Moderasi Beragama Bagi Generasi Milenial

Sepanjang sejarah dunia, yang namanya perbedaan baik itu dari segi ideologi, kepercayaan, ras, maupun perbedaan prinsip lainnya--seringkali menimbulkan perpecahan bahkan perang yang mengakibatkan korban yang tidak sedikit.
Begitupun dengan kondisi di zaman modern seperti sekarang, isu-isu seperti radikalisme, ekstremisme, dan kekerasan lainnya acapkali menjadi batu sandungan bagi kedamaian dan ketertiban dunia.
Hal ini terjadi diakibatkan maraknya kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai paham-paham atau doktrin intoleransi yang menganggap mereka yang paling benar. Doktrin-doktrin seperti inilah yang harus dihindari bagi kaum milenialis yang merupakan masa depan bangsa yang harus dijaga.
Maka dari itu, perlu ada pemaknaan terhadap nilai-nilai persatuan dan kesatuan untuk merajut perdamaian maupun toleransi diantara umat beragama yang sering kita sebut dengan "Moderasi Beragama".
Moderasi beragama inilah yang menjadi simbol untuk merekatkan segala bentuk macam perbedaan atau keragaman yang memang menjadi ciri khas dari bangsa kita yang terdiri dari begitu banyak macam suku, agama, ras, maupun antar golongan.
Nilai-Nilai persatuan seperti inilah yang kemudian diharapkan mampu menjadi terobosan bagi kehidupan beragama di Indonesia. Setidaknya ada 5 hal penting mengapa moderasi beragama bermakna bagi kaum atau generasi millenial.
Pertama, menghargai perbedaan. Beragamnya perbedaan bangsa kita acapkali sering menimbulkan konflik yang mengakibatkan diskriminasi terhadap minoritas. Itulah pentingnya mengapa nilai-nilai menghargai perbedaan sangat dibutuhkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, supaya kita mampu hidup berdampingan walaupun dengan orang yang berbeda paham dengan kita sekalipun.
Toleransi selalu menjadi solusi bagi sikap-sikap radikal maupun terorisme yang menjadi momok menakutkan bagi ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, anti-kekerasan. Seringkali kita melihat terjadi perkelahian, tawuran, dan bentuk kekerasan lainnya, itu diakibatkan karena kurangnya sosialisasi tentang pentingnya anti-kekerasan. Maka dari itu, seyogianya pemerintah dibutuhkan kehadirannya dengan cara memperbaiki pendidikan agar tidak disusupi oleh paham-paham radikal. Karena pendidikan adalah dasar dalam sendi kehidupan, yang apabila dasarnya saja sudah rusak, jangan harap yang lainnya baik.
Kekerasan bisa saja terjadi di manapun, apalagi di kalangan mereka yang mungkin kesulitan dalam suatu persoalan, misalnya dalam segi ekonomi sehingga menyebabkan kondisi seperti stress, depresi, dan sebagainya yang menyebabkan terjadinya kekerasan tersebut. Maka dari itu pentingnya moderasi beragama supaya budaya saling tolong menolong dalam kesusahan tetap bisa dilestarikan.
Ketiga, menjaga persatuan. Banyak aspek mengapa kita perlu yang namanya persatuan, diantaranya bahasa yang beragam sehingga perlu adanya bahasa persatuan sebagai wadah komunikasi untuk semua tanpa menghilangkan bahasa daerah yang ada. Begitupun dengan sistem pendidikan yang harus dinikmati oleh semua tanpa terkecuali.
Karena keragaman akan berdampak buruk bahkan sangat buruk apabila tidak adanya persatuan. Persatuan bisa terjadi karena adanya persamaan nasib, yang menginginkan kehidupan yang lebih baik. Untuk itulah mengapa moderasi beragama sangat diperlukan agar nilai-nilai persatuan dapat dinikmati dan menjadi pelindung bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Keempat, merawat simpati dan empati. Bentuk kepedulian ke sesama manusia, seharusnya senantiasa dijaga dan dirawat. Kondisi yang sedang menimpa seseorang membuat kita menjadi terketuk pintu hatinya setidaknya menolong semampunya. Tidak perlu mengeluarkan hal yang bersifat materi untuk membantu saudara kita jika memang tidak mampu. Doa dan rasa empati sudah cukup untuk membantu mereka.
Perlakuan kita terhadap sesama lebih baik jangan pilih kasih. Karena banyak terjadi, ketika seseorang tidak mau membantu yang bukan seimannya atau seagamanya. Padahal kita, baik itu seagama maupun tidak adalah sama-sama manusia, sama ciptaan tuhan yang maha esa. Jadi tidak perlu mengedepankan sikap egois dalam beramal, karena mungkin saja ketika kita butuh pertolongan, malah orang yang tidak seagama yang membantu lebih ikhlas.
Kelima, nyaman beribadah. Suatu kenikmatan tersendiri ketika seseorang yang beragama bisa dengan tenang dan nyaman saat beribadah. Apalagi beribadah kepada Tuhannya, perlu kenyamanan dan konsentrasi. Jadi sebaiknya hentikan pola-pola yang menganggu kenyamanan orang lain, apalagi yang tidak seagama dengan kita.
Melarang pendirian rumah ibadah bagi penganut lain adalah contoh konkret bobroknya iman kita. Senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang tidak akan membuatmu hidup menjadi tenang. Tidak ada alasan membuat mereka tidak berhak mendirikan rumah ibadah, apalagi persoalan mayoritas dan minoritas. Memangnya bumi ini hanya untuk golongan tertentu saja, kan tidak. Jadi hilangkan segala hal-hal kebencian kita terhadap orang-orang yang tidak seagama. Semoga kelima sikap tersebut dimiliki oleh generasi milineal sehingga pemaknaan moderasi beragama bisa diimplementasikan dengan baik.
Artikel Lainnya
-
295429/07/2022
-
24708/11/2023
-
135022/02/2020
-
Usaha Merawat Lara, Suara untuk Elit politik
114113/03/2021 -
Warisan Pemikir Islam: Filsafat Di Balik Sorban
6507/12/2024 -
Pilkada, Klientelisme, dan Nalar Sehat Pemilih
152007/12/2020