Pemerintah: Rakyat Itu Siapa?
Melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini, sayangnya, masih sangat memprihatinkan. Ketika kita melihat berbagai masalah yang dihadapi oleh rakyat, mulai dari ketidakadilan sosial, kemiskinan, hingga pelayanan publik yang buruk, pertanyaan mendasar muncul: apakah pemerintah benar-benar berfungsi sebagai pelayan rakyat, atau sekadar menjalankan agenda politik yang jauh dari aspirasi dan kebutuhan masyarakat? Ironisnya, seolah-olah pemerintah berujar, "Rakyat? Siapa Itu?"
Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan signifikan dalam sistem politik dan pemerintahan. Dari era Orde Baru yang otoriter hingga era reformasi yang menjanjikan demokrasi, harapan masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik sempat membuncah. Namun, apa yang terjadi setelah lebih dari dua puluh tahun reformasi? Kenyataannya, banyak rakyat masih hidup di bawah garis kemiskinan, korupsi merajalela, dan kebijakan publik sering kali tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Mari kita lihat dari sudut pandang ketidakadilan sosial. Dalam teori sosial, ketidakadilan sosial terjadi ketika ada distribusi kekayaan, kesempatan, dan hak yang tidak merata dalam masyarakat. John Rawls, seorang filsuf terkenal, dalam bukunya "A Theory of Justice" menyatakan bahwa ketidakadilan muncul ketika sumber daya dan kesempatan tidak didistribusikan secara merata, yang seharusnya menjadi fokus utama dari kebijakan publik. Sayangnya, di Indonesia, kita masih menyaksikan kesenjangan ekonomi yang sangat lebar. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa indeks gini negara kita per Maret 2023, yang mengukur ketimpangan pendapatan, masih berada pada angka yang cukup tinggi yakni 0,388. Artinya, kekayaan negara ini masih dikuasai oleh segelintir orang, sementara sebagian besar rakyat hidup dalam kemiskinan.
Selain itu, pelayanan publik yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara masih jauh dari memadai. Pendidikan dan kesehatan adalah dua sektor yang paling krusial, namun sering kali diabaikan. Banyak sekolah di daerah terpencil yang kekurangan fasilitas dan tenaga pengajar yang kompeten. Begitu pula dengan layanan kesehatan yang masih belum merata dan berkualitas. Ya karena bagaimana pun juga, pembangunan yang sesungguhnya harus memprioritaskan peningkatan kualitas hidup masyarakat, termasuk akses yang adil terhadap pendidikan dan kesehatan. Namun, di Indonesia, kenyataan tersebut masih menjadi mimpi bagi banyak rakyat di pelosok negeri.
Terlebih lagi, rakyat sering kali hidup dalam ketakutan akan pemerintah yang menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan kekuasaan. Undang-undang yang membatasi kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai digunakan sebagai alat untuk mematikan suara-suara yang berani mengkritik kebijakan pemerintah atau mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial dan ekonomi yang tidak merata.
Tindakan represif semacam ini tidak hanya menciptakan iklim ketakutan di kalangan masyarakat umum, tetapi juga menghambat proses demokratisasi yang seharusnya memungkinkan partisipasi aktif dari seluruh warga negara. Ketika rakyat merasa terancam dan tidak aman untuk menyuarakan pendapat mereka, maka prinsip demokrasi yang seharusnya melindungi hak asasi manusia dan kebebasan sipil menjadi terancam.
Pemerintah seharusnya berfungsi sebagai pelayan rakyat yang tidak hanya mendengarkan tetapi juga bertindak sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka. Namun, realitasnya adalah banyak keputusan politik yang lebih terlihat mendukung kepentingan elit politik atau ekonomi daripada rakyat jelata.
Padahal, seperti yang dikatakan oleh Thomas Jefferson, salah satu Founding Fathers Amerika Serikat, "Ketika pemerintah takut pada rakyat, ada kebebasan. Ketika rakyat takut pada pemerintah, ada tirani." Sayangnya, di Indonesia, tampaknya rakyat lebih sering dibuat takut oleh pemerintah yang seharusnya melayani mereka.
Kondisi ini diperparah dengan kebijakan publik yang sering kali tidak berpihak pada rakyat. Penggusuran paksa tanpa solusi yang jelas, pengabaian terhadap hak-hak buruh, hingga kebijakan ekonomi yang lebih menguntungkan pemodal besar dibandingkan pelaku usaha kecil dan menengah adalah beberapa contoh nyata dari kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Kebijakan semacam ini menunjukkan bahwa pemerintah lebih sibuk mengurus kepentingan segelintir elit politik dan ekonomi dibandingkan memperhatikan kebutuhan rakyat banyak.
Melihat realitas ini, sudah seharusnya kita sebagai rakyat bersuara. Demokrasi memberikan kita hak untuk mengkritisi dan menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah. Kita tidak boleh lagi pasrah dan diam melihat ketidakadilan yang terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Paulo Freire dalam bukunya "Pedagogy of the Oppressed", "Revolusi tidak dimulai dengan penerimaan, tetapi dengan penolakan terhadap penindasan." Kita harus menolak segala bentuk ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah.
Langkah konkret yang dapat diambil adalah memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pengambilan kebijakan. Kita perlu lebih aktif terlibat dalam berbagai forum publik, menyuarakan aspirasi melalui media, dan menggunakan hak pilih kita dengan bijak. Selain itu, pengawasan terhadap kinerja pemerintah harus ditingkatkan. Lembaga-lembaga independen, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus didukung sepenuhnya agar dapat bekerja secara efektif dan tanpa intervensi politik.
Pendidikan juga memegang peranan penting dalam perubahan ini. Kita harus mendidik generasi muda untuk menjadi warga negara yang kritis, sadar akan hak dan kewajibannya, serta tidak mudah terbuai oleh janji-janji kosong para politisi. Pendidikan yang baik akan melahirkan masyarakat yang cerdas dan mampu mengawal jalannya pemerintahan dengan lebih baik.
Kesimpulannya, pemerintah seharusnya kembali pada tugas utamanya sebagai pelayan rakyat, bukan sebaliknya. Pemerintah harus mendengar suara rakyat, memperbaiki ketidakadilan sosial, meningkatkan kualitas pelayanan publik, memberantas korupsi, dan membuat kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat. Jika tidak, maka kepercayaan terhadap pemerintah akan semakin tergerus. Sudah saatnya perubahan nyata terjadi, demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan berkeadilan.
Artikel Lainnya
-
87206/05/2021
-
133117/03/2020
-
131017/08/2020
-
Mengelola Ketidakpastian Ekonomi di Tengah Gejolak Politik
6408/07/2024 -
Penolakan dan Ekspansi Pembangunan Gheotermal Desa Wae Sano
90309/03/2022 -
Ketika Omnibus Law Ditolak NU-Muhammadiyah
224526/08/2020