Penurunan Kualitas ASN di Indonesia

Penurunan Kualitas ASN di Indonesia 01/04/2022 1986 view Politik Shutterstock

Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki peran sebagai pemberi pelayanan publik dan pelaksana kebijakan pemerintah, yang diatur oleh UU NO. 5 Tahun 2014. Kinerja atau kualitas ASN yang baik menjadi tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.

Namun, banyaknya keluhan dari masyarakat terkait dengan transparansi, etika dan kelambanan dalam memberikan pelayanan membuktikan bahwa kualitas ASN di Indonesia masih jauh dari kata baik. Menurut data Transparancy International Indonesia (TII), dalam your.say.id (2020) skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia ada di peringkat 89 dengan nilai 38 dari 180 negara, hal itu menyebabkan akuntabilitas di Indonesia menjadi sulit dipercaya oleh masyarakat.

Sementara, menurut data World Economy Forum Human Capital tahun 2017, kualitas ASN Indonesia berada di bawah Thailand/dan Malaysia.
Menurunnya kualitas ASN menyebabkan masyarakat atau publik tidak percaya terhadap kinerja aparatur serta citra ASN menjadi buruk. Sehingga masyarakat beranggapan bahwa aparatur negara hanyalah sebagai benalu bagi rakyat dan negara karena hanya menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetapi tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, (Yudiatmaja, “kedaulatan negara ada ditangan warga negara karena saham tertinggi negara dimiliki oleh warga negara yang ikut membangun negara melalui pajak yang dibayarkannya” dalam Laporan Akhir Tim Peneliti UI-CSGAR Indeks Persepsi masyarakat tentangprofesionalitas dan rebranding Aparatur Sipil Negara, 2019).

ASN memperoleh gaji dari negara untuk mewujudkan tercapainya pelayanan publik yang mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat dan dapat mengimplementasikan tugas serta tanggung jawab sesuai dengan UU yang berlaku.

Di media elektronik maupun cetak, sering kali memberitakan terkait ASN yang tidak masuk kerja tanpa alasan, melakukan tindak kekerasan, adanya pungutan liar, etika dalam pelayanan, korupsi dan lamban dalam memberikan pelayanan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa, Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia menjadi salah satu faktor kemunduran kualitas ASN, yang mana di dalam diri aparatur tidak memiliki empati terhadap nasib rakyat dan menyebabkan mereka lalai terhadap tugas serta tanggung jawabnya.

Beberapa oknum aparatur negara bahkan meminta imbalan atas pelayanan yang telah diberikan, bahkan merasa super power atau paling berkuasa di hadapan masyarakat, padahal mereka hanyalah “pelayan” untuk melayani masyarakat.

Seharusnya aparatur tidak meminta imbalan atas pelayanan yang diberikan dan hal yang perlu ditanamkan dalam diri aparatur adalah mereka melayani bukan dilayani. Jika pemikiran seperti ini mampu diterapkan akan meminimalisir adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh aparatur negara (Laporan Akhir Tim peneliti UI-CSAGR, “Profesionalisme berkaitan erat dengan kemampuan seorang aparatur negara dalam menjalankan tugasnya dan keterikatannya pada aturan organisasi” 2019).

Faktor yang menyebabkan ASN di Indonesia tidak memiliki kualitas, yaitu kualiatas SDM rendah, pola pikir, implementasi kebijakan lemah, memiliki etika yang masih rendah, budaya birokrasi dari waktu ke waktu tidak ada perubahan, sistem pelayanan lambat dan komunikasi yang buruk sehingga menyebabkan pelayanan publik tidak dapat mencapai good governance.

Hal tersebut bisa terjadi karena mereka tidak benar-benar mengabdi untuk masyarakat, dengan beranggapan bahwa mereka sudah bekerja dan digaji sehingga tidak ada improvement di dalam masing-masing individu untuk berbenah atau memperbaiki kualitas ASN serta birokrasinya.

Di sisi lain, salah satu faktor terbesarnya adalah SDM dan pola pikir para aparatur negara, karena kedua hal tersebut menentukan tindakan setiap aparatur dalam memberikan pelayanan. Jika aparatur memiliki SDM dan pola pikir yang baik mereka akan tulus mengabdi demi kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingannya sendiri atau hanya sekedar sebagai suatu profesi semata.

Diharapkan perubahan mindset melayani Aparatur Sipil Negara menjadi acuan yang dipercayai sebagai wujud dari kerja ASN yang akan merubah stigma negatif masyarakat selama ini tentang Aparatur Sipil Negara Edi Halomoan Irianto (2020)

Melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang kemudian disingkat Menpan, pemerintah melakukan upaya Peningkatan Kualitas ASN dengan Manajemen Talenta. Aba Subagja (2020) asisten Manajemen Karier dan Talenta ASN mengatakan bahwa, manajemen talenta bertujuan untuk memetakan kebutuhan ASN sesuai dengan keahlian; perwujudan talent pool yang dikelola dalam bentuk database sehingga dapat dengan mudah mengetahui ketersediaan talenta yang dibutuhkan; dan meningkatkan keahlian kinerja ASN serta mengembangkan karier prestasi aparatur negara.

Tidak hanya terus berupaya memperbaiki kualitas ASN di Indonesia, pemerintah juga memberikan sanksi berat kepada ASN yang tidak masuk kerja selama 21-24 hari tanpa alasan dengan menurunkan jabatan hingga pemecatan/ pemberhentian secara tidak hormat kepada ASN.

Upaya tersebut dilakukan agar aparatur negara dapat bersikap disiplin dengan mematuhi peraturan yang ada. Sudah seharusnya pemerintah mengedepankan kualitas daripada kuantitas, dengan tidak mereikrut ASN secara besar-besaran.

Seharusnya para aparatur negara segera berbenah atas segala kritikan yang mereka terima untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik. Sebab, ketika kepercayaan masyarakat kepada pemerintah maupun kepada birokrat hilang maka birokrasi dan pemerintahan di Indonesia akan selalu dipandang buruk oleh rakyatnya sendiri.

Jika hal tersebut terjadi tidak akan ada lagi regenerasi pelayan publik di indonesia. Dengan demikian, sikap atau tindakan aparatur negara akan berdampak pada generasi berikutnya serta hilangnya kepercayaan masyarakat (Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali, “lingkungan yang baik akan sangat membantu menumbuhkan kesadaran setiap Pegawai Negeri Sipil untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang diwariskan secara tumurun” dalam penerapan Budaya Kerja Sebagai Proses Membangun Perubahan Dalam Reformasi Birokrasi, 2021).

Bahkan pola perilaku yang tidak ada perubahan dari waktu ke waktu bisa saja menjadi contoh yang tidak baik untuk generasi berikutnya. Hal itu menyebabkan, kondisi birokrasi di Indonesia tidak akan pernah mencapai good governance tetapi bad governance.
 

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya