Public Discourse: Riuh Rendah Politik Dinasti
![Public Discourse: Riuh Rendah Politik Dinasti Public Discourse: Riuh Rendah Politik Dinasti](../images/artikel/the-columnist-public-discourse-riuh-rendah-politik-dinasti-6.jpeg)
Drama tentang siapa calon yang akan diusung PDIP di Pilwalkot Solo telah menemui akhirnya. Seperti yang sudah diduga banyak orang, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon terpilih menyingkirkan Purnomo yang digadang pengurus daerah. Diskursus tentang politik dinasti semakin memanas karena selain Gibran, ada sederet nama calon kepala daerah lain yang juga memiliki pertalian kekerabatan dengan pejabat publik.
Respon publik beragam menyikapi kasus ini. Sebagian menilai apa yang dilakukan Gibran atau calon lain yang semisal dengannya bukan merupakan bentuk politik dinasti karena kekuasaan tidak diperoleh dengan jalan pewarisan. Ada banyak tahapan Pilkada yang harus mereka lalui sebelum menjadi kepala daerah, sama seperti calon lain. Artinya proses demokrasi tetap berjalan dengan semestinya.
Akan tetapi bagi Saiful Bari, ini hanyalah kamuflase dari dinasti politik. Jika dulu pewarisan ditunjuk langsung maka sekarang lewat jalur politik prosedural. Hasil akhirnya kita sudah sama-sama tau. Hal ini menjadi ironis bagi Irfan Bau, karena demokrasi yang semestinya bertumpu pada terbukanya akses bagi semua orang (rakyat) justru dikuasai oleh sistem politik yang berciri kekerabatan.
Meskipun begitu, melarang Gibran cs ikut kontestasi Pilkada juga tidak tepat. Itu sama saja dengan merampas hak mereka untuk dipilih. Padahal tidak ada hukum atau aturan yang melarang mereka untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Tetapi Habibah Auni menilai politik bukan sekadar boleh atau tidak boleh. Lebih dari itu, ada etika politik yang semestinya diperhatikan. Stevan Manihuruk menilai akan lebih elok bila kerabat-kerabat pejabat publik yang masih aktif bisa menunda ambisi politiknya untuk maju di kontestasi pilkada.
Terlebih Gifari Juniatma berpendapat bahwa yang bisa dilihat dari politik dinasti adalah pelanggengan kekuasaan oligarkis yang berpotensi mempertebal jarak kesenjangan kekuasaan politik atau bahkan mungkin penguasaan atas sumber daya material.
Lalu bagaimana dengan kamu? Kami mengundangmu untuk ikut berpendapat dalam diskursus ini. Tuliskan pendapatmu pada kolom komentar.
Artikel Lainnya
-
58421/04/2024
-
136123/08/2020
-
216917/02/2020
-
Menghadirkan Kembali Islam Sebagai Agama Pembela Kaum Mustadh'afin
222019/11/2020 -
179818/03/2020
-
Pangan Lokal Sebagai Solusi Jangka Panjang Menghadapi Kenaikan Harga Beras di NTT
144308/10/2023