seorang remaja mencari kasih sayang di tempat lain selain daripada keluarga mereka sendiri.
Faktor terakhir yang mempengaruhi terjadinya hubungan FWB yang dilakukan para remaja adalah faktor sosial. Dimana faktor sosial yang dimaksud adalah lingkungan pertemanan dan faktor globalisasi. Sebagaimana perkataan Nabi Muhammad SAW, “permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi dan engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau bisa mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau akan tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan muslim 2628)
Belajar dari nasehat yang disampaikan oleh nabi Muhammad di atas. Maka, tukang minyak wangi diibaratkan sebagai teman yang baik sedangkan tukang besi sebagai teman yang buruk. Jika kita memilih teman yang baik maka kita akan mendapatkan kebaikan dari teman tersebut. Dan jika kita memilih teman yang buruk, maka kita akan mendaptkan keburukan. Oleh karena itu, pemahaman tentang memilih teman harus diberikan pada pendidikan formal dan non formal yang ditempuh para remaja.
Selain teman sebaya, globalisasi juga menjadi pengaruh yang sangat mendalam terhadap perilaku para remaja. Banyak remaja cenderung mengikuti perubahan zaman, bahkan terpengaruh oleh zaman yang cenderung lebih berat pada budaya-budaya barat. Perilaku remaja akan banyak dipengaruhi oleh apa yang ia dapat pada media sosial (medsos). Jika ia banyak menggunakan medsos untuk menonton film-film tentang percintaan remaja, maka ia akan cenderung melakukan hal tersebut.
Hubungan FWB juga memiliki dampak yang kurang baik terhadap para remaja. Dilansir dari apa yang disampaikan oleh pakar andrologi dan seksologi Dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd, FAACS dalam kumparan News (26/11/2022) Ia mengatakan bahwa aktivitas seksual lebih dari satu orang tidak disarankan dalam dunia kesehatan. Hal ini dikarenakan tidak ada jaminan bahwa pasangan seks anda sehat secara jasmani. Bahkan, akan rentan terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Tak hanya PMS, Hubungan FWB juga dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak direncanakan (KTD). Remaja yang menjalin hubungan FWB cenderung melakukan hubungan seks yang tidak aman sehingga perempuan akan mendapatkan kerugian dalam hubungan yang abu-abu ini. Bahkan dari hubungan ini dapat menyebabkan terjadinya tindakan tidak terpuji seperti aborsi.
Melihat dari dampak yang kurang baik dari FWB pada kehidupann para remaja, tentulah orang tua harus lebih jeli lagi dalam mendidik anak mereka. Pendidikan yang berbasis karakter harus selalu gencar dilakukan, baik dalam pendidikan formal maupun non formal.
Pendidikan karakter non formal dapat dilakukan oleh orang tua kepada anaknya di rumah. Anak harus mendapatkan kasih sayang yang lebih dari kedua orang tuanya. Kasih sayang yang dimaksud berupa nasehat-nasehat berkaitan dengan keagamaan, hal ini agar mereka lebih jeli dalam memilih teman untuk bergaul dalam masa remaja mereka.
Tak hanya pendidikan non formal, pendidikan formal juga memiliki andil penting dalam mendidik para remaja. Guru yang mengajar di sekolah harus memiliki tanggung jawab untuk mendidik para siswa dengan mengentalkan pengajaran-pengajaran tentang karakter dan akhlak untuk membentuk kepribadian para remaja. Guru jangan hanya datang mengajar lalu pulang, tanpa ada rasa kepedulian lebih kepada para siswa, karena substansi dari seorang guru adalah mendidik bukan hanya mengajar.
Dengan menstabilkan pendidikan karakter pada wilayah formal maupun non formal pada lingkungan kehidupan anak, tentulah dapat mempengaruhi pola laku anak dalam menjalani keseharian. Dengan pendidikan karakter pula, para remaja dapat memilah dan memilih terhadap apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan. sehingga mereka dapat terbiasa dengan arus globalisasi tanpa harus medapat efek buruk dari globalisasi itu sendiri.
Artikel Lainnya
-
67529/10/2022
-
77109/03/2022
-
38804/02/2023
-
77219/08/2022
-
Sekolah Tak Sekadar Mencari Ijazah
110706/05/2021 -
189108/11/2019