Pabrik Semen dan Perampasan Hak Hidup Masyarakat

Polemik perihal rencana pembangunan pabrik semen di Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur – Flores sejauh ini terus berlanjut. Perdebatan di ruang publik telah membelah dua kelompok masyarakat, yang mendukung (pro) dan menolak (kontra) dengan kehadiran pembangunan pabrik semen. Polemik di antara kedua kelompok masyarakat ini berpegang pada klaim yang didasari pada berbagai kajian, baik kajian literatur ataupun berbagai bentuk kajian lain sebagai barometer yang menentukan pembangunan pabrik semen pantas diterima atau ditolak.
Sejauh ini bagi pihak yang menerima kehadiran pabrik semen, mengklaim kehadiran pabrik semen di Manggarai Timur bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat, seperti ketersediaan lapangan kerja, peningkatan ekonomi masyarakat dan berbagai keuntungan lain yang bisa diperoleh. Sementara di satu sisi, pihak kontra justru melihat keberadaan pembangunan pabrik semen malah tidak menjamin dan menjanjikan keuntungan bagi masyarakat, justru akan menyebabkan perampasan hak hidup masyarakat dan generasi mendatang sulit mendapatkan jaminan hidup yang layak.
Tentu kita harus memeriksa terlebih dahulu dua klaim tersebut, sehingga kehadiran dan penolakan pabrik semen tidak serta merta diterima dan ditolak, melainkan punya basis kajian mendasar yang melingkupinya. Bagi saya, kehadiran pabrik semen di Manggarai Timur justru tidak berpihak kepada masyarakat setempat. Melainkan ada perampasan hak hidup masyarakat di kemudian hari yang menyebabkan keterasingan manusia dari alam, sosial-budaya dan hidupnya sendiri. Sehingga penolakan pembangunan pabrik semen merupakan langkah yang tepat.
Sejauh ini banyak pihak mulai dari Gereja, LSM, Mahasiswa dan elemen masyarakat lain sepakat menolak kehadiran pabrik semen di Manggarai Timur. Kami menolak pembangunan pabrik semen di Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, termasuk izin penambangan bahan baku semen di Lingko Lolok dan sekitarnya, kata Flory Santoso Nggagur, Minggu (3/5; MediaIndonesia,03/05/2020). Gelombang penolakan yang dilakukan masyarakat terhadap kehadiran pabrik semen di Manggarai Timur merupakan protes keras terhadap pembangunan yang dapat menyebabkan masyarakat mudah dicengkram di bawah kendali kapitalisme. Logika pembangunan yang selalu berpangkal kesejahteraan bagi masyarakat seringkali absen dan tidak terbukti.
Justru kehadiran pabrik semen tidak malah menciptakan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, namun rentan dengan segala kesenjangan sosial, ekonomi dan berbagai dampak kerusakan ekologis. Pembangunan pabrik, pertambangan dan berbagai bentuk ekstarksi alam sangat berkelindan dengan kerusakan ekologi dan aspek-aspek lain. Hal ini tentu dengan mudah menyelewengkan kehidupan masyarakat.
Lantas, apakah logika kesejahteraan yang didengungkan sebagian pihak dapat dibenarkan dengan hanya mendatangkan pabrik semen? Ini logika yang menurut saya tidak berdasar tetapi bersumbu pada kepentingan jangka pendek. Justru yang terjadi malah sebaliknya, ada perampasan hak hidup masyarakat dan peningkatan taraf hidup (ekonomi) tidak terbukti sama sekali dari pembangunan pabrik semen.
Justru bagi saya, kesejahteraan hanya sebuah narasi yang digaungkan tanpa kita memahami seberapa jauh kesejahteraan bagi masyarakat betul-betul difasilitasi baik oleh pemerintah (pemberi izin) dan dari pihak korporasi. Karena menurut saya konsep pembangunan seperti pabrik, tambang dan jenis kebijakan lain yang mengekstraksi alam selalu berkelindan pada kerusakan ekologi dan berbagai dampak lain yang menyebabkan masyarakat kehilangan sumber daya.
Pembangunan Syarat Kepentingan
Pembangunan pabrik semen yang sementara ini menuai kontroversi di ruang publik menurut hemat saya syarat dengan kepentingan dan tidak berkiblat pada pemenuhan peningkatan ekonomi masyarakat. Di berbagai tempat seperti Kalimantan, Papua dan tempat-tempat lain yang menjadi objek tambang dan pabrik, kepentingan politis dari beberapa pihak yang berada dalam jejaring tambang dan pabrik sangat kental dengan nuansa elit(kekuasaan)-korporasi (pebisnis). Persoalan ini sudah lazim dan diketahui sebelum kebijakan pembangunan pabrik dan pertambangan direncanakan.
Kita tahu bagaimana pola praktik perizinan pertambangan, pabrik dan sejenisnya pada masa Orde Baru (Orba) sangat getol dilakukan dan kita tahu sebagian (kalau tidak mengatakan semua) kebijakan pembangunan tidak terbukti demi mensejahterakan masyarakat. Justru kekerasan dengan dalih pembangunan marak terjadi dan perampasan hak hidup masyarakat dengan mudah diselewengkan. Belum lagi jika kita berkaca pada perampasan tanah (agraria) pada waktu itu juga turut dirasakan oleh masyarakat akibat pembangunan pabrik, tambang dan ekstraksi alam lainnya.
Jika berkaca pada rencana pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur, kita tidak bisa memungkiri bahwa tidak ada kepentingan terselubung dibelakangnya. Logika pembangunan apapun selalu rentan dan syarat dengan kepentingan. Kepentingan yang tersaji di sana selalu mengerucut pada elit(kekuasaan) dan korporasi (pebisnis) yang berada dalam jejaring pembangunan pabrik. Keterlibatan mereka dalam pembangunan semacam ini tidak dibangun melalui interaksi dalam waktu yang singkat, melainkan telah dibangun sejak lama, misalnya dalam upaya dukungan pada waktu pemilihan kepala daerah.
Inilah yang disebut (dalam buku Democracy For Sale) sebagai praktek klientelisme, yang mana praktek semacam ini selalu dibungkus dengan pertukaran barang (patronase) yang bisa saling menguntungkan. Saya membaca dan menduga mafia rencana pembangunan pabrik semen yang saat ini sedang menuai kontroversi di Manggarai Timur rentan dengan praktek klientelisme.
Kita dapat mengamati bahwa ada interaksi yang terjadi di sana antara politisi (kekuasaan) dan korporasi (pebisnis) sehingga tidak heran interaksi di antara dua kelompok ini akan terjadi terus-menerus misalnya dalam memudahkan dalam memberikan izin usaha pertambangan (IUP) dan berbagai kemudahan lain. Sebagai ganti kampanye, kaum elit ekonomi dapat mengandalkan pertukaran yang terpersonalisasi dengan pemegang kekuasaan untuk mempertahankan dan memperluas kegiatan bisnis mereka (Aspinnal dan Berenschot; 2019). Dengan terbukanya kesempatan izin usaha seperti pabrik, tambang dan kegiatan ekonomi lain, pebisnis mudah menyelundupkan kepentingan bisnis dengan dalih kesejahteraan bagi masyarakat. Sementara di belakang itu, ekstaksi dan eksploitasi alam sangat besar dijalankan yang menyebabkan kerusakan ekologi.
Memikirkan Generasi
Lanskap pembangunan pada hakikatnya selalu didengungkan dengan logika kesejahteraan. Di dalamnya ada beragam parameter yang dapat menentukan apakah suatu pembangunan menuju pada kesejahteraan atau sebaliknya. Jika kita membaca arah perencanaan pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur, menurut hemat saya kehadiran pabrik semen justru tidak menjamin kesejahteraan bagi warga setempat. Alih-alih kesejahteraan bisa mengurangi ketergantungan masyarakat pada pemerintah, kehadiran pabrik semen justru sebaliknya.
Bagi saya, langkah yang paling tepat yakni mendorong dan mengusahakan ekonomi kreatif bagi masyarakat setempat. Mengatasi pengangguran dan peningkatan pendapatan ekonomi warga bisa dilakukan dengan alternatif lain, misalnya mendorong pemberdayaan berbasis keterampilan serta menyediakan unit usaha yang bisa memfasilitasi masyarakat tersebut untuk meningkatkan ekonomi. Dengan mendorong dinas pertanian, peternakan dan beberapa dinas yang lain, saya pikir pengangguran dan pendapatan masyarakat yang masih rendah dapat ditingkatkan melalui upaya jaminan kerja dan pemberdayaan masyarakat. Ini perlu dikembangkan dan pemerintah daerah harus memfasilitasi kebutuhan mereka agar tercipta kemandirian ekonomi masyarakat.
Pada akhirnya, saya bukan bagian dari individu yang menolak kemajuan. Kita mendukung langkah baik pemerintah membangun daerah menuju perubahan, namun kita pesimis jika langkah yang diambil justru menyebabkan masyarakat terasing dari alam dan budaya mereka. Kita perlu memikirkan generasi dan konsep pembangunan yang sustainable yang selalu berkelindan dan bertumpu pada kepentingan jangka panjang.
Artikel Lainnya
-
153614/11/2021
-
132025/01/2020
-
145003/04/2020
-
Kisah Hidup Pythagoras Dan Ajaran Metempsikosis
68111/12/2022 -
Catatan Redaksi: Simalakama Kebijakan Larangan Mudik
148311/04/2021 -
Filsafat Relasionalitas Martin Buber dan Relevansinya
3622/11/2023