Public Discourse: Polemik RUU HIP

Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang digagas DPR menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Walaupun akhirnya pembahasannya ditunda, tetapi RUU itu sudah terlanjur memantik perdebatan publik.
Sebagian menilai bahwa RUU HIP adalah bukti tidak pekanya DPR terhadap kondisi bangsa yang sedang babak belur dihajar corona. “Harusnya kita fokus penanganan wabah Covid-19, bukan malah membahas tafsiran baru yang dikhawatirkan mengancam pandangan hidup bangsa” sesal Suwanto.
Publik juga khawatir bahwa dekonstruksi Pancasila melalui undang-undang akan menjadikan negara sebagai penafsir tunggal, seperti yang diungkapkan Henri Silalahi. Sehingga Dany Setyawan mencemaskan ke depannya Pancasila akan menjadi alat “pemukul” bagi siapa saja yang tidak sejalan dengan penguasa.
Lebih dari itu, Demptus berpendapat bahwa tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1996 terkait pembubaran PKI dan larangan menyebarkan ideologi komunis mengesankan RUU HIP justru melemahkan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi bangsa.
Akan tetapi bagi Frumens Arwan isu komunisme yang mengiringi munculnya RUU HIP tidak bisa dijadikan patokan apakah RUU itu layak atau tidak untuk disahkan. Karena selama ini isu komunisme hanya dijadikan jualan politik dengan maksud memenangkan kepentingan tertentu.
Lagi pula, sebagai ideologi terbuka Pancasila akan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu Wardy Js’ Kedy berpendapat bahwa RUU HIP justru dibutuhkan karena dapat menjadi pedoman bagi negara agar mampu menghadapi tuntutan zaman.
Lalu bagaimana dengan kamu? Setujukah dengan RUU HIP? Silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar di bawah ini.
Artikel Lainnya
-
135415/03/2020
-
89002/12/2022
-
84316/07/2021
-
Sampah dan Kesadaran Etis Masyarakat Kita
198713/07/2020 -
Neoliberalisme, Sekularisme, dan Ancaman Bunuh Diri
28512/04/2024 -
Filsafat Transendental Mulla Sadra
11507/12/2024