Perginya Si Tukang Kritik (Mengenang Almarhum Pater Dr. John M. Prior, SVD)

Pengajar STPM St Ursula Ende
Perginya Si Tukang Kritik (Mengenang Almarhum Pater Dr. John M. Prior, SVD) 01/08/2022 1005 view Agama 24hoursworship.com

Sudah beberapa pekan, sejak hari Sabtu 6 Juli 2022 lalu, ketika Pater Dr. John Mansford Prior, SVD tutup usia dalam usia 76 tahun. Mungkin agak terlambat, tetapi tulisan ini tetap penting untuk diulas, karena apa yang beliau pernah kerjakan sungguh berefek banyak pada kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat di Flores.

Kepergian Pater John, sapaan akrabnya, sungguh membuat Tarekat Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini), Gereja Keuskupan Agung Ende dan Gereja Katolik Universal kehilangan salah seorang imam dan misionaris terbaiknya. Beliau menghembuskan nafas terakhir dalam suasana hening di waktu para penghuni bukit Ledalero baru menyelesaikan Ekaristi pagi. Penyakit yang menggrogoti fisiknya telah mengambil nyawa misionaris asal Inggris ini. Gereja, civitas akdemika Kampus dan orang Flores berduka.

Pater John adalah salah satu imam dan misionaris terbaik Tarekat Societas Verbi Divini (SVD) sebuah terekat missionaris Katolik. Beliau lahir di Ipswich, Inggris tahun 1946. Sejak tahun 70-an, beliau mulai berkarya di daerah Flores tengah sebagai imam muda. Selain itu, beliau juga adalah seorang teolog, penulis, penasihat Kepausan untuk wilayah Asia Tenggara dan pengajar di IFTK yang dulu adalah STFK Ledalero-Maumere-NTT.

Di luar kelas dan di tengah umat pun, karya pelayanan beliau sangat banyak. Beliau aktif dalam karya kerasulan untuk umat di Lapas Maumere dan mendampingi kelompok marginal di Flores yang jarang dilirik atau sering terlupakan. Beliau juga selalu menyempatkan diri melayani umat di daerah-daerah yang sulit. Pelayanan dan kesaksian hidupnya ini sungguh berakar dari arah teologi yang diajarkannya.

Beberapa semester bersama beliau sebagai mahasiswa dalam kuliah Teolog Sosial, kami waktu itu diajarkan bahwa kedalaman ilmu tentang Tuhan atau Teologi mestinya berasal dari lingkaran refleksi dan aksi. Hal ini kami praktikan selama satu semester di setiap akhir pekan. Kami selalu turun untuk bergabung dan bekerja dengan para petugas sampah, mereka yang penjaga toko atau swalayan, cleaning service di rumah sakit atau berjemur terik bersama para buruh di pelabuhan. Di sana kami diajak untuk melihat bagaimana realitas kehidupan orang-orang itu. Kami pun diajak untuk merefleksikan pergumulan hidup orang-orang ini, adakah atau bagaimanakah kehadiran Tuhan di tengah mereka.

Semua itu bertujuan untuk menjadikan teologi sebagai ilmu yang kontekstual sekaligus sebagai pelajaran bahwa mahasiswa dengan profesi apa pun nanti, entah sebagai imam atau awan Katolik, mesti bisa menunjukan dan membawa sentuhan Tuhan kepada semua orang dengan berbagai dinamika dan latar belakang kehidupan. Dalam semangat ini, beliau mengajarkan teologi dengan intensi mengeksiskan Tuhan sebagai sosok yang imanen.

Allah atau pun ilmu tentangnya (teologi) ialah pribadi dan ilmu yang kontekstual. Hal ini sekaligus menjadi bentuk kritik bahwa teologi ataupun institusi agama yang mewartakan Tuhan tidak bisa terus tinggal di dalam gedung-gedung, dibatasi oleh tembok-tembok dan ruang kelas. Dengan prespektif dan konsep yang demikian kerap menempatkan beliau sebagai seorang teolog yang kritis dan kontekstual.

Kiblat teologi demikian, turut menjadikan beliau sebagai pribadi tidak hanya jadi pribadi yang pandai beretorika di ruang kuliah, tetapi melakukan aksi nyata serta merakyat dalam berbagai karya kerasulan. Dengan mengayuh sepedanya, beliau konsisten melakukan kegiatan pendampingan dan sharing Kitab Suci di Rutan Maumere. Beliau juga telibat dan mendampingi dalam kegiatan-kegiatan ODHA. Sebagai Pastor, ia pun tidak pernah lupa dan setia berkunjung dan merayakan ekaristi bersama umat yang tinggal di kampung-kampung. Sungguh tepatlah apabila beliau dihormati terbitnya buku tentang beliau dengan judul Merambah Ke Segala Arah (Penerbit Ledaloro, 2020)

Keyakinan dan ilmu teologinya yang kritis dan kontekstual benar-benar menubuh sekaligus membungkus hidup serta kesaksian sebagai pemuka agama yang bersahaja, jujur, tulus dan apa adanya. Apa yang ia ceritakan selalu berakar dari pengalaman dan pengetahuan yang mendalam. Pengalaman dan pengetahuan ini pun melahirkan berbagai prespektif yang tajam untuk melihat dan menyalami secara mendalam tentang realitas sosial dan kehidupan umat Katolik di Flores.

Sebagai orang yang senantiasa berpendirian lurus dan apa adanya, beliau selalu dengan gaya santai dan cukup blak-blakan, melayangkan kritik berdasarkan apa yang ia lihat dan alami ketika hidup bersama masyarakat dan umat beragama. Kritik itu bukan hanya menyangkut kehidupan umat beragama, tetapi juga para pemuka dan institusi keagamaan. Tentu banyak pihak yang menerima dan cukup banyak juga merasa tidak nyaman dengan berbagai kritikan beliau. Kadang beliau pun tidak jarang mendapat cap sebagai orang aneh.

Meskipun demikian, sebenarnya banyak orang yang mungkin belum tahu atau belum sadar sepenuhnya, bahwa tidak ada kehidupan sosial atau pun institusi sosial yang bisa terlepas sama sekali dari kritik. Kritik sebenarnya adalah sesuatu yang menjaga sekaligus menjadi basis refleksi bagi siapa saja atau pun institusi apa saja untuk bergerak lebih baik. Itu demikian, karena hampir tidak ada yang statis dalam kehidupan ini. Yang ada ialah berbagai dinamika kehidupan sehingga subjek mestinya terus beradaptasi dengan berbagai perubahan dan perkembangan dunia.

Dalam konteks agama Katolik pun, Konsili Vatikan II dengan semangat aggiornamento juga menunjukkan bahwa Gereja Katolik pun bisa berubah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Hal ini pun berangkat didorong oleh perubahan situasi dan kritik yang dilayangkan pada Gereja (Teicher, 2012). Lebih jauh, banyak orang, termasuk orang Katolik, mesti tahu dan sadar, bahwa pikiran dan aksi kritis benar-benar dibutuhkan dalam dunia pun kehidupan beriman. Ini pun penting untuk melawan kondisi hidup beriman yang semakin tergerus arus perkembangan zaman akibat mental individualis, kapitalis dan konsumeristik. Identitas sebagai pengikut Kristus yang setia pun konsisten dalam memberikan kesaksian iman pun kerap menjadi abu-abu berhadapan dengan situasi ini. Pada titik ini, bersikap kritis dan memberikan kritik sungguh memiliki aspek positif.

Dalam prespektif tadi, maka sosok seperti almarhum Pater John Prior sungguh menjadi bentara penuntun perkembangan masyarakat maupun institusi agama dengan cara dan gayanya. Namun ada pula hal lebih milik beliau. Beliau tidak hanya memberikan kritik, tetapi ia juga menghayati, konsisten melaksanakan apa yang ia yakini dan apa yang ia ajarkan.

Semoga bibit yang telah ditaburkan beliau bertumbuh dan berkembang. Dengan begitu, besar harapan bahwa perginya si tukang kritik ini, tidak menjadi akhir dari Gereja Katolik yang kritis dan merakyat tetapi memantik generasi-genarasi yang bukan hanya beriman, tetapi juga kritis untuk mewartakan kebaikan dan kasih Yang Kuasa. Meskipun jiwamu telah pergi, namun semoga semangatmu tetap ada bersama kami. Semoga jiwamu selalu beristirahat dalam damai Pater John.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya