Menyingkap Dimensi Spiritualitas Ibadah Haji

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Menyingkap Dimensi Spiritualitas Ibadah Haji 07/08/2024 124 view Agama wikimedia.org

Ibadah merupakan bentuk penghambaan diri terhadap Tuhan. Dengan beribadah, maka seseorang dipastikan mengakui adanya Sang Pencipta yang ia sembah. Diibaratkan, ibadah merupakan pilar dari setiap agama yang ada di muka bumi. Sehingga, setiap kebaikan yang diajarkan agama tentu terkandung dalam hakikat setiap ibadah yang ada.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, haji merupakan salah satu pondasi dalam agama Islam di samping syahadat, sholat, zakat dan puasa. Apabila Sabda Rasulullah ditinjau secara mendalam, dapat ditemui bahwasannya haji diletakkan dalam urutan terakhir dalam riwayat hadits tersebut. Mengapa? Hal ini tentu tidak lepas dari keistimewaan haji yang mengandung semua hakikat ibadah sebelumnya.

Dalam syahadat, umat Islam diajarkan betul makna akan masuknya seseorang ke dalam Islam dengan kesadaran bahwa tiada Tuhan yang disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad merupakan utusan-Nya. Sholat merupakan bentuk identitas agama Islam itu sendiri. Hal ini tercermin dalam sabda Nabi bahwasannya salat merupakan ibadah yang pertama kali ditanya serta menjadi kunci akan kesuksesan seorang hamba dalam ibadah yang lain. Sholat pun merupakan ibadah yang dilarang keras untuk ditinggalkan melainkan sebab menghembuskan nafas terakhir. Lantas, bukankah hal tersebut merupakan identitas akan agama Islam itu sendiri?

Zakat dan puasa merupakan dua ibadah yang berkaitan akan penyucian. Zakat berfokus pada penyucian nikmat materi. Penyucian tersebut juga merupakan salah satu upaya dalam menyelesaikan permasalahan sosial, seperti kemiskinan dan semacamnya. Sementara puasa berfokus pada penyucian nikmat jasmani yang diberikan oleh Tuhan dengan mengontrol hawa nafsu. Islam tidak serta merta memerintahkan puasa sebagai langkah menghilangkan hawa nafsu secara total. Puasa bukanlah memotong bagian nafsu yang merupakan fitrah manusia itu sendiri, melainkan mengontrolnya dalam porsi yang tepat sehingga seorang muslim tetap berada di Jalan Allah.

Persaksian iman, Identitas, maupun pembersihan merupakan unsur-unsur yang terdapat pula pada ibadah haji. Tidaklah seseorang yang berhaji melainkan memiliki kesadaran dan tekad yang kuat terhadap identitas agamanya sebagai seorang muslim yang mampu mengontrol nikmat-nikmat yang diberikan Allah kecuali untuk kembali kepada haribaan-Nya. Di samping itu semua, ibadah haji merupakan ibadah fisik yang menapak tilas sejarah umat Islam baik di era sebelum turunnya Nabi Muhammad, di era Rasulullah hidup, maupun era pasca wafatnya Sang Mushtofa. Diharapkan manusia dapat memetik hikmah yang ada dalam perjalanan spiritual yang dilalui selama berhaji.

Sebelum berangkat, kemampuan finansial jamaah tentu diuji. Bayangkan saja, uang yang diberikan oleh Allah yang bisa digunakan untuk urusan duniawi ternyata diperuntukkan untuk mendaftar keberangkatan haji. Sebab itulah, ibadah haji merupakan ibadah yang diwajibkan bagi mereka yang mampu saja. Akan tetapi, mampu saja tidak cukup membuat seseorang tergerak hatinya untuk mendaftar maupun berangkat. Persiapan mental dan kemantapan spiritual merupakan beberapa hal yang jauh lebih penting untuk dipersiapkan, di samping olah fisik mengingat haji merupakan ibadah yang sangat menguras fisik.

Kesiapan fisik pun diuji secara berkala selama ibadah haji ditunaikan. Thawaf dan Sa’i, yang mana keduanya dilaksanakan di area masjidil haram menjadi salah satu contohnya. Di sana, tidak ada perbedaan baik hamba yang berkulit putih maupun hitam, tinggi maupun pendek, besar maupun kecil. Semuanya bercampur menjadi satu dengan tujuan memenuhi panggilannya serta mengharap ridanya. Bahkan, ada beberapa jamaah yang saling sikut demi memperebutkan tempat berdoa yang mustajabah.

Terlebih pada saat satu jam sebelum sholat lima waktu akan ditunaikan, para jamaah telah berbondong-bondong memasuki masjid. Pelataran menjadi salah satu tempat favorit. Ka’bah merupakan sebab mengapa tempat tersebut sangat diminati. Seringkali ditemui beberapa jamaah berusaha menempati shaf yang sudah penuh dengan alasan masih terlihat longgar. Sehingga, posisi duduk tahiyyat akhir, terkadang dilaksanakan dengan posisi yang tidak sepenuhnya nyaman bagi beberapa orang.

Mina dan Arafah merupakan contoh lain di mana aturan tidak mudah digoyahkan oleh materi. Seluruh jama’ah telah diatur untuk menempati tendanya masing-masing. Sehingga, sekaya apapun seseorang, tidak dapat ia menyewa tenda di tempat yang ia sukai semata. Budaya antri, merupakan kunci selama menetap di kedua tempat tersebut. Tidak ada yang diprioritaskan secara mutlak, semahal apapun ia membayar tentu ada batas aturan yang tidak tergoyahkan.

Uang maupun jabatan tidak ada harganya di kala itu. Setinggi apapun jabatan seseorang tidak menentukan nasibnya menempati posisi yang diminati. Tawarkan materi apapun! Maka tentu siapapun akan menolak. Sebab, pada umumnya para jama’ah hanya fokus mencari ridha Allah semata. Hal tersebut nampak pada semangat mereka dalam persiapan ibadah jauh sebelum waktu pelaksanaanya.

Dua helai kain ihram yang dipakai kaum adam selama ibadah haji dan umroh juga mengajarkan arti penting akan kehidupan. Bahwasannya, penghujung kenikmatan duniawi hanyalah maut. Tidak peduli apapun latar belakang ia sampai ke tanah suci, pada akhrinya 2 helai kainlah yang ia bawa ketika menghadap Sang Khaliq. Tidak ada yang membedakan antara hamba satu dengan yang lain kecuali kualitas taqwa dan iman yang ia punya.

Secara garis besar, Ibadah haji merupakan ibadah puncak dimana semua nilai ibadah seperti salat, zakat dan puasa ia implementasikan dengan baik. Tempaan yang diberikan dan pelajaran berharga seperti kesabaran, keikhlasan, semangat dalam ibadah yang ia petik tentunya membuat seseorang menjadi lebih baik pasca ditunaikannya ibadah haji maupun umroh. Perubahan tersebut merupakan salah satu tanda bahwa kualitas ibadah haji tersebut diterima di sisi-Nya.

Tulisan ini merupakan sepotong pengalaman yang didapat oleh penulis ketika berhaji pada tahun 2024. Pengalaman dan peristiwa yang disaksikan dirangkum menjadi satu dalam tulisan singkat berikut. Dengan kontemplasi singkat ini, semoga seluruh umat Islam dapat menunaikan ibadah haji dengan lancar dan baik. Haji mabrur tentu didapatkan bagi siapa saja yang dapat ‘membaca’ hikmah yang tersaji di hadapannya.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya