Quo Vadis Penyelamatan Pangan dan Keberlanjutan Ekologis

Pangan dan lingkungan mestinya tidak saling dibenturkan. Keduanya bagai dua sisi mata uang yang sangat dibutuhkan bagi manusia. Keduanya justru harus saling mendukung dan bersama-sama menjamin keberlangsungan hidup makhluk hidup termasuk manusia.
Pangan merupakan penjamin kehidupan, sedangkan lingkungan merupakan penjamin keberlanjutan pembangunan. Penyelamatan ketahanan pangan dan jaminan keberlanjutan lingkungan (ekologis) merupakan dua hal yang harus dihadirkan bersama. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, tantangan semakin berat dalam menghadirkan keduanya sekaligus.
Tanggap Darurat
Krisis pangan menghantui Indonesia sebagai dampak pandemi sekarang ini. Banyak upaya telah dilakukan berbagai pihak guna mengantisipasinya. Masyarakat mulai melakukan penghematan dan menanam bahan pangan lokal. Gerakan beli hasil tanaman pangan petani lokal juga digencarkan. Pemerintah juga telah merencanakan pembukaan lahan persawahan baru dengan ekstensifikasi pada 900 ribu Ha lahan gambut di Kalimantan Tengah.
Wacana di atas menuai polemik di publik. Konversi lahan gambut dinilai kontraproduktif secara ekologis. Ekstensifikasi lahan gambut dikhawatirkan merusak ekosistem. Pangan memang merupakan kebutuhan mendesak dan prioritas saat ini. Namun nasib keberlanjutan lingkungan tentu harus diperhatikan.
Keterpenuhan sekarang dan ancaman kerusakan ke depan tentu kurang bijaksana dan hanya menjadi bom waktu ancaman selanjutnya. Perlu dicari solusi lain yang merupakan titik temu antara aspek pangan dan lingkungan.
Lingkungan yang menjadi media utama penghasil pangan daya dukungnya terbatas. Keterbatasan tersebut terjadi baik secara kuantitas maupun kualitas. Sebaliknya kebutuhan manusia akan pangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan gaya hidup boros manusia. Kondisi ini merupakan peringatan agar segera dilakukan langkah-langkah konkrit dalam rangka menguatkan daya dukung lingkungan dalam aspek pangan.
Pertama, luasan lahan pertanian produktif perlu dipertahankan dan dijaga dari derasnya upaya konversi. Mekanisme insentif dan disinsentif mendesak direalisasikan. Petani sudah seharusnya diringankan bebannya misal dengan meniadakan pajak lahan sawah, subsidi pupuk, dan lainnya. Sedangkan pelaku konversi perlu dikendalikan dengan ketegasan kebijakan lahan pertanian berkelanjutan atau memaksimalkan pungutan perizinan dan pajak
.
Kedua, produktivitas pertanian perlu ditingkatkan sehingga mampu menjadi sektor menggiurkan. Pengembangan komoditi perlu divariasikan. Sektor hulu-hilir pertanian juga harus dihadirkan dengan petani sebagai pelaku utamanya. Kewirausahaan petani penting untuk ditumbuhkan dan didukung dengan kebijakan seperti bantuan modal, bimbingan teknis, distribusi produk, dan lainnya.
Ketiga, perilaku petani perlu diarahkan agar tercipta pertanian yang minim pencemaran. Kebijakan pertanian organik dapat dikembangkan. Petani juga harus dilindungi dari permainan ekonomi perusahaan-perusahaan pupuk besar.
Keempat, diversifikasi bahan pangan dan budaya memanfaatkan produk pangan lokal perlu digalakkan kembali. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan pada produksi beras, sedangkan daya dukung lingkungan belum tentu cocok untuk komoditi padi. Selain itu, diversifikasi juga dapat memperbaiki kualitas tanah dan mengurangi hama dan penyakit.
Ekoefisiensi dan Ramah Ekologi
Kebijakan makro berupa pengembangan pertanian harus diimbangi dengan dukungan mikro berupa perilaku penduduk terkait pangan. Hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2012 menunjukkan bahwa Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) masih berkisar pada angka 0,57 (dari angka mutlak 1). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat kita baru setengah-setengah berperilaku peduli lingkungan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Peduli atau ramah lingkungan harus terus diupayakan termasuk konsumsi pangan. Sangat penting mendorong perilaku dan gaya hidup manusia agar efisien dan ramah lingkungan dalam hal pangan. Kunci pentingnya adalah melakukan efisiensi pemanfaatan dan meminimalisasi limbah akibat pemakaian.
Efisien artinya tepat pakai. Ketepatan tersebut menyangkut besaran dan fungsinya. Secara besaran tepat sesuai takaran yang dibutuhkan dan secara fungsional tepat sesuai kemanfaatan yang dibutuhkan. Selain itu efisiensi juga perlu didorong dalam aspek lingkungan atau dikenal dengan eko-efisiensi.
Kebutuhan asupan makanan setiap hari sudah ada takarannya. Pilihan makanan pun bisa diamati dari sisi kebutuhan kalori. Selain tidak berlebihan, konsumsi makanan juga perlu mempertimbangkan jenis makanan. Di era kimiawi seperti sekarang, pilihan makanan yang bersifat alami selain baik dari sisi medis juga ramah lingkungan. Bandingkan dengan makanan-makanan olahan yang membutuhkan bahan bakar dan menghasilkan limbah.
Ibu rumah tangga juga perlu dikenalkan pada praktek eko-efisiensi dalam mengolah makanan di rumah. Contoh sederhana adalah menghemat listrik atau bahan bakar ketika memasak. Sejak kecil juga penting dididik agar makan secukupnya dan tidak menghasilkan sisa makanan yang sebenarnya masih bisa dimakan.
Pendekatan spritual bisa digunakan, misalkan memahamkan bagi Muslim akan ajaran Nabi Muhammad SAW agar makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang, artinya tidak boleh berlebihan. Nabi juga mengajarkan makan harus habis tanpa limbah yang harusnya masih bisa dimakan. Dalam budaya Jawa nasi juga memiliki nilai spiritual. Jika makan kemudian tersisa dan terbuang percuma, maka dipercayai Dewi Sri, dewi penjaga dan pemelihara padi akan murka. Karena itu bagi orang Jawa menyia-nyiakan nasi adalah pantangan besar.
Upaya mengubah perilaku dan pola konsumsi harus dimulai dari level individu. Saatnya gaya hidup hijau yaitu perilaku yang ramah lingkungan dibudayakan dan dijadikan trend baru. Gaya hidup hijau selain bervisi lingkungan juga sarat nilai sosial dan kesehatan. Mari mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai sekarang juga.
Sektor pertanian penting mengimplementasikan sistem ramah ekologi. Salah satu konsep dalam bidang pertanian adalah konsep pertanian terpadu atau Integrated Farming System. Integrasi perlu ditingkatkan menjadi zero waste sehingga nilai tambah yang dihasilkan lebih tinggi atau konsep integrated farming with zero waste system.
Usaha pertanian juga perlu adaptasi terhadap perubahan iklim. Pergeseran titi kala mangsa penting dicermati. Informasi dan data instansi terkait cuaca penting diikuti. Pemerintah bertanggungjawab memasok informasi secara merata.
Indonesia sebagai negeri agararis mesti terselamatkan dari darurat menuju swasembada pangan. Modernisasi sistem pertanian yang ramah lingkungan dan mudah diakses petani menjadi keniscayaan. Minimal dalam kondisi darurat pandemi ini dapat menyelamatkan krisis pangan dengan tidak mengorbankan kelestarian lingkungan.
Artikel Lainnya
-
91107/03/2022
-
170307/01/2021
-
42721/07/2024
-
Aktualisasi Gotong Royong Kebangsaan di Tengah New Normal
250606/06/2020 -
Dampak Tuntutan Pendidikan Orang Tua Terhadap Kesehatan Mental Anak
152630/10/2023 -
Menyoal Pemboikotan Produk Pendukung Israel
63316/11/2023