Misteri Jiwa: Mengenal Diri Lebih Dalam di Balik Tubuh Fisik
Ketika kita mengatakan “Aku berpikir” atau “Aku merasa”, sebenarnya kita sedang berbicara tentang sesuatu yang lebih dalam daripada sekedar tubuh fisik. Ketika kita berbicara tentang jiwa yakni sesuatu yang tidak dapat dilihat namun sangat nyata keberadaannya.
Seorang ilmuwan muslim sekaligus pemikir besar bernama Fakhruddin al-Razi, dalam salah satu karyanya “Al-nafs wal Ruh wa Sharh Quwahuma” mnjelaskan bahwa jiwa itu berbeda dengan tubuh kita, jiwa bukan hanya sekedar pengatur tubuh, melainkan pusat dari segala pikiran, perasaan, dan tindakan.
Bayangkan, meskipun tubuh kita terus berubah dan bertumbuh dari kecil menjadi dewasa, menua atau bahkan kehilangan anggota tubuh tetapi kesadaran kita tetap utuh. Diri kita sendiri tetap menjadi “Diri kita sendiri”, baik saat masih kanak-kanak maupun sudah dewasa. Tubuh bisa berubah, tetapi inti dari diri kita sendiri tidak berubah. Jadi, jiwa adalah sesuat yang membuat diri sendiri tetap menjadi diri sendiri, terlepas dari perubahan fisik yang terjadi sepanjang hidup.
Mengapa Jiwa Itu Istimewa?
Menurut al-Razi, jiwa memiliki sifat-sifat yang membuatnya berbeda dari tubuh. Pertama, kesatuan diri atau satu entitas yang utuh. Bayangkan betapa menakjubkannya jiwa kita setiap kali kita melihat sesuatu, mengenal, dan memutuskan apakah menyukainya atau tidak, semua terjadi dalam satu kesadaran. Berbeda jika tubuh yang mengendalikan - bayangkan betapa rumitnya jika setiap tindakan memerlukan koordinasi berbagai bagian tubuh yang berbeda. Namun, jiwa kita bekerja dengan cara yang luar biasa sederhana dan terintegrasi. Semua pengalaman kita bersumber dari satu "aku" yang sama, seperti seorang sutradara yang mengatur seluruh lakon kehidupan.
Kedua, kekekalan di balik perubahan fisik. Tubuh kita bagaikan sebuah rumah yang terus direnovasi. Kulit berganti, otot melemah, dan bahkan beberapa organ mungkin hilang atau diganti. Namun, di balik semua perubahan itu, ada sesuatu yang tetap utuh - jiwa kita. Kesadaran kita tentang diri sendiri tidak terpengaruh oleh transformasi fisik. Kita tetap "diri kita" meskipun tubuh terus berubah, seperti sebuah buku yang sampulnya berganti namun isinya tetap sama.
Keriga, dialog antara jiwa dan tubuh. Ada momen yang sangat menarik dalam hubungan antara jiwa dan tubuh. Ketika kita tenggelam dalam pemikiran mendalam, tubuh sering merasa lelah dan terbebani. Namun, jiwa justru tampak semakin hidup, semakin berkembang, dan semakin kaya. Ini membuktikan bahwa jiwa dan tubuh bukanlah entitas yang identik, melainkan dua mitra yang memiliki dinamika berbeda. Tubuh mungkin adalah alat, tetapi jiwa adalah sang maestro yang menggerakkan pertunjukan kehidupan.
Dari ketiga perpektif untuk melihat bahwa diri kita jauh lebih kompleks daripada sekadar materi fisik. Jiwa adalah misteri yang hidup, yang terus berkembang, dan yang membuat kita menjadi unik.
Relevansi Jiwa di Kehidupan Modern
Dalam dunia modern yang serba cepat dan materialistis, kita sering kali terjebak dalam kejar-mengejar hal-hal yang bersifat sementara, melupakan esensi terdalam dari kehidupan itu sendiri yaitu jiwa. Sejatinya, kehidupan bukan hanya tentang mengumpulkan benda atau menciptakan tampilan yang mentereng, melainkan bagaimana kita mampu membangun keseimbangan antara kebutuhan fisik dan spiritual. Seperti sebuah pohon yang kuat, akarnya harus tertanam kokoh di dalam tanah—begitu pula manusia, fondasi jiwanya harus dipelihara dengan baik.
Kebahagiaan yang sejati memang tidak dapat dibeli dengan uang atau diraih melalui pengorbanan kedalaman diri. Ia lahir dari ruang ketenangan internal, dari kemampuan kita untuk menerima diri sendiri dan memahami bahwa hidup ini lebih dari sekadar pencapaian materi. Setiap manusia memiliki potensi untuk menemukan kedamaian, dan itu dimulai dari keberanian untuk mendengarkan suara jiwa.
Menariknya, ketika kita mulai fokus pada pengembangan jiwa, kita akan menemukan bahwa tujuan hidup kita bukan sekadar memenuhi kebutuhan pribadi, melainkan berkontribusi pada lingkungan sekitar. Cinta, empati, dan kepedulian menjadi bahasa universal yang mampu menghubungkan kita dengan sesamanya, menciptakan ikatan yang jauh lebih bermakna daripada sekadar hubungan permukaan.
Dalam konteks kehidupan modern yang serba kompleks ini, menjaga keseimbangan jiwa bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan mutlak. Ia adalah kompas yang akan membimbing kita menuju kehidupan yang lebih autentik, bermakna, dan memuaskan jauh dari hiruk pikuk material yang seringkali menipu dan mengosongkan. Mulai menghargai jiwa sebagai pusat kehidupan, bukan sekadar pelengkap. Karena sejatinya, kebahagiaan yang paling dalam bukanlah tentang apa yang kita miliki, melainkan siapa diri kita sebenarnya.
Artikel Lainnya
-
142120/11/2020
-
191805/04/2021
-
135703/08/2021
-
Merdeka Belajar di Kampus: Mewujudkan Pembelajaran yang Fleksibel dan Kreatif
8216/09/2024 -
Tolak Tambang: Keharusan, Bukan Pilihan!
114612/01/2020 -
Kondisi Pekerja Harian Lepas yang Rentan Di PT Meiloon Subang
104006/05/2023