Permen LHK 10/2024: Langkah Maju Mundur Perlindungan Masyarakat Adat

Penulis
Permen LHK 10/2024: Langkah Maju Mundur Perlindungan Masyarakat Adat 24/01/2025 12 view Hukum huma.or.id

Tarik ulur pengakuan dan perlindungan masyarakat (hukum) adat terlihat dalam berbagai aspek, termasuk dalam berbagai regulasi yang dibuat oleh pemerintah sebagai organ yang menyelenggarakan dan mengatur tata kehidupan di negara ini.

Masyarakat adat seringkali ditempatkan dalam posisi yang kurang menguntungkan, terutama berkaitan dengan hak dan kewenangan mereka terhadap wilayah adat yang telah sekian tahun dan secara turun-temurun mereka tempati.

Tidak dapat dimungkiri, bahwa masyarakat adat memiliki keterikatan yang kuat dengan lingkungan tempat hidup komunitasnya termasuk hutan, beserta segala isinya. Masyarakat adat bahkan memiliki intensitas dan pola relasi yang intens dan khas dengan lingkungannya. Lingkungan tidak dilihat hanya sebatas obyek tidak bergerak yang dengan demikian bisa dieksploitasi secara sewenang-wenang, tetapi cenderung dilihat sebagai entitas yang hidup/bernyawa, yang memberikan kehidupan kepada manusia dan berkomunikasi dengan manusia melalui tanda.

Nilai-nilai budaya, kearifan lokal dan cara pandang masyarakat adat terhadap lingkungan menjadi faktor penting yang menentukan keberlanjutan lingkungan hidup. Cara berpikir masyarakat adat yang bersifat kosmis (participerend kosmisch) yang melihat kehidupan sebagai sebuah satu kesatuan, yang menghendaki harmonisasi hubungan antara manusia, masyarakat dengan lingkungan fisik dan non-fisik yang ada di sekitarnya (F. Chandara, 2020).

Masyarakat adat menjadi komponen penting dan terbukti mampu menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem di sekitarnya. Pengelolaan termasuk pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat adat tidak kemudian mengorbankan kelestarian lingkungan dan fungsi ekologis lingkungan, sehingga kita dapat melihat hutan tetap lestari, berbeda dengan metode konservasi konvensional oleh pemerintah yang secara tegas melarang masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya alam.

Masyarakat adat saat ini semakin hari, semakin terdesak oleh berbagai regulasi dan keputusan pemerintah terutama terkait hak atas wilayah adatnya, selain karena dalih konservasi, laju investasi di sektor ekstraktif terutama pertambangan dan perkebunan juga mendorong penyingkiran masyarakat adat dari wilayah adatnya.

Dalih konservasi dan investasi menjadi alat pemerintah untuk merampas hak atas wilayah adat masyarakat adat yang kemudian memicu konflik berdarah antara pemerintah dan korporasi melawan masyarakat adat.

Derita yang dialami masyarakat adat Pemaluan di Kawasan Ibu Kota Nusantara menjadi salah satu contoh bagaimana negara mendefinisikan hak penguasahaannya atas tanah secara ugal-ugalan.

Masyarakat adat Pemaluan harus terusir dari tanahnya sendiri dan dipaksa merobohkan rumahnya oleh Otoritas IKN, karena menurut mereka keberadaan masyarakat adat Pemaluan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) IKN.

Ironis memang, bagaimana masyarakat adat yang telah mendiami daerah tersebut secara turun temurun harus terusir akibat RTRW yang baru semur jagung.

Represifitas pemerintah terhadap upaya masyarakat adat dalam mempertahankan wilayah adatnya dapat dilihat dari banyaknya korban akibat tindak diskriminasi aparat kepada masyarakat adat.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat bahwa sepanjang 2023 setidaknya ada 2.578.073 hektar wilayah adat terampas oleh negara dan korporasi atas nama investasi yang dalam proses penguasaannya telah mengakibatkan 247 korban, 204 orang luka-luka, satu orang ditembak sampai mati dan terdapat 100 rumah warga hancur karena dianggap mendiami kawasan konservasi.

Seharusnya upaya-upaya perlindungan masyarakat termasuk masyarakat adat yang menjaga dan melestarikan lingkungan perlu diapresiasi dan sepatutnya untuk dilindungi oleh pemerintah.

Permen LHK

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 tahun 2024 Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Orang Yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup Yang Baik Dan Sehat (“Permen LHK 10/2024”). Melalui Permen LHK 10/2024 ini, Pemerintah berniat memberikan perlindungan hukum terhadap orang-orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidupnya, dan perlindungan ini juga bertujuan meningkatkan partisipasi publik dan sinergisitas antar lembaga dalam upaya untuk mencegah perusakan lingkungan.

Pemerintah melihat orang yang memperjuangkan lingkungan sebagai orang yang mengupayakan terciptanya lingkungan hidup yang baik dan sehat, baik mereka sebagai korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

Masyarakat adat dalam Permen ini menjadi salah satu subyek yang digolongkan sebagai pihak atau orang-orang yang memperjuangkan lingkungan hidup. Hal ini tentu saja, menguatkan posisi tawar masyarakat adat dalam upayanya mempertahankan lingkungan dan/atau wilayah adatnya dari tindakan eksploitasi dan ancaman diskriminasi baik dari korporasi maupun pemerintah.

Permen ini juga memberikan perlindungan terhadap orang-orang termasuk masyarakat adat yang memperjuangkan lingkungan hidup melalui cara-cara hukum, baik dengan melalui penyelenggaraan pendidikan, pelindungan, pengelolaan lingkungan hidup, mengembangkan budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian lingkungan hidup termasuk juga melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dan menyampaikan pendapat di muka umum untuk menolak rencana usaha dan/atau kegiatan yang diduga dapat menimbulkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan.

Permen ini juga hendak “membebaskan” orang-orang yang memperjuangkan lingkungan hidup dari tuntutan pidana maupun apabila di gugat secara perdata, dan tindakan pembalasan yang dilakukan oleh pihak yang diduga melakukan tindakan pencemaran baik berupa pelemahan perjuangan dan partisipasi publik, atau somasi, dalam bentuk ancaman tertulis, ancaman lisan, kriminalisasi dan kekerasan fisik atau psikis yang membahayakan diri, jiwa, dan harta termasuk keluarganya.

Problem

Permen LHK 10/2024 yang menjadi tameng perlindungan terhadap perjuangan mempertahankan lingkungan hidup ini, seolah menjadi “singa ompong” yang terlihat garang namun tidak berdaya memburu mangsa.

Hal ini tidak lain karena pelaksanaan Permen dinilai akan sulit untuk di implementasi, antara lain karena. Pertama, dalam Permen ini Pemerintah menerapkan proses yang rumit, karena untuk memperoleh penanganan pelindungan hukum, orang yang memperjuangkan lingkungan hidup harus mengajukan permohonan kepada Menteri, dengan jangka waktu maksimal pemrosesan permohonan yang tidak jelas.

Hal ini tentu memberikan ketidakpastian soal masalah waktu dan seharusnya pengajuan permohonan ini cukup diajukan kepada kepala daerah saja dalam hal ini atau wali kota.

Kedua, masyarakat adat yang belum ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat melalui Perda, akan sukar untuk di akomodasi kepentingannya sebagai kelompok masyarakat adat.

Ketiga, Permen LHK 10/2024 ini tidak memiliki daya cengkeram dan daya ikat yang cukup kuat terhadap institusi penegak hukum lain, Julius Ibrani Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) di kutip dari Mongabay.co.id, mengatakan bahwa Permen ini masih sangat lemah dalam melindungi para pejuang lingkungan hidup. Pasalnya, urat dari masalah kriminalisasi pejuang lingkungan berada di aparat penegak hukum. Untuk itu, katanya, harus juga mengintervensi kewenangan aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, sampai hakim.

Pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa permasalahan pokok kerusakan lingkungan, terletak pada sikap pemerintah yang tidak secara tegas menindak korporasi perusak lingkungan dan yang beroperasi tanpa izin serta kemudahan izin yang diberikan pemerintah untuk korporasi-korporasi sektor ekstraktif.

Sehingga hal yang seharusnya terlebih dahulu dibenahi adalah penindakan tegas terhadap korporasi perusak lingkungan dan memperketat regulasi pemberian izin usaha dan perbaikan sumber daya manusia di pemerintahan kemudian diikuti dengan pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat adat.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya