Quo Vadis Kesejahteraan Guru?

Staf Pengajar dan Staf Media Litbang pada Sekolah Regina Caeli, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat; Alumnu
Quo Vadis Kesejahteraan Guru? 11/11/2024 208 view Pendidikan kompas.com

Kesejahteraan guru di Indonesia, terutama mereka yang berstatus honorer, masih jauh dari kata layak. Menurut data dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), sebanyak 42% guru dan 74% guru honorer memiliki penghasilan di bawah 2 juta rupiah per bulan. Bahkan, sebagian kecil guru hanya menerima upah di bawah 500 ribu rupiah (IDEAS, 2024). Ini merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan mengingat peran penting mereka dalam mendidik generasi penerus bangsa. Penghasilan yang begitu rendah ini membuat banyak guru tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup dasar mereka, yang seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat.

Akibat dari penghasilan yang tidak memadai, sebagian besar guru terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan mereka. Berdasarkan riset IDEAS, lebih dari 55,8% guru di Indonesia memiliki pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang semakin berat (IDEAS, 2024). Guru yang seharusnya fokus pada tugas mengajar dan mempersiapkan materi pendidikan, kini terbagi konsentrasinya dengan pekerjaan lain. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh guru secara pribadi, tetapi juga oleh siswa yang menerima pengajaran dari guru yang lelah dan stress, karena beban ekonomi.

Lebih ironis lagi, banyak guru yang terjebak dalam lingkaran utang, terutama dari pinjaman online ilegal. Riset NoLimit menyebutkan bahwa 42% masyarakat yang terjerat pinjol ilegal berasal dari profesi guru (NoLimit, 2024). Kondisi ini menunjukkan masalah kesejahteraan yang tidak tertangani dengan baik dapat berdampak serius, tidak hanya pada kehidupan pribadi guru, tetapi juga pada stabilitas ekonomi keluarga mereka. Pinjaman online yang mudah diakses, namun berbunga tinggi, menjadi salah satu solusi instan bagi para guru, meskipun pada akhirnya memperparah kondisi finansial mereka.

Dampak pada Kualitas Pengajaran

Masalah kesejahteraan guru yang minim ini tentu berdampak langsung pada kualitas pengajaran di sekolah. Gamal Albinsaid, anggota DPR RI, menyatakan bahwa guru yang menghadapi tekanan ekonomi tidak dapat menjalankan tugas mereka dengan optimal. Ketika seorang guru masih harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari atau melunasi utang, fokus mereka pada pengajaran akan terpecah. Hal ini tentu berpengaruh pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa. Pendidikan yang berkualitas hanya bisa tercipta jika para guru merasa sejahtera dan tenang dalam menjalankan tugasnya (Rahmatul Fajri, 2024).

Dalam pandangan teori motivasi Herzberg, faktor-faktor seperti gaji dan kesejahteraan termasuk dalam kategori "faktor kebersihan." Jika faktor-faktor ini tidak terpenuhi, maka motivasi intrinsik seorang guru untuk memberikan yang terbaik dalam pengajaran akan terkikis. Motivasi intrinsik yang kuat adalah kunci untuk menciptakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Ketika kesejahteraan mereka diabaikan, guru akan merasa kurang termotivasi untuk mengembangkan metode pengajaran yang baru dan menarik bagi siswa. Akibatnya, siswa akan menerima pengajaran yang monoton dan kurang bersemangat.

Masalah ini tentu perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Tanpa kesejahteraan yang memadai, sulit untuk berharap pada peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah dan para pemangku kepentingan harus memprioritaskan peningkatan kesejahteraan guru, karena kualitas pengajaran tidak bisa dipisahkan dari kondisi finansial dan psikologis guru. Jika kesejahteraan mereka ditingkatkan, para guru dapat memberikan yang terbaik kepada siswa, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di seluruh negeri.

Pelatihan Profesional yang Terbatas

Selain kesejahteraan finansial, pengembangan profesional guru melalui pelatihan juga menjadi aspek penting yang sering kali terabaikan. Banyak guru di Indonesia, terutama yang mengajar di daerah terpencil, tidak memiliki akses yang memadai terhadap pelatihan dan pengembangan kompetensi. Akibatnya, mereka sering kali tertinggal dalam perkembangan teknologi dan metode pengajaran terbaru. Pelatihan yang berkualitas sangat penting untuk memastikan guru tetap relevan dengan kebutuhan pendidikan di era modern yang terus berkembang dengan cepat.

Pelatihan profesional yang berkelanjutan seharusnya menjadi bagian dari sistem pendidikan yang kuat. Di beberapa negara maju, seperti Finlandia dan Singapura, pelatihan untuk guru dilakukan secara berkala dan terstruktur, dengan fokus pada pengembangan kompetensi digital, metodologi pengajaran inovatif, serta pendekatan psikologis terhadap siswa. Di Indonesia, sayangnya, program pelatihan seperti ini belum merata. Guru di perkotaan mungkin memiliki akses lebih baik terhadap pelatihan, sementara mereka yang berada di daerah terpencil masih kesulitan mendapatkan pelatihan yang sepadan.

Pemanfaatan teknologi bisa menjadi solusi untuk memperluas akses pelatihan bagi guru di seluruh Indonesia. Platform e-learning, webinar, dan kursus online dapat menjadi cara efektif, untuk memberikan pelatihan yang berkelanjutan bagi para guru tanpa memandang lokasi. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua guru untuk terus belajar dan berkembang, kita bisa meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Program ini juga harus melibatkan sertifikasi yang diakui secara internasional, agar guru dapat mengembangkan kompetensinya sesuai dengan standar global.

Kolaborasi untuk Perubahan

Perbaikan kesejahteraan dan pengembangan profesional guru membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran kunci dalam menetapkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan guru. Misalnya, pemerintah dapat menetapkan standar upah minimum yang layak untuk guru di seluruh Indonesia, memberikan tunjangan khusus bagi guru yang mengajar di daerah terpencil, serta melindungi guru dari jeratan pinjaman online illegal, dengan memberikan akses ke layanan keuangan yang lebih aman.

Sektor swasta juga dapat berperan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Melalui program ini, perusahaan dapat memberikan tunjangan tambahan atau beasiswa bagi guru, terutama di daerah-daerah yang membutuhkan. Kolaborasi semacam ini dapat memperkuat dukungan kepada para guru, sehingga mereka merasa lebih dihargai dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, dukungan dari sektor swasta bisa membantu mempercepat peningkatan kesejahteraan dan kualitas pelatihan guru.

Dukungan dari masyarakat juga penting untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih baik. Masyarakat bisa berperan dengan memberikan apresiasi kepada para guru, serta mendukung upaya-upaya peningkatan kesejahteraan mereka. Dengan adanya dukungan yang kuat dari berbagai pihak, kita bisa menciptakan perubahan yang signifikan dalam sistem pendidikan nasional. Peningkatan kesejahteraan dan kompetensi guru tidak hanya akan berdampak pada kehidupan mereka secara pribadi, tetapi juga pada kualitas pendidikan yang diterima oleh generasi penerus bangsa.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya