"Palestina - Israel Bukan Urusan Indonesia", Katanya..

Admin The Columnist
30/05/2021 4655 view Iktirad Iyeng Pinterest.com

Anda yang pro terhadap perdamaian di Palestina dan juga muak dengan kekejaman Israel, tentu sejak beberapa hari lalu bisa sedikit bernapas lega. Israel dan Hamas memutuskan untuk genjatan senjata. Artinya, tembak-tembakan roket kedua belah pihak berhenti dulu.

Gencatan senjata ini seumpama hari besar bagi ummat muslim dan pejuang keadilan. Perasaan bahagia membuncah, seirama dengan letupan kembang api masyarakat Palestina ketika merayakan kemenangan ini di pelataran Masjid Al Aqsa.

Yah... kemenangan. Tak salah. Ini kemenangan besar bagi Palestina, dan juga kita semua.

Anda bayangkan saja, selama sebelas hari Israel menghujani Palestina dengan bom, ratusan penduduk sipil tewas, ratusan bangunan ambruk rata ke tanah, namun yang didapat Israel cuma hampa. Israel dihujat masyarakat dunia, dimaki media massanya sendiri, dan tidak mendapatkan target sebenarnya.

Bahkan yang lebih menyakitkan lagi, tak tampak ada luka di sisi Palestina. Iya sihh..., mereka menderita kerugian harta dan nyawa, tapi foto-foto korban bom Israel yang wafat dalam keadaan tersenyum betul-betul membuat rasa duku sirna.

Belum lagi simpati dan dukungan politik yang mereka dapat semakin besar. "Israel...", begitu anggapan sebagian besar masyarakat dunia yang terwakili oleh sebuah kartun, "..tak ubahnya seekor anjing yang numpang tidur di kasur tuannya, lalu perlahan-lahan mengusir tuannya dari tempat tidur itu...". Anjing yang tak tahu diri.

Lalu apa gerangan yang membuat Palestina bisa meraih kemenangan ini? Media-media bilang, ini perannya Mesir. Mesir punya hubungan diplomatik dengan Israel, lalu membisiki Israel untuk gencatan senjata. "Ayoo dong, baikkan..", barangkali begitu bujuk Mesir.

Mungkin ini benar. Tapi apakah hal itu menjadi penentu, amat sulit untuk diketahui.

Ya harap maklum, Amerika saja memberi restu amukan Israel di Palestina. Kata Joe Biden, "...lha wong namanya anjing, kalau ekornya keinjak ya mestinya nyokot-lah..". Israel cuma melindungi diri dari serangan HAMAS, ia bilang.

Maksud saya, pastinya ada banyak faktor yang membuat Palestina menang pada pertempuran sebelas hari lalu. Dan lobi-lobi Mesir tersebut hanya satu dari sekian banyak faktor itu. Toh mustinya pas membisiki Israel, Mesir menggunakan faktor lain itu sebagai alasan untuk membuat Israel sadar akan situasi buruk yang sedang dihadapinya. Misalnya, "tuh lihat, semua orang menganggap mu hina. Bahkan rakyatmu sendiri...".

Dan dari sekian banyak faktor yang membuat Israel mau gencatan senjata, saya kok ya yakin kalau perdebatan maya menjadi salah satu hal penentu itu. Perdebatan maya adalah diskusi di media sosial (misalnya twitter, facebook, instagram) yang argumentatif disertai data yang akurat.

Begini, anda semua semestinya sudah tahu polemik Hendropriyono, mantan Kepala BIN. Ia mengatakan ke media bahwa konflik antara Palestina dan Israel bukanlah urusan Indonesia. Karena urusan Indonesia itu adalah menghadapi serangan ideologi khilafah. Sambil meragukan peran bermanfaat Palestina terhadap bangsa kita ini.

Bagaimana respon jagat maya? Heboh!

Sebuah akun twitter menyambar link berita itu. Akun itu lalu mencuit beberapa data, bagaimana besarnya peran Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia.

Ada saudagar kaya Palestina yang menyedekahkan hartanya untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ada pula politisi sana yang bergerilya meyakinkan negara-negara arab untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Lalu ia bilang kurang lebih, "apakah persoalan Palestina tak ada hubungan dengan Indonesia?".

Kan maknanya jadi begini. Jangan tanya, apakah nanti Palestina akan membalas bantuan Indonesia. Karena sesungguhnya kitalah yang sedang berhutang kepada mereka. Makjleb gak sih..? Seorang profesor sekolah intelijen dinasehati begini.

Cuitan itu tentu saja menjadi informasi penting bagi banyak orang. Gerakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina semakin besar.

Coba sekarang anda bayangkan, apa jadinya kalau Hendropiyono tak pernah mengatakan pendapatnya itu. Mungkin data sejarah itu tak pernah tersampaikan pada publik. Dan tak mungkin dukungan kepada Palestina menjadi luas.

Kasus kedua, ada banyak postingan yang memuat pendapat bahwa Palestina adalah isu agama, karenanya sebagai ummat muslim semua harus bersatu melawan Israel. Ketika mendengar ide ini, yah saya setuju-setuju saja. Tapi pertanyaannya kemudian, bagaimana caranya?

"Kan bisa kirim donasi mas...".

Lha, anda pikir donasi yang kita kirim itu di tengah samudera atlantik sana bisa berubah menjadi kapal selam yang menembakkan rudalnya lalu menghantam bunkernya Netanyahu?

Ayolah...berdonasi dan memberikan tekanan diplomatik tentu menjadi bagian dari mendukung Palestina. Tapi mengandalkan ummat muslim untuk mendukung Palestina sama sekali tak masuk akal. Sehingga mengekslusi perjuangan ini hanya untuk ummat muslim saja justru merugikan kita sendiri.

Narasi inilah yang dibetulkan oleh Ulil Absar Abdallah. Melalui akun twitternya ia bercerita mengenai ilmuwan Yahudi di US yang menerima hukuman lantaran mengkritik agresi Israel. Lalu atas nama kemanusiaan, akun-akun lain juga mendukung ide itu. Cerita tentang masyarakat muslim di Israel dan masyarakat Israel itu sendiri yang menentang kekerasan Israel membuka mata banyak orang. Isu ini bukanlah sekadar agama, tapi juga kemanusiaan.

Lalu seketika dukungan terhadap Palestina meledak di jagat maya. Menjalar melampaui batas-batas keagamaan.

Ada banyak akun, dalam maupun luar negeri yang menghantam Israel. Sebagian besar masyarakat dunia, entah agama apa atau tak beragama, entah etnis apa dan tinggal di mana, semua bersatu menghujat Israel.

Demikianlah. Artinya, betul, Israel meratakan gedung media masa di Palestina. Tapi bagaimana mungkin mereka bisa menghentikan para pejuang di media sosial? Suatu hal penentu.

Anda, saya, dan kita semua mendapat pelajaran menarik dari peristiwa ini. Perdebatan yang sehat di dunia maya bisa menjadi senjata untuk menegakkan keadilan. Media sosial adalah senjata, dan jempol-jempol andalah yang menarik pelatuknya.

Ketika Israel menyerang Palestina dengan membabi buta. Saat negara adikuasa Paman Sam mendukung mereka. Ditambah lagi tiadanya hubungan diplomatik antara sebagian besar negara muslim dengan Israel. Ternyata media sosial bisa menjadi senjata ampuh menaklukan nafsu iblis Israel. Perdebatan di dunia maya yang disertai data dan argumentasi betul-betul membuktikan keampuhannya dalam menegakkan keadilan.

Tapi ya begitu. Hal-hal begini cuma sesekali. Maksud saya perdebatan virtual yang ideal itu tak terjadi di semua isu.

Polemik Bipang Ambawang, mudik lebaran, Padang apa Sumbar, bahkan Kaesang yang ghosting salah apa ndak, sama sekali tidak menyuguhkan data dan argumentasi yang baik. Bahkan jujur saja, anda juga tahu kan, beberapa di antara isu-isu tersebut banyak yang tak penting untuk diperdebatkan di ruang publik.***

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya