Pemberdayaan UMKM di Tengah Pandemi
Sejarah telah mencatat, bahwa Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang demikian dahsyat pada 1998. Saat itu banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi, bahkan terpaksa berhenti berproduksi dan akhirnya bangkrut.
Meskipun begitu, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terbukti mampu bertahan di tengah kepungan krisis moneter. Hal ini menandakan bahwa UMKM adalah usaha yang memiliki daya tahan tangguh, sehingga prospeknya bagus. Dan rasa-rasanya sangat cocok untuk dikembangkan meski wabah Covid-19 saat ini belum mereda. Tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan di saat pandemic dan protokoler kesehatan yang diatur oleh pemerintah.
Apalagi kalau kita kuliti sejarah, peranan UMKM di Indonesia sangatlah besar. Dan telah terbukti mampu menyelamatkan perekonomian bangsa. Selain itu, UMKM juga dapat menekan pengangguran (Gunartin, 2017). Bahkan, kalau kita giatkan dengan skala besar menyeluruh di seantero tanah air, sangat memungkinkan mendongkrak ekonomi nasional secara massif. Produk usahanya UMKM pun sangat fleksibel, disesuaikan dengan potensi lokal suatu daerah serta situasi dan kondisi. Misalnya saja seperti sekarang ini, di saat pandemi Covid-19.
Apalagi, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa adanya peningkatan kredit UKM sejak 2008 sebesar 2.737.233. Kemudian meningkat lagi pada 2009 menjadi 2.851.231, dan naik lagi pada 2010 berjumlah 2.946.028, serta 2018 menjadi 3.974.399. Adapun diantara sektor ekonomi yang mengalami peningkatan terbesar adalah sektor UMKM.
Beberapa potensi penting dan keunggulan UMKM jika dibandingkan usaha lainnya (Azrin, 2004) adalah, pertama inovasi dalam teknologi sangat mudah diterapkan dalam pengembangan produk. Kedua, berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi maksimal dan memperkuat kemandirian. Ketiga, kemampuan menciptakan lapangan kerja cukup luas. Itu artinya, penyerapan terhadap tenaga kerja pun akan besar.
Karenanya, akan dapat mengurangi tingkat pengangguran. Keempat, fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis. Kelima, terdapat dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan. Keenam, dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal, sehingga dapat mengembangkan sumber daya manusia. Ketujuh, tersebar dalam jumlah banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif.
Dengan adanya berbagai nilai positif tersebut, tentu UMKM mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan di kala wabah Covid-19 ini. Meskipun demikian membutuhkan dukungan pemerintah dan sinergi kolektif dari kelompok usaha berbasis kemasyarakatan secara terpadu dan solid. Karenanya, dalam upaya mewujudkan perekonomian yang kokoh, UMKM perlu diberdayakan agar dapat menjadi mandiri, berkembang menjadi usaha menengah, serta diharapkan dapat melakukan peningkatan SDM di dalam UMKM (Ariani & Utomo, 2017).
Apalagi, perkembangan UMKM yang setiap tahun jumlahnya cenderung meningkat. Mengingat dalam proses usahanya tidak memerlukan modal yang besar. Belum lagi, ditunjang juga oleh perkembangan teknologi yang berdampak pada sistem manajemen UMKM secara lebih efektif dan efisien. Dan bisa jadi UMKM tersebut mampu menarik pihak lain untuk menciptakan UMKM baru.
Sementara itu, berdasarkan Bab II Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM azas-azas pemberdayaan UMKM antara lain, pertama, azas kekeluargaan. Azas ini yang melandasi upaya pemberdayaan UMKM sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, azas demokrasi ekonomi. Maksud azas ini yaitu pemberdayaan UMKM diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Ketiga, azas kebersamaan, yaitu azas yang mendorong peran seluruh UMKM dan dunia usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Keempat, azas efesiensi berkeadilan, yaitu azas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan UMKM dengan mengedepankan efesiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. Kelima, azas berkelanjutan, yaitu azas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui pemberdayaan UMKM yang dilakukan secara berkesinambungan, sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.
Keenam, azas berwawasan lingkungan, yaitu azas pemberdayaan UMKM yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Ketujuh, azas kemandirian, yaitu azas pemberdayaan UMKM yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian UMKM.
Kedelapan, azas keseimbangan kemajuan, adalah azas pemberdayaan UMKM yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Kesembilan azas kesatuan ekonomi nasional, ialah azas pemberdayaan UMKM yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.
Dengan berbagai azas dan proyeksi UMKM tersebut, diharapkan nantinya UMKM dapar terus tumbuh berkembang. Harapannya kedepan diperoleh perekonomian mengusung azas Ekonomi Kerakyatan, yaitu sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat.
Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan yang dengan secara swadaya mengelola sumber daya ekonomi apa saja serta dapat diusahakan dan dikuasainya. UMKM ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi keluarga hingga ke skala kumulatif untuk membantu perekonomian negeri ini.
Artikel Lainnya
-
153206/07/2020
-
129004/05/2021
-
66309/08/2021
-
RUU KUHP: Antara Unifikasi dan Pluralisme Hukum
445528/09/2019 -
Merenungkan Kembali Arti Pemanasan Global
108407/05/2021 -
Masih Relevankah Hukuman Mati Diterapkan Saat Ini?
92124/01/2023