Pabrik Semen dan Entitas Sosial Masyarakat Manggarai

Pabrik Semen dan Entitas Sosial Masyarakat Manggarai 29/05/2020 1300 view Lainnya Potret halaman Desa Satar Punda (sumber: bernasnews.com)

Perdebatan perihal rencana pembangunan pabrik semen di Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur – NTT sampai saat ini belum menemukan titik terang (kesepakatan). Pasalnya, penolakan rencana pembangunan pabrik semen terus mengalir dari beberapa kalangan, seperti pihak gereja, LSM, akademisi dan masyarakat dari luar daerah lokasi pembangunan pabrik semen.

Sementara itu, masyarakat sekitar daerah pembangunan pabrik semen sejauh ini (hampir 95%) menerima kehadiran pabrik semen. Walaupun kemudian menurut informasi yang beredar muncul penolakan dari masyarakat terutama soal relokasi kampung adat mereka.

Mengutip pemberitaan media (Voxntt.com; 01/04/2020), informasi yang diperoleh wartawan perusahaan pabrik semen PT. Singa Merah menyodorkan tawaran sebesar Rp. 10.000.000 untuk setiap Kepala Keluarga (KK) di kampung Lingko Lolok. Dana tersebut dilaporkan sebagai kompensasi untuk warga sekitar.

Ini tentunya semakin membuka ‘kesempatan’ kepada para investor terutama korporasi dalam menjalankan pabrik semen, sehingga penolakan masyarakat dari luar daerah kecil kemungkinan rencana pembangunan pabrik semen dibatalkan.

Alih-alih pembangunan pabrik semen membawa peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, yang ada pembangunan pabrik semen malah mengikis entitas sosial masyarakat Manggarai terutama bagi mereka yang berdekatan dengan lokasi pembangunan pabrik semen.

Barangkali sebagian orang akan mengatakan bahwa ‘belum tentu’ entitas sosial masyarakat sekitar daerah pabrik semen akan mengalami kemunduran, toh pembangunan pabrik semen belum dijalankan. Namun, menurut saya hal ini perlu bagi kita bersikap kritis dan menelisik lebih jauh implikasi pambangunan pabrik semen terhadap entitas sosial masyarakat.

Sebelum lebih jauh membahas persoalan ini, agar lebih ‘fair’, saya ingin menerangkan posisi saya dalam tulisan ini terutama rencana pembangunan pabrik semen. Terhadap pembangunan tersebut, saya menolak kehadiran pembangunan pabrik semen di Manggarai terutama di Desa Satar Punda, karena sejauh yang pahami, pembangunan tersebut tidak mendatangkan kesejahteraan bagi ekonomi masyarakat.

Justru pembangunan tersebut akan melahirkan ketimpangan ekonomi, sosial, ekologis, budaya dan berbagai ketimpangan lain. Itu dalil saya terhadap pembangunan pabrik semen, sehingga akan lebih jelas saya mengemukakan dalih saya dari perspektif entitas sosial dan dampaknya bagi masa depan ruang sosial masyarakat di wilayah itu.

Entitas Sosial Terpinggirkan

Setiap pembangunan pasti membawa dampak bagi kehidupan masyarakat. Namun sebenarnya dampak dari pembangunan bisa dikendalikan manakala pembuat kebijakan bisa beradaptasi dan punya prospek jangka panjang dari pembangunan tersebut.

Hal ini serupa dengan rencana pembangunan pabrik semen di Desa Satar Punda – Manggarai Timur, bahwa pembangunan pabrik semen akan membawa konsekuensi terhadap masyarakat dan lingkungan sosial mereka. Tetapi, ini bisa dikendalikan manakala pemerintah dan korporasi bersikap adaptif dan punya landasan berpikir yang sustainable terhadap ruang sosial masyarakat di sana.

Akan tetapi seperti kita ketahui bersama, rencana pembangunan pabrik semen tersebut sangat erat kaitannya dengan beragam kepentingan. Di sinilah masalahnya, keberadaan pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur seperti tambang mangan sebelumnya mengalami nasib yang buruk terhadap kehidupan sosial, ekologis dan ekonomi masyarakat di sekitar.

Tambang mangan kemudian didesak oleh beberapa kalangan untuk dihentikan karena tidak membawa dampak signifikan bagi ekonomi masyarakat. Lantas, dapatkah persoalan tersebut digunakan sebagai parameter terhadap rencana pembangunan pabrik semen yang sekarang sedang diributkan? Tentu sangat bisa.

Jika membaca dan mengkritisi lebih jauh terhadap orientasi rencana pembangunan pabrik semen, saya menemukan (menduga) ada persoalan yang serius di masa depan yang jauh lebih ‘ekstrim’ jika hari ini tidak disikapi dan akan dihadapi masyarakat sekitar daerah pabrik semen.

Hal yang paling urgen menurut saya yakni keterasingan kehidupan sosial masyarakat dari dirinya sendiri dan dari lingkungan mereka. Lebih parah menurut saya jika kita mengkaji dari aspek budaya, justru alienasi diri masyarakat sangat nampak dari pembangunan pabrik semen.

Sementara entitas sosial akan mengalami nasib yang sangat memprihatinkan ke depan. Ruang sosial masyarakat akan mengalami suatu fase dimana mereka kehilangan suatu kepribadian sosial yakni entitas sosial mereka ketika berhadapan dengan dinamika pembangunan yang di satu sisi semakin menuntut peningkatan produksi dengan mengakumulasi lebih banyak modal. Sementara pada sisi yang lain, ruang sosial masyarakat makin terpinggirkan akibat didesak terus dengan modal kapitalis yang terus menggencar dan mengekstrak keuntungan lebih.

Entitas sosial masyarakat Manggarai terutama masyarakat sekitar daerah pabrik semen yang semula penuh dengan nilai kerukunan, gotong royong, serta mengedepankan kebersamaan, lambat laun akan mengalami dinamika yang tergerus.

Saya membaca hal ini dipengaruhi kuat dengan keberadaan pabrik semen yang semakin menuntut masyarakat untuk bekerja lebih ekstra karena dituntut dengan akumulasi modal dari pihak kapitalis. Sehingga implikasi terhadap entitas sosial dengan sendirinya akan mengalami degradasi yang hebat, karena ruang masyarakat untuk saling bertegur sapa, berkumpul dan bergotong royong telah ‘terikat’ dalam kerja dibawah akumulasi modal yang didesain pihak tertentu, yakni kapitalisme.

Ini semakin menemukan akarnya, dimana tanpa kita sadari sebetulnya masyarakat sedang berada di ambang pintu kehancuran akan entitas sosial diri mereka sendiri. Di satu sisi, sistem kerja dalam sebuah perusahaan (yang tujuan mendasar yakni mengakumulasi modal) memaksa masyarakat (buruh) yang bekerja lebih telaten dan mematuhi setiap peraturan perusahaan.

Kondisi ini dengan sendirinya akan mengalami perbenturan dengan entitas sosial masyarakat yang dominan “petani” kedalam sistem kerja yang dibuat korporasi. Sehingga lambat laun, menurut saya, hal ini akan mengalami gejolak dari masyarakat terhadap perusahaan pabrik semen dan di antara sesama masyarakat sendiri karena terus berkompetisi dibawah kerja kapitalis.

Tidak mungkin kita mengharapkan dinamika sosial terutama entitas sosial masyarakat akan menyatu melawan sistem kerja korporasi, yang ada justru menurut saya, masyarakat akan terbelah menjadi dua kelompok, yakni tetap berada dibawah kerja kapitalisme dan mereka yang tidak mampu bertahan terhadap kerja seperti itu.

Inilah gejala yang saya lihat jika kita tidak mampu mengkritisi lebih jauh terhadap entitas sosial masyarakat dimana pembangunan pabrik semen dijalankan. Persoalan ini dengan sendirinya meskipun secara perlahan dan tanpa kita sadari, entitas sosial akan terpinggirkan sampai pada batas dimana masyarakat setempat mengalami dinamika sosial baru dikemudian hari yang berbeda dengan entitas sosial mereka sebelumnya.

Perlunya Kesadaran Sosial

Perlu kita ketahui bersama, keberadaan pembangunan pada hakikatnya selalu berkelindan pada dinamika sosial baru bagi masyarakat setempat. Kehidupan sosial akan berubah seiring dengan dinamika pembangunan. Sementara kita tidak bisa mengelak, kehidupan sosial masyarakat dengan sendirinya terikat kedalam pembangunan tersebut. Sehingga untuk melihat dinamika sosial dari pembangunan seperti ini kita harus punya kesadaran sosial-bersama terhadap pembangunan.

Jika berkaca pada rencana pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur tersebut, entitas sosial yang dipengaruhi dari pembangunan pabrik semen dengan sendirinya mulai mengalami fase yang berbeda. Masyarakat akan mengalami entitas sosial yang belum mereka temukan dan berhadapan dengan dinamika sosial baru yang telah menjadi kultur kehidupan mereka.

Ini suatu bentuk entitas sosial lain karena dipengaruhi salah satunya keberadaan pembangunan tidak punya landasan serta pijakan dari masyarakat sendiri dalam melihat dampaknya bagi entitas sosial mereka ke depan.

Untuk itulah menurut saya, entitas sosial masyarakat harus mampu mengkritisi serta melihat dinamika pembangunan pabrik semen ini sebagai gejala (yang menurut saya) akan memaksa mereka masuk ke dalam entitas sosial baru di bawah kendali kapitalisme.

Imajinasi seperti ini mungkin terlalu ‘naif’ saya suarakan, namun akan sangat terlampau buruk jika kita tidak mampu membacanya secara jeli dan dengan sikap kritis. Di situlah bagi saya, masyarakat disekitar daerah pabrik semen perlu menyadari entitas sosial di masa depan dari implikasi pembangunan pabrik semen.

Pada akhirnya, mengutip Scott, kita harus punya ‘gerakan melihat kedepan’ (James. C. Scoott; 1993). Gerakan seperti ini hanya mungkin dilakukan jika ruang kritis masyarakat mampu melampaui dinamika pembangunan itu sendiri. Sehingga tidak terjebak dalam kerja kapitalisme yang selain mengekstraksi alam juga turut menambang sisi kemanusiaan masyarakat di wilayah itu.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya