Pemulihan Hubungan dalam Paradigma Keadilan Restoratif
Berbicara mengenai over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan dewasa di Indonesia dan mengenai sistem peradilan pidana yang ada di Indonesia tidak akan dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan alur yang mana Lembaga Pemasyarakatan adalah muara akhir suatu proses pemidanaan sebagai tempat dilaksanakannya Pembinaan. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya pola pemikiran yang ada di masyarakat mengenai pemikiran bahwa efek jera berupa hukuman penjara menjadi pilihan sebagai penghukuman untuk mencari keadilan dalam kasus pidana.
Beberapa tindakan yang menurut regulasi diduga melakukan perbuatan pidana membuat banyaknya laporan ke pihak berwajib yang mengharuskan untuk memproses secara hukum. Perbuatan di atas merupakan bukti bahwa arah pemidanaan yang ada ditambah dengan pola pikir di masyarakat serta sistem regulasi yang dibangun, masih condong ke arah penghukuman sebagai efek jera. Terbentuk opini bahwa keadilan pada hukum pidana adalah berupa hukuman penjara.
Pola Pikir Retributive Justice
Model keadilan retributif ini menyatakan bahwa ketika seseorang melakukan kejahatan, maka hukuman yang diterima oleh pelaku merupakan hukuman yang ditujukan untuk membalas perbuatan kejahatan yang telah dilakukan oleh pelaku (Fatic,1995). Penghukuman adalah menjadi jalan yang harus menegakkan hukum secara apa adanya.
Intinya, penegakan hukum sesuai dengan undang-undang dan yang salah ditindak sedangkan yang benar dibebaskan. Pola pikir terkait dengan retributif ini masih banyak di masyarakat dan kalangan Aparat Penegak Hukum yang dalam tugasnya dipayungi oleh KUHP dan KUHAP Nomor 81 Tahun 1981 yang hingga kini masih dijadikan acuan utama di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Sehingga, ketika terjadi kejahatan dan terindikasi adanya tindak kejahatan, maka aparat akan berpikir untuk memproses secara pidana dengan penjatuhan sanksi berupa pidana penjara.
Sebenarnya, permasalahan tersebut tidak terlepas dengan pemikiran dari masyarakat yang memiliki masalah terkait dengan pidana yang dalam hal ini adalah pidana ringan yang sebenarnya bisa diselesaikan secara musyawarah dan ini sudah menjadi ciri khas di Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan dalam bentuk musyawarah mufakat untuk memperoleh kesepakatan dan memperbaiki hubungan yang ada. Sehingga, beberapa tahun terakhir ini paradigma baru mengenai penyelesaian permasalahan hukum melalui pemulihan hubungan mulai dimunculkan sebagai alternatif dalam penyelesaian perkara pidana.
Paradigma Restorative Justice
Keadilan restoratif adalah suatu proses di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah bagaimana menangani akibat di masa yang akan datang (Kelompok kerja Perserikatan Bangsa - Bangsa mengenai keadilan restoratif, dikutip dari Tony Marshall). Hukum pidana yang represif dirasa tidak bisa menyelesaikan permasalahan dalam sistem hukum peradilan pidana dan hanya menimbulkan masalah baru di kemudian hari karena tidak seutuhnya mengembalikan apa yang terjadi dan tidak memikirkan efek yang muncul di kemudian hari.
Keadilan restoratif di Indonesia sebenarnya sudah dimulai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak yang mana mulai dikenal dengan istilah Keadilan Restoratif yaitu pada pasal 1 angka 6. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Bahwa di dalam proses penanganan anak, keadilan restoratif dikedepankan dan dapat dilihat bahwa memberikan peran lebih kepada pelaku dan korban, keluarga pelaku/korban untuk sama-sama mencari penyelesaian sehingga tercipta pemulihan hubungan antara pelaku dengan korban bersama-sama pihak lain yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk bisa ikut menyelesaikan masalah.
Konsep yang dilihat dalam hal ini bukan hanya melihat keadilan dari satu sisi melainkan melihat dari kepentingan para pihak yang terlibat di dalamnya. Keadilan di sini tidak hanya melihat bahwa penjatuhan hukuman kepada pelaku sebagai balasan atas apa yang telah diperbuat akan tetapi bersama-sama memperoleh pemecahan masalah.
Bukan berarti pelaku akan lepas dari tanggung jawabnya, tetapi dicarikan alternatif lain yang disepakati bersama. Proses ini membutuhkan kerja sama yang baik dari semua pihak yang terlibat sehingga tercipta pemulihan hubungan. Proses tersebut sangat tidak mudah. Rasa emosi dan pemaaf tidak akan mudah untuk diberikan oleh korban dan keluarganya setelah apa yang dilakukan oleh pelaku. Hukum dalam konsep keadilan restoratif bukan untuk menang atau menghukum orang, tetapi untuk membangun harmoni.
Belakangan ini konsep keadilan restoratif mulai dikembangkan oleh aparat penegak hukum dengan munculnya aturan dari Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI terkait penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara dewasa dalam upaya melakukan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban untuk kasus-kasus dengan tindak pidana ringan yang dilakukan orang dewasa. Sehingga, dapat dialihkan dari proses peradilan ke proses di luar peradilan.
Penerapan terkait keadilan restoratif di dalam proses penyelesaian perkara pidana kiranya dapat juga didukung dengan piranti perundang-undangan yang sesuai dengan penerapannya dan bisa lebih melindungi aparat penegak hukum di dalam setiap proses. Sehingga untuk para pihak harus terus mendorong pemerintah untuk dapat segera mengesahkan aturan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana sehingga bisa menjadi piranti yang kuat bagi aparat penegak hukum di dalam menjalankan tugasnya.
Sehingga, konsepsi penghukuman sebagai efek jera dapat mulai bergeser dengan konsep pemulihan hubungan dalam tindak pidana yang dilakukan tidak hanya oleh pelaku baik untuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak tetapi juga orang dewasa terkait dengan tindak pidana tertentu yang secara hukum masih bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah. Sehingga, terjadi tidak hanya pemulihan hubungan tetapi juga mengurangi jumlah bertambahnya narapidana.
Artikel Lainnya
-
140816/03/2021
-
265020/02/2020
-
121115/12/2021
-
Demo dan Aksi Massa di Mata Tan Malaka
132331/05/2022 -
134411/09/2021
-
Bermewah-Mewahan Telah Melalaikanmu
134325/09/2021