Pandemi Covid-19 dan Digitalisasi Pembelajaran

Pandemi Covid-19 menjadi momok pada hampir semua sektor kehidupan kita. Mulai dari sektor kesehatan, ekonomi, politik, hubungan sosial, termasuk juga sektor pendidikan, semua merasakan dampak yang tidak menyenangkan akibat virus yang terdeteksi muncul pertama kalinya pada penghujung tahun 2019 lalu di Wuhan, China, itu. Dalam sektor pendidikan, model pembelajaran tatap muka di sekolah terpaksa harus diubah secara mendadak menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) demi mencegah terjadinya penularan Covid-19 kepada murid maupun guru.
Akan tetapi, perubahan model pembelajaran tatap muka ke model PJJ secara mendadak menyebabkan berbagai pihak merasa kelimpungan. Kurangnya persiapan dan terbatasnya sarana serta prasarana untuk melaksanakan PJJ menyebabkan kegiatan pembelajaran tidak berjalan secara maksimal. Hal itu kemudian menyebabkan guru maupun murid merasa tidak puas terhadap kegiatan pembelajaran pada masa darurat pandemi.
Hasil survei oleh UNICEF yang melibatkan lebih dari 4.000 murid di seluruh Indonesia pada 2020 lalu, menyebutkan bahwa 66 persen dari 60 juta murid dari berbagai jenjang pendidikan merasa tidak nyaman belajar dari rumah. Dari data tersebut, diketahui bahwa 35 persen responden menyebutkan penyebab ketidaknyamanan mereka adalah karena buruknya akses internet, sementara 38 persen lain mengaku merasakan hambatan karena bimbingan guru tidak dirasakan sebagaimana yang mereka temui dalam pembelajaran tatap muka (Kompas.com, 24/06/2020).
Selain itu, kesulitan juga dirasakan oleh para guru. Sebagian besar guru merasa kesulitan selama PJJ dikarenakan banyak guru yang tidak memiliki akses terhadap internet dan perangkat elektronik pendukung, serta minimnya pelatihan dan pengelolaan pebelajaran yang efektif untuk diaplikasikan selama masa krisis ini. Menurut sebuah survei, sebanyak 58 persen guru menantikan dan bersedia mengikuti pelatihan pengelolaan PJJ yang dirasakan amat minim selama masa krisis ini (cnnindonesia.com, 09/05/2020).
Dari Wabah Menggali Hikmah
Kita menyakini bahwa tidak ada satu pun kejadian di dunia ini yang tidak menyimpan hikmah. Oleh karenanya, kita senantiasa berharap agar diberikan hikmah dari kejadian apapun yang kita alami. Selain itu, berusaha memperoleh hikmah atas segala macam fenomena merupakan sebuah keniscayaan sebagai manusia.
Kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh semua orang yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 ini dapat disikapi secara optimis. Dalam dunia pendidikan, adanya pandemi ini sejatinya mempercepat proses digitalisasi dalam dunia pendidikan yang merupakan tantangan tidak terhindarkan dari realitas abad 21 ini. Sebagaimana yang kemudian kita ketahui, hampir keseluruhan proses PJJ sangat bergantung kepada pemanfaatan teknologi dunia digital.
Digitalisasi pendidikan menjadi sebuah keniscayaan untuk mengantarkan generasi berikutnya mengarungi kehidupan zamannya dengan positif. Zahir Muhammad Jamil Kutby, di dalam bukunya berjudul Al-Fikr al-Tarbawī ‘Inda Zakī Mubārak, mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib: “Ajarilah anak-anak kalian, sesungguhnya mereka diciptakan di zaman yang bukan zaman kalian” (Kutbī, 1991: 89).
Para guru saat ini berhadapan dengan generasi baru, yaitu generasi yang menurut Kasali, mereka sudah akrab dengan dunia digital sejak bayi (Kasali, 2019: 466). Tetapi pada perkembangannya, kemajuan di bidang teknologi infomasi bagi generasi muda ternyata belum sepenuhnya diimbangi dengan kesadaran positif. Internet, seperti media sosial yang harusnya dapat digunakan sebagai sarana bersosial dan belajar, kerap kali disalahgunakan oleh para pelajar (Irawati, 2017: xvi-xviii). Oleh sebab itu, generasi tersebut memerlukan bimbingan dari para guru maupun orang tua dalam mengarungi digitalisasi kehidupan.
Hal tersebut di atas dapat dicapai dengan percepatan digitalisasi pendidikan, yaitu dengan mengintegrasikan sumber daya teknologi informasi ke dalam aktivitas pembelajaran. Hal tersebut secara perlahan akan mendorong generasi muda memiliki kesadaran positif bahwa teknologi merupakan alat untuk belajar, bukan sekadar alat bermain, apalagi untuk melakukan tindak kejahatan.
Di samping itu menurut Kalaus Schwab, teknologi dan digitalisasi akan mengubah segalanya, dan hal tersebut tidak dapat terhindarkan. Menimbang besarnya dampak yang diakibatkan oleh revolusi teknologi dan digitalisasi terhadap generasi di masa depan, menurut Schwab, menjadikan inovasi begitu penting untuk menjawab tantangan-tantangan yang muncul bersamaan dengannya (Schwab, 2019: 6).
Menjawab tantangan abad 21, dengan mengutip Higgins, Sani menyarankan agar segera dilakukan transformasi pembelajaran. Dari yang mulanya bersifat tradisional menjadi pembelajaran modern untuk membekali generasi masa depan dengan kecakapan hidup yang sesuai dengan zamannya (Sani, 2019: 45-46).
Dengan begitu inovasi-inovasi di dalam pendidikan menjadi krusial. Mengingat di sinilah penyemaian generasi masa depan terjadi. Sehingga, pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan pembelajaran bernilai tapat guna, terutama bagi kehidupan generasi berikutnya di masa depan.
Sebagai ujung tombak dari aktivitas pendidikan, aktivitas pembelajaran menjadi aspek penting yang perlu diutamakan. Untuk itu, inovasi-inovasi dalam pembelajaran perlu dikembangkan agar senantiasa sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman. Pembelajaran Jarak Jauh pada masa pandemi banyak memanfaatkan teknologi informasi dalam implementasinya. Sehingga, momentum ini menjadi kesempatan bagi para guru untuk mengembangkan pembelajaran berbasis teknologi yang menyenangkan dan mengembangkan keterampilan peserta didik pada bidang teknologi, informasi dan media.
Hambatan dan Peluang
Memang tidak bisa dimungkiri, perubahan model secara mendadak dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh yang lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi membuat para guru dan orang tua kesulitan dalam berbagai hal. Beberapa hambatan yang ditemukan selama masa pembelajaran, menurut hemat penulis, terbagi ke dalam dua hal, yakni hambatan internal dan hambatan eksternal.
Hambatan internal meliputi motivasi kita dalam memandang masalah yang kemudian memengaruhi cara kita dalam merespons masalah tersebut. Dalam hal penggunaan teknologi, misalnya. Baik guru maupun orang tua murid, kerap mengalami kesulitan selama PJJ. Hal ini disebabkan oleh kurang mampunya mereka dalam mengoperasikan perangkat teknologi informasi dan komunikasi, baik itu komputer, smartphone, atau layanan web.
Jika dilihat dari jumlah pengguna internet di Indonesia, kenyataan di atas semestinya tidak terjadi. Sebab, berdasarkan laporan terbaru oleh lembaga We Are Social, pada tahun 2020, pengguna internet di Indonesia berjumlah sedikitnya 175,4 juta jiwa atau setara dengan 64 persen dari total populasi dengan penggunaan perangkat yang bervariasi, mulai dari smartphone hingga laptop (detik.com, 20/02/2020).
Dengan begitu, yang menjadi penghambat sebenarnya bukanlah teknologi itu sendiri, tetapi motivasi kita untuk belajar dan memanfaatkan teknologi tersebut sebagai bagian integral dari pendidikan dan pembelajaran dewasa ini. Jadi, kesulitan-kesulitan internal yang ditemukan sepanjang PJJ, akan dapat diatasi dengan kemauan kita mengubah motivasi diri kita sediri. Dengan memandang bahwa pandemi ini merupakan bagian penting yang Allah SWT sediakan untuk kita agar kita dapat belajar dan berkembang.
Hambatan yang kedua yaitu hambatan eksternal. Hambatan eksternal ini meliputi ketersediaan perangkat teknologi, pemerataan akses internet di seluruh Indonesia, serta regulasi yang mengatur harga yang harus dibayar pengguna saat mengakses internet, khususnya untuk kebutuhan pembelajaran. Ketersediaan perangkat teknologi menjadi tanggung jawab bersama jika kita ingin menjawab tantangan pembelajaran berorientasi masa depan. Baik pemerintah, ataupun lembaga sosial diharapkan memberikan prioritas terhadap pengadaan perangkat teknologi komunikasi guna mendukung pembelajaran berbasis teknologi. Kerja sama lintas sektoral serta yang melibatkan berbagai unsur sangat dibutuhkan mengingat perangkat teknologi informasi dan komunikasi tidak dapat dijangkau oleh semua kalangan, khususnya kalangan bawah.
Hal lain yang juga amat penting adalah pemerataan akses internet. Ini menjadi tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan oleh pemerintah Indonesia, mengingat wilayah Indonesia merupakan kawasan kepulauan. Tantangan tersebut, betapapun sukarnya perlu menjadi perhatian serius. Sebab, telah menjadi komitmen pemerintah sebagaimana yang tertuang dalam Keppres No. 50 Tahun 2000, yaitu berkaitan dengan pembangunan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di berbagai bidang.
Dengan komitmen bersama, dan kemauan untuk mengambil pelajaran dari pandemi ini, digitalisasi pembelajaran dengan mengembangkan model pembelajaran berbasisi teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat mungkin diterapkan. Itu semua bertujuan untuk mempersiapkan generasi bangsa dalam menjawab tantangan zamannya. Di samping itu, digitalisasi pembelajaran juga dapat mengurangi dampak buruk revolusi teknologi, yaitu dengan menanamkan pemahaman kepada murid bahwa adanya teknologi informasi dan komunikasi bukan saja untuk alat hiburan, tetapi lebih dari itu. Ini merupakan alat untuk menggali pengetahuan dan mengembangkan potensi.
Artikel Lainnya
-
146722/01/2021
-
154915/06/2020
-
163224/04/2020
-
Membaca Alam Dari Tragedi Hanyutnya Siswa Pramuka di Sleman
262822/02/2020 -
Bukti Vaksinasi dan Kemerdekaan yang Hakiki
41817/08/2021 -
Di Balik Isu KPK, Arteria, Sampai Penyerangan Kepada Wiranto
106811/10/2019