Menjadi Influencer yang Berfaedah di Tengah Pandemi

Penulis lepas yang meminati kajian-kajian sastra, agama, dan isu kontemporer
Menjadi Influencer yang Berfaedah di Tengah Pandemi 18/05/2020 1369 view Opini Mingguan pixabay.com

Pada Februari lalu, ketika isu COVID-19 sedang hangat-hangatnya dan pemerintah Indonesia diminta untuk bergerak cepat meresponsnya, pemerintah justru bermain dagelan. Alih-alih mengerahkan segala upaya untuk meminimalkan dampak virus corona, pemerintah menganggarkan ratusan miliar untuk menggenjot pariwisata Indonesia. Di antara pihak yang kecipratan anggaran tak perlu itu adalah para influencer—artis-artis media sosial—yang direncanakan bakal mendapatkan Rp 72 miliar.

Kita tahu gagasan itu bukan hanya tak tepat, tapi juga menunjukkan betapa semborononya para pemangku kebijakan negeri ini. Namun di luar itu, satu hal mengemuka, yaitu perihal pentingnya eksistensi influencer. Dengan anggaran sebanyak itu, pemerintah kita sadar influencer bukan sekadar anak muda yang melek digital dan kebetulan memiliki ribuan penggemar setia. Lebih dari itu, influencer dapat menjadi sosok—seperti namanya—yang bisa mempengaruhi keputusan dan pandangan orang terhadap sesuatu.

Dalam artikel “You Are Being Influenced” (The New York Times edisi daring, 28 April 2020), Shira Ovide mengatakan, “Para influencer membentuk kebiasaan kita, bahkan selama masa pandemi dan bahkan jika kita tidak mengerti apa-apa tentang hal itu.”

Karena itu, influencer tidak sama dengan masyarakat biasa atau pengguna media sosial yang hanya memiliki seratus followers dan status-statusnya disukai oleh kurang dari lima puluh orang. Pada zaman ketika orang-orang lebih memperhatikan siaran YouTube dari pada televisi seperti sekarang, pengaruh influencer dapat lebih besar dari pada artis-artis sinetron. Setiap omongan, tingkah laku, dan berbagai aspek kehidupannya pun diburu oleh para penggemar dan wartawan gosip.

Baru-baru ini publik dibuat heboh oleh Ferdian Paleka dan Indira Kalistha. Nama pertama adalah seorang YouTuber berpelanggan ratusan ribu yang hidupnya seketika tamat lantaran video prank sampah untuk transpuan yang menuai kecaman dari berbagai pihak. Sedangkan Indira adalah sosok vlogger kecantikan yang dengan polos menganggap “corona B aja” dan terang-terangan mengaku sebagai orang yang sering melanggar imbauan pemerintah pada masa segenting ini. Dua orang influencer tersebut adalah contoh bahwa pendapat seorang influencer berpengaruh besar, tapi sayang keduanya muncul sebagai bagian dari kabar buruk.

Tentu tak semua influencer beraroma bangkai dan membuat orang darah tinggi. Secara umum influencer, seperti halnya artis televisi, membawa dampak “baik”—setidaknya mereka menghibur para penggemar dengan konten-konten khas. Namun beberapa influencer menunjukkan kebaikan lebih spesifik, khususnya di masa pandemi, antara lain dengan menunjukkan kepedulian dan memperingatkan para penggemar setianya mengenai virus corona. Gusti Muhammad Abdurrahman Bintang Mahaputra alias Bintang Emon, Dokter Tirta, dan Reza “Arap” Oktovian adalah di antara influencer yang menyalakan lampu di tengah masa pandemi. Bintang membikin materi lawak bertema corona yang bernilai hiburan dan imbauan, Dokter Tirta turun langsung ke lapangan sekaligus memberikan pendidikan kesehatan kepada para pengikutnya soal virus corona, dan Reza sempat mengajak para influencer lain urunan menyewa GOR (Gelanggang Olahraga) untuk tempat tinggal tunawisma.

Lantas, dengan sederet fakta di atas, apakah artinya seorang influencer memiliki kewajiban khusus terhadap kehidupan sosial masyarakat?

Dalam hal tanggung jawab sosial, pada dasarnya influencer tak ada bedanya dengan orang-orang kebanyakan. Mereka adalah warga biasa yang memiliki hak dan kewajiban tertentu. Misalnya dengan tidak membuat kegaduhan, melanggar norma, dan membuat konten yang merugikan orang. Namun, popularitas yang mereka punya membuat mereka tak lagi sama dengan orang biasa. Popularitas dan keterpengaruhan membuat apa-apa yang mereka lakukan tak lagi sekadar “kelakuan masyarakat biasa”. Di titik ini mereka memiliki keistimewaan yang membuat mereka menggenggam pedang bermata ganda. Pedang itu dapat mereka gunakan untuk mengkampanyekan omong kosong maupun sesuatu yang berfaedah.

Pada situasi seperti saat ini, influencer tak wajib mendermakan sebagian besar hartanya untuk korban virus corona atau menjadi relawan. Sebagaimana masyarakat pada umumnya, mereka memiliki kewajiban untuk sama-sama melawan pandemi corona dan menahan diri dari mengungkapkan hal-hal tak perlu atau malah bermudarat mengenai virus ini. Bedanya, kewajiban mereka akan hal itu lebih besar dan lebih ditekankan.

Adapun tanggung jawab berupa pemberian sumbangan dan semacamnya bersifat opsional belaka untuk mereka. Mereka berhak memilih untuk menjadi influencer yang biasa-biasa saja atau influencer yang istimewa. Kalau mereka tak hendak jadi istimewa, mereka bisa berdiam diri di rumah, mengenakan masker, menggunakan hand sanitizer, dan protokol kesehatan lain seperti kebanyakan orang. Sebatas itu. Namun, kalau mereka mau menjadi influencer yang istimewa, mereka bisa memanfaatkan ketenaran mereka untuk mengkampanyekan hal-hal positif. Misalnya berdonasi sekaligus mengajak orang berdonasi dan membuat konten yang mendukung penanganan corona.

Yang perlu digarisbawahi, tanggung jawab sosial semacam itu bukanlah sesuatu yang bersifat wajib untuk mereka. Sebab, tanggung jawab utama tetap ada pada pemerintah selaku pihak yang menjalankan negara dan kepada mereka kita membayarkan uang pajak. Menekan influencer untuk melakukan ini dan itu adalah bentuk intimidasi yang tidak pada tempatnya. Sebagaimana masyarakat biasa, biarkan saja para influencer itu memilih untuk melakukan apa pun yang mereka kehendaki. Asalkan mereka tak membikin kegaduhan atau hal-hal yang memberi pengaruh buruk kepada orang lain seperti yang dilakukan Ferdian Paleka dan Indira Kalistha.

Tapi, saya berharap, para influencer tak menyia-nyiakan pengaruhnya. Mereka dapat menjadi sosok yang lebih keren. Mereka bisa meniru Joaquin Phoenix yang mengkampanyekan pentingnya menjaga kelestarian fauna, Lady Gaga yang berkampanye anti kekerasan seksual, atau mendiang Glenn Fredly yang vokal menyuarakan pesan kemanusiaan. Kaitannya dengan penanganan corona, para influencer itu bisa membentuk suatu kolektif untuk menuntut pemerintah lebih serius menangani masalah corona dan berbagai sengkarutnya, umpamanya. Meskipun itu bukan keharusan, rasanya itu patut mereka coba untuk membuat marwah influencer terangkat, dan kita pun tak lagi secara sinis menganggap influencer sebagai pengeruk keuntungan semata.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya